Chapter 2

2K 114 0
                                    

“Jangan bahas tentang pernikahan gilamu itu lagi. Aku ingin tidur dengan tenang malam ini,” himbau Jay, dia mengancingkan tiga anak kancing bagian atas kemejanya yang terbuka.

“Sabtu ini, jangan lupa kau juga harus membuat alasan pada keluargamu.”

“Apa katamu? Kau tidak dengar aku baru saja melarangmu membahasnya, Ava?”

“Aku dengar. Tapi aku perlu mengingatkanmu. Apa kau lupa? Setiap akhir pekan Ibumu selalu meminta kita datang berkunjung.” Kulangkahkan kakiku ke dapur, aku tahu, Jay mengikuti.

“Akhir pekan aku ingin istirahat di rumah. Dua hari libur itu aku benar-benar akan istirahat karena aku lelah, jadi kau rencanakan kembali. Lakukan di hari kerja saja.”

Aku berbalik, berkacak pinggang. “Dengar, aku juga bisa dengan tidak sabar memberitahu Kakek Hamlet tentang perselingkuhanmu. Itu yang kau mau?”

“Ah, kau ini ... benar-benar berengsek!” umpat Jay, dia meradang, mungkin jika kedua mataku bukan mata biasa, aku bisa melihat api keluar dari ubun-ubunnya.

“Cepat atur semuanya, suamiku yang tidak kalah berengsek. Jangan ada kesalahan atau kau akan tahu akibatnya,” ancamku. Saat berbalik, aku tahu Jay selalu berhasil mengacungkan jari tengahnya padaku.

“Baiklah. Jika itu yang kau inginkan. Tapi apa kau tidak terlalu kejam dengan hanya menyediakan waktumu tiga hari dalam seminggu untuk bersama suami pertamamu?” Jay sudah menghampiriku, merebut gelas berisi jus melon dari tanganku.

“Kau protes? Merasa tidak adil?” Aku mencibir, memandangnya dengan tatapan menghina.

Jay tertawa, sangat keras hingga kurasa terlihat dibuat-buat, terlalu dipaksakan.

“Aku hanya bertanya. Bukannya protes, apalagi merasa tidak adil. Aku tidak butuh waktumu, Ava. Toh, selama seminggu penuh, aku hanya pulang sesekali. Itupun ... kau tahu kan? Cuma untuk menumpang tidur.” Jay meletakkan gelas dengan menimbulkan suara yang cukup keras di atas meja kayu jati. Kupikir gelas itu bisa retak dan pecah kapan saja oleh tangan si berengsek ini.

“Hmm, baguslah. Itu yang kuinginkan. Apa perlu aku merubahnya menjadi hanya satu atau dua hari saja dalam seminggu?”

Jay yang bersiap pergi, berhenti melangkah. Berbalik menghampiriku. Menatapku seolah dia akan membunuhku saat ini juga.

“Dengar, Ava. Kau sudah merasa sangat menang karena memiliki kunci kelemahanku. Tapi jangan mengira kau bisa menyalahi aturanku. Aku masih suamimu. Ingat, aku suami pertamamu, aku memiliki hak penuh atas dirimu. Jadi lakukanlah sesuai isi surat perjanjian yang kau buat. Jangan menambah atau menguranginya lagi. Sekali lagi aku juga coba mengingatkanmu, kita punya dua keluarga besar, pikirkan mereka!”

Jay berlalu, dan aku tahu dia sedang sangat kesal karena aku menggunakan perselingkuhannya sebagai senjata utamaku untuk mendapatkan apapun yang kuinginkan, mulai saat ini.

Tapi setidaknya, aku senang. Memiliki cinta yang besar untuk Neil. Tidak masalah jika harus bersabar berada satu atap dengan si gila berengsek ini selama tiga hari dalam seminggu. Lagipula, aku sengaja meletakkan hari senin, selasa, dan rabu untuk Jay, lalu sisanya, aku bisa terus berada dalam pelukan hangat Neil yang kupuja.

***

“Buka pintunya!”

Aku tersentak di saat kedua mataku sudah hampir sepenuhnya tertutup. Dasar Jay sialan!

“Ada apa?” Aku balik berteriak, tanpa berniat bangun, apalagi membuka pintu untuknya.

“Penghangat kamarku rusak! Aku tidak bisa tidur di cuaca sedingin ini. Cepat buka!” Jay berteriak nyaring, persis penagih sewa rumah yang murka.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐕𝐀𝐋𝐄𝐍𝐂𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang