Chapter 14

493 36 0
                                    

Sekarang aku sudah berada di dalam pesawat menuju rumah. Aku pulang tanpa Neil.

Dia hanya mengantarkanku sampai bandara, dan kembali ke penginapan karena ingin menghabiskan waktu sampai hari ini berakhir bersama Trisa.

Aku tahu dia kecewa. Sangat kecewa padaku meski akupun berpura-pura tidak mengetahui seperti apa perasaannya.

Tadi, Neil berkata padaku bahwa tidak masalah jika aku belum siap. Dia menganggapku mungkin belum bisa beradaptasi dari tubuh Jay berpindah ke tubuhnya.

Walau aku bersikeras akan berusaha untuk tidak melakukannya lagi bersama Jay, Neil memilih untuk tetap pada pendiriannya.

“Tidak ada yang berubah dariku, Bia. Cintaku tidak akan hilang begitu saja karena urusan ranjang. Kita akan kembali mencobanya ketika kau siap dan tidak merasa terbebani lagi.”

Itu ucapan Neil yang terus berputar-putar di kepalaku sampai aku tidak sadar bahwa perjalanan lebih dari satu jam-ku sudah berakhir.

Jay mengirimi pesan sejak aku masih di penginapan, bahwa dia akan datang menjemput ke bandara saat aku tiba.

Benar saja, Jay sudah berdiri melipat kedua tangan di depan dada sambil menatapku lekat-lekat. Tidak ada senyum di wajahnya. Jauh sekali berbeda dengan sikap riangnya di telepon tadi.

Jay mendekat dan mengambil alih pegangan koper kecilku ke tangannya. “Kakekmu sedang marah besar,” kata Jay, serius.

Aku pura-pura tidak peduli. Kakekku memang sering marah daripada Kakek Hamlet. Dia pria tua yang masih sehat dan kuat untuk berteriak padaku jika ada perkataannya yang berani kubantah.

“Karena aku?”

“Karena kita.”

Aku menoleh, menatap Jay dengan tatapan tidak percaya. Bagaimana mungkin Kakekku marah pada menantu pertama yang begitu disukainya ini?

“Jay ... bicaralah yang jelas.” Kulihat Jay menarik koper ke belakang mobil, aku mengikutinya. “Kau tidak ingin bicara?”

“Kau akan dengar sendiri saat bertemu seluruh keluarga, Ava.”

Mengepalkan tangan dengan hati kesal, aku membuka pintu mobil, masuk dan membantingnya saat menutup.

“Kau kesal?” Jay sudah duduk di balik kemudi.

“Tidak perlu bicara padaku, Jay!” Marah, aku menarik sabuk pengaman dengan kasar.

“Jangan kekanakan.” Kurasakan tangan Jay terulur untuk membantuku. “Berita baiknya, Ibumu percaya padaku. Aku berhasil meyakinkannya.” Wajah Jay cukup dekat karena dia sedang membantuku memasang sabuk pengaman.

Kupalingkan wajahku dari tatapannya, aku berdeham. “Baguslah.”

Sunyi, tidak ada lagi percakapan apapun selama empat belas menit yang terasa percuma.

Aku bersedih ketika mengingat Neil yang mungkin saat ini, sedang menikmati jalanan pedesaan menuju danau tempat tujuan kami.

Sebenarnya, aku sudah menyiapkan dua rencana besar hingga sore hari.

Berawal dari pagi hingga siang hari, kami akan bercinta tanpa gangguan. Lalu sore harinya sebelum kembali pulang, kami akan menikmati langit sore di pinggir danau.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐕𝐀𝐋𝐄𝐍𝐂𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang