Enam Belas

65 5 0
                                    

Lebih baik berbicara dengan seribu orang bodoh. Daripada berbicara dengan satu orang keras kepala.

Happy Reading❤

Lomba terakhir di hari ini yaitu basket. Hafiz ikut serta dalam lomba itu. Juga Dico. Kebetulan tim mereka saling beradu.

"La lo serius nggak mau liat Dico dan Kak Hafiz main?", tanya Rachel meyakinkan.

"Iya. Gue mau rebahan di kelas. Di sana kan adem ada AC nya", ujar Aila lalu meneguk air mineralnya yang tinggal separuh sampai habis.

"Beneran? Nanti nyesel loh nggak liat dua cowok yang selama ini ngrebutin elo", kini giliran Grace yang mulai memengaruhinya.

"Nggak ada untungnya juga nontonin mereka", ujar Aila.

"Lo kan utang budi sama mereka. Soalnya mereka kemaren nyemangatin elo", ucap Grace lagi.

"Gue nggak nyuruh mereka buat nyemangatin gue kan? Jadi buat apa gue balas budi", ucap Aila sinis.

Grace dan Rachel menghembuskan nafas berat. Ternyata susah ngomong sama orang yang keras kepala.

"Ya udah deh. Serah lo. Awas aja lo kalo nyesel", ujar Rachel. "Yuk Grace", lanjutnya seraya menggandeng tangan Grace. 

"Nggak bakal nyesel!", teriak Aila ketika mereka berdua meninggalkannya di kantin.

Aila memutuskan untuk kembali ke kelasnya. Sendirian di kantin kek orang ilang, pikirnya. Ketika ia sampai di koridor dekat lapangan basket, suara penonton lomba ini mengalahkan stadion sepak bola. Ia menoleh ke arah lapangan dengan kaki yang terus berjalan.

Tanpa diduga sebelumnya, kepala Aila menabrak sebuah dada bidang dan tegap milik seseorang.

"Aduhh!! kalo jalan tuh pake mata!", bentak Aila pada orang itu.

Lelaki tersebut sangat heran. Kenapa malah Aila yang marah-marah padahal kan dia sendiri yang salah. Tak mau memperpanjang masalah, cowok itu pergi meninggalkan Aila.

"Woy! Main nylonong aja lo!", teriak Aila.

"Awas aja lo sampek ketemu gue lagi. Gue giling elo buat dijadiin bakso!", ujarnya lagi. Sementara cowok bernama Rian Adi Wirawan kelas l0 itu bergidik ngeri mendengar ancaman dari Aila.

Aila kembali fokus pada lapangan basket. Ia kaget karena tiba-tiba ia melihat Dico sedang melambaikan tangan ke arahnya, sambil senyum pula. Sedangkan Aila jadi merinding sendiri. Ia segera berjalan dengan cepat menuju kelasnya yang masih jauh.

***

"Aila! Bangun woy!", teriak seorang cewek yang mulutnya seperti toa masjid. Aila menggeliat sebentar, lalu tidur lagi.

"Etdah ni bocah", ujar Grace.

"Woy! Lo mau pulang kagak? Apa lo mau nginep di sini?", tanya Rachel.

"Iya gue mau nginep di sini. Udah ah sana lo berdua pulang! Ganggu orang tidur aja", ujar Aila kesal dengan mata yang masih tertutup rapat.

"Ya udah ni kita tinggal ya. Awas loh di kelas ini ada penunggunya", ujar Rachel menakut-nakuti Aila.

"Bodo amat. Gue nggak takut", ujar Aila sok berani. Padahal ia takut sama yang begituan.

"Oke kalo gitu. Bye", ujar mereka berdua hampir bersamaan. Kemudian mereka pulang, meninggalkan Aila seorang diri.
Sedangkan Aila melanjutkan tidurnya.

5 menit kemudian...

Brak!

Aila terkejut dan segera membuka matanya. Ia melihat ke arah pintu yang tertutup. Ia yakin ini pasti kerjaan kedua sahabatnya itu.

"Chel, Grace. Gue tau, ini kerjaan kalian kan?", tanya Aila dengan suara keras. Namun tidak ada yang menyahut.

"Kenapa di–"

Grekk

Kursi di depannya bergerak sendiri. Papan tulis pun begitu.

"Kenapa kelas jadi mendadak horor gini sih!", gumamnya.

Tiba-tiba seperti ada yang membisikkan sesuatu ke telinganya.

"Berc--ccandaan kk-kalian nggak luccu!", ujar Aila gemetar. Bulu kuduknya berdiri. Ia memejamkan matanya. Keringat dingin bercucuran di dahi dan juga leher.

Ia berjalan mundur menuju sudut ruangan dan duduk di situ. Aila duduk dengan lutut ditekuk dan mnyembunyikan wajahnya di antara dua lututnya.

Brukk

Gambar peta terjatuh dari tempatnya. Aila meremas ujung roknya. Ia merasa ada yang duduk di sampingnya. Perlahan ia mengangkat wajahnya dan menoleh ke samping.

"Aaaaaaa!!!", teriaknya setelah melihat sosok di sampingnya. Seorang wanita berseragam SMA ini, rambut panjang dan berantakan serta kulitnya yang putih seperti mayat. Aila segera berlari menuju pintu. Dengan tangan gemetar ia mendorong ke bawah gagang pintu tersebut. Namun pintu terkunci.

Ia menoleh ke belakang. Dan alangkah terkejutnya dia, melihat sosok wanita tadi berjalan ke arahnya. Ia mencoba membuka pintu berkali kali dan usaha terakhir berhasil. Ia segera berlari menyusuri koridor yang sepi bak kuburan. Aila tidak menyadari bahwa tali sepatunya lepas. Akibatnya ia menginjak tali sepatunya sendiri dan terjatuh.

Gedebug!

"Awww", ringisnya sambil memegang jidat dan lututnya yang meyentuh lantai. Ia membuka matanya kemudian bernafas lega.

"Untung cuma mimpi", ujarnya sambil mengelus dadanya. Ia mengelap peluh yang membasahi pelipisnya. Kemudian berdiri dan memakai tas punggung warna tosca nya.

Aila melihat jam yang sudah menunjukkan pukul setengah 4 sore. Sedangkan jam pulang pukul setengah 3. Ada banyak sekali panggilan tak terjawab dari Rama. Ia segera meneleponnya balik supaya kakaknya tidak mencarinya kemana mana.

"Halo La. Lo di mana jam segini belom balik?", tanya Rama. Ada nada cemas di dalamnya.

"Aila tadi ketiduran di kelas. Ini baru bangun", jawabnya sambil berjalan keluar kelas.

"Astaghfirullah, terus lo mau pulang lewat mana? Jam segini gerbang udah ditutup", ucap Rama.

"Manjat lah", jawab Aila santai.

"Ya udah. Gue otw", ujarnya.

"Kemana?", tanya Aila kebingungan.

"Ke Jonggol. Ya jemput lo lah", ucap Rama gregetan.

"Hhh iya. Gue mau manjat dulu. Bye", ujar Aila lalu menutup sambungan telepon.

Setelah memasukkan ponsel ke dalam tasnya, ia mulai memanjat gerbang yang tidak terlalu tinggi itu. Untung dia tidak membawa kendaraan. Kalau bawa, gimana dia mau keluarnya. Masa iya motor atau mobilnya diangkat. Kan nggak lucu.

Setelah berhasil melewati gerbang itu, ia menunggu abangnya di halte, biar nggak kepanasan. Di seberang halte ada rombongan anak SMA BB maupun sekolah lain sedamg nongkrong. Beberapa kali ia disiuli cowok cowok itu. Bahkan ada yang menawarinya pulang bareng. Ya jelas Aila nolak lah. Muka mereka yang menggodainya saja di bawah KKM.

Setelah beberapa menit menunggu, Rama akhirnya sampai di depannya memgendarai motor sport hijau miliknya. Ketika Aila hendak menaiki motor tersebut, Rama menghentikan aksinya. Aila heran lalu mengerutkan dahinya.

"Itu jidat lo kenapa?", tanya Rama. Aila meraba raba jidatnya yang benjol.

"Oh ini. Tadi gue mimpi dikejar kejar hantu, terus jatoh", tutur Aila.

"Haha sukurin. Makanya kalo udah jam pulang itu ya pulang. Ini malah tidur di kelas nyampe sejam lagi", ujar Rama panjang lebar.

"Gue kan capek", jawab Aila.

"Iya iya. Cepetan naik. Abis ini lo mandi, bau lo udah kek sampah", ujar Rama.

"Issh", ucap Aila sambil mencubit lengan kakaknya.

----Tbc----



A I L A🍃 [New Version]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang