Part 4

234K 20.1K 2.5K
                                    

Happy Reading

Diruang tengah sekarang Viona berada. Dan dihadapannya ada tiga orang yang sedang menatapnya tajam. Tatapan intimidasi, membuat Viona tidak berani untuk menatapnya. Dia hanya mampu menunduk dalam sembari memilin ujung piyamanya.

Kain kasa masih setia menghiasi keningnya, lukanya pun masih terasa ngilu. Tapi ketiga orang dihadapannya tidak memberikan waktu untuk Viona menenangkan diri misalnya?

"Jadi bisa kamu jelaskan kenapa kening kamu sampe sobek?" Dirga yang pertama berbicara. Nada bicaranya terdengar dingin.

Viona masih setia menunduk. Bingung harus menjawab apa. Tiba-tiba tenggorokannya terasa kering. "Viona kepleset," gumam Viona pelan.

"Iya Ayah tau, tapi masa tiba-tiba kamu kepleset. Dan ini bukan kali pertama kamu luka-luka gini,"
Viona masih terdiam kemudian pandangannya bertemu dengan manik mata Revan.

"Viona lagi belajar dance," cengir Viona. "Jadi siapa tahu kan Blackpink mau rekrut anggota baru, terus nanti Viona bisa daftar." Lanjutnya lagi, ia menggigit kuat bibir dalamnya.

Revan mendengus kesal. "Bisa gak sih lo gak ceroboh?!" Kini giliran Revan yang berbicara.

"Kami semua khawatir sama kamu Vi," tambah Airin. "Kalo terjadi apa-apa sama kamu gimana? Lain kali jangan ceroboh sayang," gumam Airin dengan suara yang sedikit serak.

"Bunda..." Lirih Viona merasa bersalah. Dia tidak ada sedikitpun niat untuk membuat Bundanya khawatir apalagi sedih.

Viona menghambur ke pelukan Bundanya, menangis didalam dekapan Bundanya. Entah kenapa melihat Bundanya hampir meneteskan air mata membuat dada Viona rasanya sesak.

"Vio minta maaf. Vio janji gak akan ngulangin lagi, gak akan loncat-loncat dikamar mandi. Serius." Kata Viona sembari menghapus air mata sang Bunda.

"Gak akan-gak akan. Udah berapa kali lo luka-luka gini?" Desis Revan tajam.

Tadi ketika Revan memasuki kamar Viona berniat untuk menyuruh dia turun untuk makan malam. Ia mendapati Viona yang masih memakai bathrobe dengan darah yang keluar dari dahinya. Revan kalut, ia khawatir. Otak dia blank tidak bisa berpikir apapun, yang bisa ia lakukan hanya memanggil Ayah dan Bundanya.

Bercak darah sudah berceceran dimana-mana. Revan marah, tentu saja. Kenapa Viona diam saja? Tidak meminta tolong kepadanya padahal kamar dia dengan Viona bersebelahan. Dan yang membuat Revan semakin marah adalah dalam keadaan seperti ini Viona bisa-bisanya masih tersenyum.

Dirga buru-buru menghubungi dokter. Dan beruntung dokter bilang luka Viona tidak harus dijahit, meskipun lukanya lumayan dalam.

"Jangan diulangi lagi. Bunda khawatir Vio, terus jangan lama-lama dikamar mandi pamali," kata Airin yang langsung diangguki oleh Viona.

"Siap bos!"

***

Viona kaget ketika mendapati Revan berada di kamarnya ia sedang duduk dimeja belajar Viona. Menatapnya datar sembari menyilangkan tangannya didepan dada. Viona menatap Revan sambil tersenyum kikuk.

"Besok-besok mau apanya lagi yang luka?" Tanya Revan dingin.

"Kaki udah, tangan udah, kening sekarang udah. Mau apa lagi?" Lanjutnya lagi.

Viona menelan ludahnya dengan kasar. Tidak berani menatap Revan, ia hanya mampu menunduk.

"Maaf." Cicit Viona.

"Bisa kurangin ha.lu lo itu dikit?"

"Nggak."

"Ilangin kebiasaan buruk lo itu!"

REVANOTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang