3. Talk about

243 38 1
                                    

Tidak ada yang mampu menghentikan langkahnya. Seakan tuli dengan suara-suara yang menggema di telinganya. Genggaman pergelangan tangan yang erat tidak akan di biarkan terlepas begitu saja. Tidak peduli dengan si pemilik tangan yang terus meronta-ronta meminta di lepaskan.

Namjoon berhasil membawa Soyeon pergi dari tempat gelap yang mungkin bisa menghabisi nyawa gadis yang sedang ia genggam tangannya. Tidak dibiarkan berkutik sedikitpun. Ia terus melangkah menuju tempat yang sudah menjadi markas kesehariaannya.

NJ Group

Hanya itu yang sempat Soyeon lihat pada papan nama perusahaan yang begitu besar. Matanya sempat melebar ketika melihat nama perusahaan besar tersebut. Namun, tidak lama kemudian tangannya kembali di tarik oleh pria yang berhasil membawanya kabur setelah mencoba bunuh diri.

Melewati lorong gelap, menaiki beberapa anak tangga hingga memasuki lift. Ia tidak yakin ada di lantai berapa sekarang. Jangankan bertanya, berbicara pun enggan dengan pria di sebelahnya. Lebih tepatnya sangat takut untuk mengeluarkan suara.

Namjoon mulai membuka pintu ruangan secara perlahan. Ia menghembuskan nafas lega setelah berhasil pergi dari tempat mengerikan tadi. Ia merebahkan tubuhnya di atas sofa, melepaskan seluruh rasa lelahnya.

Lupa dengan kehadiran sang gadis yang masih berdiri mematung di depan pintu. Matanya menelisik setiap sudut ruangan. Dinding yang di dominasi dengan warna putih dan beberapa pajangan unik dan aneh.
Seperti ruang kantor namun juga seperti museum benda-benda kuno. Aneh dan unik.

"Duduklah Soyeon"

Ucapan Namjoon berhasil membuat Soyeon melangkah mundur. Ia kaget dengan suara berat Namjoon yang tiba-tiba.

"K-kenapa tuan membawa ku kesini? T-tolong jangan sakiti aku lagi, kumohon"

Namjoon menyerngit kembali menegakan tubuhnya yang semula berbaring.

"Lagi? memang aku pernah menyakiti mu?"

Namjoon bertanya dengan serius. Ia masih tidak paham dengan ucapan gadis berpakaian lusuh di depannya.

"B-bukan tuan.. A-aku hanya takut jika--"

"Soyeon-ahh.. Duduklah dulu, tenangkan dirimu. Aku tidak akan menyakitimu. Jika kau ingin teh hangat, akan ku buatkan sekarang"

Dengan sigap Soyeon langsung menggelengkan kepalanya, melambaikan tangan ke arah Namjoon. Bukan itu yang dia maksud. Dia sama sekali tidak ingin teh hangat. Hanya saja Soyeon masih penasaran, apa tujuannya di bawa ke tempat sebesar ini.

Soyeon perlahan duduk di sofa seberang Namjoon dengan berbatasan meja kaca yang mengkilap. Yang ia rasakan hanya rasa perih di beberapa bagian tubuhnya. Tidak ada lagi yang bisa menahan air matanya agar tidak mengalir. Terlalu sakit jika di ingat kembali.

"Kau menangis? Ada apa? Apa aku berbuat salah?"

Namjoon panik dan langsung berdiri dari tempat duduknya. Menghampiri Soyeon, berlutut mencoba menenangkan gadis yang terisak dalam tangisnya. Jelas sekali, Namjoon melihat beberapa luka lebam di area leher dan pipinya. Namjoon berpikir keras dengan apa yang dilihatnya. Terlebih saat melihat Soyeon yang menangis sambil memegangi perutnya. Ada yang tidak beres, pikir Namjoon.

"Siapa yang menyakitimu hingga seperti ini?"

Soyeon mengangkat wajahnya mendengar penuturan Namjoon. Ia tahu betul apa yang dimaksud Namjoon. Dapat dipastikan, Namjoon pasti sudah melihat luka lebamnya. Ia merutuki dirinya karena tidak memakai slayer dan masker.

Soyeon hanya menggeleng sebagai jawaban. Ia takut menjawab. Terlalu takut untuk mengatakan siapa yang melakukan itu padanya.

"Katakan saja padaku. Siapa orang brengsek yang melakukan hal sekeji ini pada seorang gadis? Perlu aku habisi dia? Atau aku kirim seluruh orang suruhanku untuk membun--"

Marry Me? [Kim Namjoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang