Chapter 19

442 38 0
                                    

“Apa?” Aku tertawa tidak percaya. Lelucon macam apa itu? “Maksudnya, mungkin dia kagum padaku karena ....” Mendadak aku berhenti bicara. Tidak mungkin kukatakan padanya jika tadi Nathan melihatku bercumbu panas dengan Jay di toilet.

“Karena apa?” Neil menunggu, jelas penasaran.

“Karena ... mungkin aneh melihatku dengan gerak tidak teratur seperti tadi di lantai dansa,” dalihku.

“Bukannya kagum?” Neil mengingatkan. “Kau sama sekali tidak melakukan gerakan aneh di lantai dansa, sayang.”

Aku hampir lupa, pria ini tidak mudah melupakan karena selalu menyimak setiap apa yang kubicarakan, walau hal sekecil apapun.

Dia pantas mendapat julukan pendengar yang baik. Itu berarti, bertambah lagi daftar ketidak pantasanku bersanding dengannya.

Benar-benar pria sempurna, tapi tipikal yang menutup diri. Tega sekali mantan kekasihnya menghancurkan perasaan dan cinta tulus serta murni milik Neil.

Ah, sudahlah. Dia menyia-nyiakan seseorang yang berharga, dan aku yang akan membahagiakan Neil seumur hidup.

Akan kubuat wanita itu menyesal jika suatu saat kami memiliki kesempatan untuk bertemu. Akan kutunjukkan padanya, bahwa Neil juga pantas bahagia. Terutama bahagia bersamaku.

“Apa tadi aku berkata begitu?” tanyaku canggung, berpura-pura serius.

Neil tertawa. “Sudahlah. Lupakan saja,” ucap Neil, mengusap wajahku, “yang jelas, Nathan memang tertarik padamu meski sudah kukatakan kau istri dari Jayden Martin.”

Senyum yang tadi kuperuntukkan untuknya berangsur-angsur terganti dengan wajah bingung. “Ini serius, Neil?”

“Hmm ... entahlah, Nathan hampir tidak pernah menceritakan padaku tentang masalahnya dengan para wanita. Setahun lalu, yang kulihat, dia memiliki seorang kekasih.”

“Ah, mungkin maksudmu, dia hanya tertarik padaku. Bukan dalam artian khusus.” Kusandarkan kepalaku di bahunya. Kenapa pertemuan singkat ini harus menjadi kacau dengan membahas Nathan?

“Apa aku seharusnya berbagi rahasia ini dengan Nathan?”

Kepalaku seketika tegak di samping Neil. “Rahasia kita maksudmu?”

Neil menggeleng, “Tidak, aku hanya bercanda. Aku rasa belum saatnya.”

Aku bernapas lega untuk itu. Bukan tidak percaya, tapi aku tidak begitu mengenal siapa Nathan Lewis Harrison.

Bisa saja dia tidak seperti yang kuduga. Meski bersaudara, banyak hubungan rumit antara saudara sedarah seiring bertambahnya usia.

Kami masih saling bermanja santai ketika ponsel Neil berdering, dan aku kembali menggerutu dalam hati. Ada saja pengganggu untuk kami yang masih pengantin baru.

“Ya halo? Aku? Aku sedang bertemu teman di luar. Ah, iya iya baiklah ... aku akan segera kembali.” Neil mengakhiri panggilan, langsung menoleh padaku dan jelas melihat wajahku yang tertekuk.

"Viona dan yang lain ingin berfoto bersama. Ayo, kita harus kembali.” Neil berdiri, mengulurkan tangannya untuk membantuku bangkit.

“Tapi kau harus menerima ini sebelum pergi,” kataku seraya berjinjit untuk mendaratkan bibirku sekilas padanya.

Neil membalas singkat, tersenyum senang dan menggenggam tanganku.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐕𝐀𝐋𝐄𝐍𝐂𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang