Bab 20 - Mendekat

205 26 17
                                    

Alma berjalan kembali ke kelas setelah pelukan dua menit dari Bintang terlepas. Sebenarnya masih butuh beberapa detik untuk menganggap itu pelukan selama dua menit—karena seolah baru saja sadar ia melakukan kesalahan, Bintang dengan cepat melepaskan pelukan mereka dan pergi tanpa sepatah kata.

Tapi Alma tak tersinggung karena itu. Sudah ia katakan kan? Bahkan jika pelukan Bintang hanyalah sebuah khayalan, ia tak keberatan.

Getaran ponsel di saku rok seragamnya, membuat Alma menghentikan langkah. Cewek itu buru-buru menerima panggilan dari Tante Asta. "Halo Tante?"

"Halo Alma, Tante cuma mau ngasih tau, kalo rapor kamu ada di Tante. Karena kamu tadi lama ke kamar mandinya, jadi Tante yang bawain. Nggak papa kan?"

Alma diam-diam meringis. Selama itukah dia keluar kelas, sampai melewatkan pembagian rapornya. "Oh nggak papa kok, Tan. Malah aku yang berterimakasih ke Tante. Sama maaf juga udah ngerepotin Tante."

"Nggak papa kok, Alma. Untung aja tadi wali kelas kamu tahu kalo kamu deket sama Rahel."

"Oh iya, Tante masih di kelas?"

"Ini Tante udah di perjalanan pulang. Daritadi ditelponin mulu sama Rahel. Tau kan semanja apa dia kalo sakit?"

Alma baru ingat, sahabatnya itu yang seharusnya hari ini menemani dia di sekolah, tapi batal karena sakit. Rahel yang sakit itu bayangkan saja dengan orang yang sudah malas hidup. Bahkan untuk sekedar mandi dan makanpun cewek itu enggan.

Alma terkekeh. "Yaudah, kalo gitu nanti aku kesana ya Tan."

"Tante tunggu ya."

Panggilan selesai. Kelas pasti sudah sepi dan Alma tidak meninggalkan apa-apa di kelas. Jadi Alma yang sudah sampai di lantai kelas sebelas memutuskan untuk memutar haluan dan pulang.

Cewek itu menuruni tangga sambil menelpon supirnya, meminta dijemput. Ia memyusuri koridor yang tampak lenggang karena siswa-siswa yang diliburkan.

Alma memilih duduk di bangku panjang yang ada di depan pos satpam selagi menunggu jemputan. Baru saja menunduk memainkan ponsel, sebuah panggilan membuatnya kembali mendongak.

Alma sontak tersenyum melihat siapa yang memanggilnya. Ia buru-buru berdiri dan menghampiri orang itu.

"Tante, apa kabar?" cewek itu menyalami wanita berkerudung di depannya.

"Baik, Alma."

"Tante dianterin Bintang?" tanya Alma basa-basi.

Bunda Bintang mengangguk. "Kamu kesini juga nganterin orangtua kamu?"

Alma menggeleng.

Bunda Bintang mengernyit, tapi tak lagi bertanya dan hanya mengangguk.

"Bintangnya mana Tante?"

"Oh tadi masih nemuin wali kelasnya."

Alma hanya mengangguk sambil membulatkan mulutnya. "Nungguinnya sambil duduk aja, Tante."

Mereka duduk berdampingan di bangku panjang pos satpam. Mereka berdua hanya saling diam. Bunda Bintang yang mungkin bingung bagaimana membuka percakapan dan Alma yang perlu berpikir berkali-kali hanya untuk mengucapkan sepatah kata. Alma merasa takut salah bicara di hadapan Bunda Bintang, mengingat tabiatnya yang bahkan mengumpat tidak kenal tempat.

Tapi untungnya tak berselang lama Bintang datang. Alma dan Bunda Bintang refleks berdiri.

Masih ingat? Senyum adalah sebuah keharusan untuk Alma saat bertemu Bintang. Ya walaupun Bintang tak memandang kearahnya sekalipun.

Astrophile Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang