Kalian percaya kalau seorang Almareta yang selalu pecicilan tanpa kenal tempat, bisa duduk anteng selama hampir tigapuluh menit?
Tidak?
Sama. Alma juga tidak percaya pada dirinya sendiri.
Tapi siapa sangka, Bintang bisa membuat hal yang sulit dipercaya itu jadi nyata. Sekarang, mereka sedang duduk berhadapan di bangku perpustakaan umum. Bintang yang sedari tadi mencoba fokus membaca buku mulai lelah dengan usahanya yang sia-sia. Gara-gara Alma yang menatapnya tanpa jeda, Bintang jadi gagal konsentrasi pada bacaannya.
Cowok itu meletakkan bukunya dengan kasar, membuat Alma yang meletakkan dagu ke meja jadi berjengit.
"Udah selesai ya?" tanya Alma dengan penuh harap. Jika dia duduk selama lima menit lagi, Alma bisa-bisa mati kebosanan.
"Lo nggak ada niat cari buku buat belajar?" Bintang mengabaikan pertanyaan Alma dan malah balik bertanya.
Alma hanya menggeleng dengan muka polos.
"Lo nggak belajar buat PAS bulan depan? Lo nggak lupa kan kalo salah satu kriteria cewek gue itu harus pinter?"
Alma mengerucutkan bibirnya. "Tapi kan gue udah bilang kalo gue bakal bikin lo suka sama gue dengan cara gue sendiri. Nggak peduli gue ini tipe lo atau bukan."
Bintang menghela napas. Sebenarnya dia tidak terlalu peduli apakah Alma akan belajar atau tidak, dia hanya ingin Alma punya kegiatan lain selain memandanginya.
Alma spontan berdiri saat melihat Bintang merapikan buku-bukunya dan beranjak dari duduknya, dan gara-gara berdiri mendadak sekarang kepalanya pening lagi. Alma perlu memejamkan mata sejenak untuk memulihkan pandangannya yang sempat menghitam. Saat ia kembali membuka mata, Bintang sudah tidak ada di hadapannya.
Cewek itu buru-buru Bintang menyusul keluar. Karena larinya yang tak terkendali, dia jadi susah berhenti. Alhasil dia menubruk punggung Bintang yang sedang berdiri di teras perpustakaan. Membuat cowok itu menatap tajam ke arahnya.
Awalnya, Alma senang saat berpikir Bintang berhenti untuk menunggunya. Tapi ternyata tidak, hujan deraslah alasan sebenarnya.
***
"Dingin ya?"
"Lumayan."
Alma menatap Bintang yang sekarang duduk di sofa ruang tamunya dengan baju yang cukup basah---tak jauh berbeda darinya. Gara-gara hujan yang akhir-akhir ini begitu rajin menyambangi bumi, Bintang harus terjebak di sini. Rumah Alma, yang Bintang masih bingung bagaimana mendeskripsikannya. Seperti istana, karena begitu megah atau pemakaman, karena begitu sepinya.
"Lo di rumah sendiri?" entah inisiatif darimana Bintang bertanya begitu.
"Iya."
"Nyokap bokap lo kemana?"
Alma tahu akan bermuara kemana pertanyaan-pertanyaan Bintang itu. Dan dia terlalu malas memberikan jawaban, kalau ujung yang dia temui adalah rasa kasihan. Makanya sekarang Alma mengalihkan pembicaraan. "Lo mau yang anget-anget nggak?"
Bintang tiba-tiba saja tidak bisa berpikir positif tentang pertanyaan Alma karena cewek itu bertanya sambil melepas satu per satu kancing seragamnya. Dan itu di lakukan di depan Bintang!
"Maksud---JANGAN DIBUKA DISINI! LO GILA YA?!"
"Basah tau."
Seolah tidak sadar dengan kegugupan Bintang, Alma terus saja membuka kancing seragamnya hingga memperlihatkan kaos berwarna kuning dengan gambar kucing. Oke, Bintang bisa bernapas lega. Bintang kira Alma sudah kelewat gila karena membuka baju di depannya. Syukurlah cewek itu masih punya sedikit kewarasam di otaknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Astrophile
Teen FictionAku bisa melihatmu tanpa mata Aku juga bisa mendengar suaramu tanpa telinga Bahkan, aku bisa menggenggammu hanya dengan udara. Jadi, mungkin saja aku bisa mencintaimu tanpa kamu balas dengan rasa yang sama. *** Alma tidak sedang meminta Bintang yang...