13. Recognition

109 19 2
                                    

Katanya kalau berteman jangan terlalu mudah percaya, apalagi kalau sedang jatuh cinta. Semakin cepat hatimu di taklukan maka semakin cepat pula kau masuk ke dalam lubang kelam yang penuh goresan.

Pikiran Soyeon saat ini terlewat kacau setelah melihat bagaimana sifat Taehyung yang sebenarnya. Entahlah dia kalau dengan Namjoon sifatnya masih abu-abu.

Karena selama ini Namjoon yang sering membantunya. Namjoon yang sering mengurusnya. Namjoon pula yang sering menenangkannya.

Namun tidak dapat dipungkiri juga, biasanya sifat kakak dan adik itu tidak jauh berbeda. Namjoon juga sedang menjalankan rencananya.

Disinilah Soyoen merenung. Mereka berdua sedang merencankan sesuatu bersama untuk menyingkirkannya. Tapi anehnya, Namjoon bahkan tidak tau hal yang terjadi sebenarnya? Namjoon tidak tau bagaimana kronologi persis terkait kematian kakaknya? Itu artinya ini rencana yang dijalankan dengan rencana yang lainnya. Atau mungkin saja Namjoon hanya pura-pura bodoh sekarang.

Brengsek. Kim Taehyung benar-benar brengsek. Terlebih dengan alat perekan yang Taehyung bawa sekarang.

"Apa maksudnya ini"

Namjoon bertanya terlewat dingin, emosinya sudah meluap namun ia tahan.

"Jelaskan sialan" lanjut Namjoon kepada sang adik.

Taehyung hanya tersenyum pahit. Tidak ada rasa takut sedikitpun. Kakaknya benar-benar menjadi bodoh di saat-saat seperti ini. Bagaimana bisa ia datang ke tenpat ini tanpa persiapan yang matang.

"Aku yang akan menjelaskannya terlebih dahulu" potong Soyeon yang langsung di susul oleh alat perekam suara yang mulai menyala. Soyeon tidak ingin Taehyung yang mendahuluinya.

Awalnya hanya suara kendaraan berlalu lalang yang terengar. Barulah di detik berikutnya, suara berat seorang pria mulai mengambil alih suara.

"Bagaimana? Berhasil?"

"Tentu tuan, sekarang aku butuh bayaranku"

"Tidak sekarang. Nanti jika sudah ada kabar persis seperti yang aku mau, akan ku kirimkan dua kali lipat padamu. Sekarang pergi dan terus pantau semuanya"

"Satu lagi, jangan sampai korbannya--"

Perekamnya tiba-tiba berhenti, sebuah kalimat yang belum sempat terekam membuat Soyeon frustasi. Harusnya alat perekam itu merekam segala sesuatu yang dibicarakan.

Soyeon bahkan baru pertama mendengarkan semenjak ibunya memberikan alat tersebut sebagai barang bukti. Sebenernya cukup bisa diandalkan tapi disisi lain juga belum tentu dapat disimpulkan.

"Oo.. Hanya itu?"
Taehyung bertanya--menaikkan salah satu alisnya remeh.

"Katakan apa yang sebenarnya kalian inginkan" ucap Soyeon dengan penuh kobaman amarah di matanya.

"Apa aku pernah meminta sesuatu padamu? Atau bahkan memerasmu? Katakan Soyeon, apakah aku seburuk itu di matamu?"

Namjoon menjawab dengan wajah datar kian santai. Kecerdasan dan jiwa misteriusnya beraksi sekarang.

Soyeon memutar bola matanya setelah mendengar ucapan laki-laki jakung di depannya.

"Kau pikir aku bodoh? Kau memang seperti tidak menginginkan sesuatu dariku tapi kau terlihat sedang mengincar sesuatu dari keluarga ku"

"Gadis manis, dengarkan aku. Disini bukan kami yang mengincar keluargamu tapi keluargamu yang sedang mengincarmu. Bagaimana? Cukup menarik?" Taehyung mengembangkan senyumannya setelah puas dengan rentetan kalimat sarkastiknya.

Marry Me? [Kim Namjoon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang