Chapter 15

487 40 0
                                    

“Kakek, maaf ... tapi tidak ada yang seperti itu,” kata Jay, mencegahku membantah dengan menggenggam erat tanganku di bawah meja, “Ava tidak mandul, aku menjamin untuk hal itu.”

“Lalu bagaimana denganmu? Apa kau juga begitu?” Kakek Hamlet menilai dengan ujung matanya, tampak meremahkan sang Cucu.

“Tentu saja, aku juga sehat.” Jay bersikeras.

Sungguh, apa tes kesuburan itu perlu pada kami yang tidak pernah menghargai arti dari pernikahan itu sendiri? Apakah boleh aku mengandung Anak Jay sementara tidak ada dari kami berdua yang bisa menjadi contoh teladan untuk Anak kami nanti?

“Lalu kenapa harus takut saat kami meminta kalian untuk melakukan tes kesuburan?” Kakekku menatap penuh curiga. “Lakukan saja, jadi kita semua yang ada di sini tahu, berlega hati dan bisa memikirkan jalan keluar dari hasil yang kalian dapatkan.”

Melepaskan genggaman Jay di bawah sana, aku meletakkan kedua tanganku terlipat lurus di atas meja. “Apa jika ada salah satu dari kami yang mandul, maka itu artinya kami harus berpisah atau bercerai?” tanyaku yang langsung disambut tatapan terkejut dari Ayah Ibuku dan Ayah Ibu Jay.

Tapi kedua Kakek kami justru saling pandang sejenak, seolah alam pikiran mereka saling terhubung dan berkomunikasi.

“Tidak ada perceraian di antara kalian selama kami masih hidup, sayang.” Kakek Hamlet tersenyum lembut, menggeleng pelan.

“Kau ini, jaga bicaramu!” Sekarang Kakek membentakku. “Lihat bagaimana dua keluarga ini bertahan. Kedua orang tua kalian contohnya. Mereka baik-baik saja bersama setelah puluhan tahun berlalu.”

Aku terdiam dengan kesedihan karena harapan untuk bercerai dan hidup bebas serta nyaman bersama Neil, pupus sudah. Hancur bersama impianku yang lain.

“Jadi lakukan tes kesuburan. Jangan keras kepala dan membantah. Sudah saatnya kalian berusaha untuk lebih baik lagi.”

“Jika kami tetap tidak bisa memberikan cucu, apakah Kakek dan Kakek Hamlet meminta Jay untuk menikah lagi?”

Hening. Seolah pertanyaanku seperti mengandung unsur yang dilarang untuk ditanyakan.

Kulirik Ibu yang mengernyit, dan memberi isyarat dari bibirnya yang berkomat-kamit memintaku berhenti bertanya.

Aku berpura-pura tak paham dan memilih menunggu jawaban para tetua.

Diriku sejenak terkejut, tapi tidak peduli pada telapak tangan Jay yang mulai meremas paha kiriku dengan geram. Kutahan diri dari rasa ingin menampar wajahnya.

“Jika itu yang diinginkan Jay, silakan saja. Tapi kusarankan untuk tidak melakukannya, pria tampan.” Kakek Hamlet melirik dengan senyum ke arahnya.

“Aku tidak akan pernah meminta Jay apalagi menyetujui keinginannya untuk menikah lagi dan meninggalkan cucuku seorang diri,” sambung Kakek, “masih ada cara lain jika masalah ini berakhir pada jalan buntu.”

Aku seakan menangis di dalam hati mendengarnya. Andai Kakek tahu, betapa ingin aku bercerai dari Jay dan hidup jauh selamanya dari pria ini. Menjauhi Jay, sama dengan menghindari masalah.

Andai saja keadaan berbalik, aku sungguh akan menjadi Cucu dan Anak berbakti, selama Neil terus di sisiku, tampak nyata dan tidak kusembunyikan.

“Baiklah. Aku sudah selesai bicara. Maaf, mengumpulkan kalian semua di akhir pekan seperti ini.” Kakek Hamlet mengedar pandangan. Para Ayah dan Ibu hanya mengangguk dan menjawab dengan basa-basi.

“Jay dan Ava, kalian menginaplah dua hari di sini.” Perintah Kakekku membuat tubuhku lemas seketika.

“Baik, Kakek.” Jay mengangguk. Tidak meminta pendapatku, tangannya masih di atas paha sebelah kiriku.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐕𝐀𝐋𝐄𝐍𝐂𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang