Gadis cantik, bermata bulat. Rambut panjangnya beberapa kali di terpa angin malam yang dingin. Poninya yang menutupi keningnya beberapa kali naik turun karena hembusan angin yang menabraknya.
"Mari saya antar pulang" suara ramah pria dengan setelan jas yang rapi sudah tidak asing lagi baginya.
"Terimakasih. Tapi Ayha lagi nunggu kakak Ayha. Lagi cari pesenan ibu."
"Dari pada menunggu di luar, kenapa tidak di dalam saja? Udara sangat dingin di luar."
Pria dengan tuxedo hitam ini adalah Dion Denaro Ananda. Jaksa tampan ini memang sangat sopan, terutama wanita muda yang sedang ada dihadapannya ini rela membuang waktunya menunggu di rumah sakit saat Dean terluka.
"Aisshh emang pasangan di kota ini cuma mereka berdua!" Desis Ayha tiba tiba saat matanya tak sengaja menangkap sepasang kekasih berciuman di depan toko yang sudah tutup di seberang rumah sakit tempat ia berdiri sekarang.
"Hm?"
"Ah tidak. Saya lagi bicara sendiri."
"Oh begitu."
"Sebaiknya anda masuk. Saya yakin adik anda sangat membutuhkan anda sekarang."
"Tidak apa-apa saya tinggal sendiri?"
Ayha memejamkan matanya yang berarti dia akan baik baik saja.
"Kalau begitu, saya akan masuk. Terimakasih lagi karena sudah membantu adik saya."
"Iya sama sama, tuan."
Tidak lama setelah Dion masuk, sosok yang sedari tadi ia tunggu akhirnya menampakkan diri.
"Ka, tadi Ayha liat pasangan itu lagi. Kelakuannya masih sama kaya yang kita lihat beberapa hari yang lalu."
"Hm?"
"Sewaktu di Mall itu ada pasangan yang ciuman di depan umum, inget kan?"
"Iya inget."
"Hmm pesenan ibu gimana? Dapet kan?"
"Iya ada kok ini."
***
Sudah waktunya pulang sekolah namun, Dilona sedari tadi tidak mau keluar dari UKS. Semua orang pasti sedang mencarinya sekarang. Ditambah ia meninggalkan ponselnya di laci kelasnya.
Dilona memang terlihat kuat di luar tapi beberapa kali air matanya sempat menetes tanpa izin dan membuatnya semakin marah menyekanya.
Dia tidak pernah membayangkan hal seperti ini akan terjadi padanya. Sepercaya itu ia kepada Geran, baginya tidak mungkin pria tampan yang menembaknya dengan begitu banyak kejutan mewah itu akan menduakannya seperti ini. Bahkan sempat terbesit dalam pikiran kotornya bahwa tidak mungkin Geran menduakan seorang Dilona yang jauh lebih tenar dari Sharin.
"Kak, mau Rita anterin pulang? Ini udah waktunya pulang Rita juga harus pergi. Rita panggilin bang Geran ya?"
Dilona masih tidak ingin menjawab apapun dari Rita. Jujur ia bingung harus melakukan apa sekarang, tidak mungkin ia meninggalkan Dilona dalam keadaan seperti ini.
"Sialan! Lo kenapa?" Suara Fey mengagetkan mereka berdua. Ia dengan buru buru mendekat kepada Dilona. Gadis itu tertegun dengan kehadiran sahabat yang sangat dia rindukan itu.
Suaranya khawatir. Ia dengan cepat membuka sebungkus roti yang berada di tangannya.
"Kalo lagi istirahat lo makan! Gue udah bilang berapa kali sih buat makan roti apa kek yang bisa buat kenyang, apaan lo cuma minum susu doang! Lo pikir gue ga liat?" Gerutunya kesal membuka bungkus sedotan dan menancapkannya pada lubang susu kotak rasa coklat yang ia tahu merupakan kesukaan gadis yang poninya dipotong beberapa hari yang lalu hingga menutupi keningnya.
Dia tidak menerima pemberian Fey melainkan langsung memeluknya dengan erat.
"Gue pikir lu gak peduli lagi sama gue. Gue pikir lu gak peduli sama gue Fey" tubuhnya bergetar menahan tangis, Fey dapat merasakan itu. Perlahan ia menepuk punggung gadis itu untuk menenangkannya.
"Maafin gue harusnya gue gak bersikap kasar ke elu waktu itu."
Mendengar Dilona bicara dalam tangisnya membuat Fey susah menelan ludahnya sendiri. Bahkan ia ikut meneteskan beberapa tetesan air bening dari kedua pelupuk matanya yang sedikit sipit itu.
"Gue juga minta maaf. Dan makasih waktu itu lo udah nahan gue, mungkin gue bakal ngebunuh cewek sialan itu kalo lo gak ada."
"Harusnya lu jangan tinggalin gue Fey. Gue kaga bisa ngerusuh di kelas, gue juga kaga bisa makan bareng sama lu di kantin. Gue sendiri, kenapa lu tega ninggalin gue sendiri?"
Beberapa kali Dilona terisak dalam pelukan Fey. Kemudian, Fey memberi isyarat pada Rita melalui tangannya untuk meninggalkan mereka berdua dan Rita menyanggupinya dengan segera keluar dari ruangan.
"Gue tau lo kesulitan ga ada gue" balas Fey dengan sedikit tawa untuk menghibur sahabatnya itu.
"Harusnya gue lebih percaya sama lu. Ah sialan si brengsek itu" dengus Dilona meski sesekali ia sesegukan.
"Yang penting sekarang lo udah sadar sama ular yang ada di sekitar lo, gue ngerasa buruk sebagai sahabat lo karena gue gak bisa ngeyakinin lo"
"Hmm" Dilona melepas pelukannya. Ia menghusap pipinya yang basah akan air mata dan merapikan dandanannya yang benar benar berantakan.
"Tau dari mana gue ada di sini?""Alka yang ngasih tau gue. Selama ini gue bersusah payah mohon mohon ga jelas ke dia buat ngeyakini gue kalo lu udah di selingkuhi"
"Kenapa harus Alka?"
"Baik Sandi maupun Ogra, mereka kaga berguna sama sekali. Walopun mereka tau mereka gk mau bantuin. Bajingan!"
"Emang Alka tau?"
Fey mengangguk yakin mengucapkan: "Dia tau".
LANJUTIN GAK NIH?
COMMENT SAYAAAANGKUUUH😍😍😍
KAMU SEDANG MEMBACA
Dilona (Bukan Persinggahan)
Teen FictionHidup ini sama seperti terminal. Tempat persinggahan bagi orang yang ingin datang dan pergi, Dilona Sandrachia Ananda yang bertutur. Namanya secantik wajahnya namun, apakah kisahnya seberuntung anugrah kecantikannya?