Chapter 24

578 36 2
                                    

“Hai, sayang.” Neil menyapaku dan menyambut dengan senyum lembut seperti biasanya.

Aku melirik Jay. Raut wajahnya tanpa ekspresi. Datar dan tidak dapat kutebak.

“Duduklah, Neil.” Aku mendekatinya, dan Neil mengikutiku. Sedikit canggung, tapi aku berusaha menutupinya.

Ini kali pertama kami bertiga bertemu. Tapi suasananya sangat tidak menyenangkan. Canggung dengan udara yang terasa sesak. Walau aku tahu, sebelum mereka bertemu denganku, keduanya sudah saling mengenal.

“Kau mau minum apa?” Pertanyaan basa-basi untuk diam yang menyelimuti kami bertiga.

Jay masih berdiri bersandar di dinding dengan tangan terlipat di depan dada, Neil duduk tenang tanpa melepas pandangan dariku dan aku merasa resah ada di antara mereka berdua.

“Apa saja, sayang.”

“Baiklah, tunggu sebentar.” Aku beranjak pergi tanpa berkata apa-apa lagi. Padahal aku ingin bertanya tentang bagaimana Neil bisa ada di sini tanpa pemberitahuan dan semua panggilan juga pesanku yang tidak berbalas darinya.

Jay mengikutiku, aku berpura-pura tidak peduli. Sibuk mengambil jeruk dan alat peras manualnya.

“Ava, kau mengundangnya ke sini?” Nada suara Jay sangat tidak nyaman didengar.

“Tidak. Aku bahkan lebih terkejut darimu saat melihatnya datang ke sini.”

“Apa perlu kuusir dia?”

“Jay!” Aku mendelik marah pada Jay saat mendengar suaranya yang sengaja dikeraskan. “Pelankan suaramu. Mungkin Neil hanya datang untuk menjemputku.”

“Kau selalu mengusir Lilith saat dia ada di sini. Kenapa aku tidak boleh mengusirnya?”

Aku meletakkan alat perasan jeruk ke wastafel cuci piring dengan bantingan kecil. “Baiklah, aku minta maaf mengenai hal itu. Tapi jalangmu itu memang berbuat onar di sini. Yang pertama, kalian bermesraan di rumah ini, di ruang keluarga pada malam hari.

Yang kedua, tadi, dia berteriak-teriak mengundang perhatian dengan suaranya itu. Pagi-pagi buta bertandang ke rumah orang lain. Dan Neil, memangnya dia salah apa? Dia datang hanya duduk diam tanpa membuat keributan. Apa yang salah dengan itu?” Tanpa sadar, suaraku penuh tekanan amarah, bahkan tidak menyadari kehadiran Neil di ambang pintu dapur.

“Ada apa ini, sayang?”

Jay berbalik, aku buru-buru berjalan mendekati Neil. “Tidak ada apa-apa, Neil. Ini, jeruk perasmu.” Kusodorkan gelas berisi jus peras itu padanya, bersiap mengajaknya kembali ke ruang tamu untuk duduk sejenak, sebelum kami pergi.

“Neil Cedric Harrison, bisakah kau berhenti memanggil Ava dengan sebutan itu di depanku?” Jay berkacak pinggang. Mirip gaya Ibuku yang sedang marah.

Neil tersenyum. Cara menghadapi tiap orang mungkin berbeda untuk Neil. Meski tersenyum, tapi aura senyum itu berbeda. Sedikit mengina? Ya, tampaknya begitu.

“Apa hal itu mengganggumu, Jayden?”

“Tentu saja. Kau memanggilnya dengan sebutan itu di depan suami pertamanya. Ingat posisimu, Neil!”

“Ini bukan tentang posisi, Jayden. Ini hanya panggilan. Kau cukup membuat panggilan yang sama, bukan? Ah, tentu saja tidak ada panggilan khususmu untuk Bia. Itu karena kau yang tidak pernah pintar memperlakukan istrimu dengan baik.” Neil bicara lambat-lambat, dan itu jelas menusuk perasaan Jay, tapi hanya kemungkinan, karena setahuku perasaan Jay seperti batu.

Memang tidak ada gunanya.

“Itu tidak penting bagiku. Tetap akulah yang memenangkan Ava. Atas izinku juga kalian bisa menikah, ingat itu.” Jay tersenyum sinis, menunjuk kami berdua.

𝐀𝐌𝐁𝐈𝐕𝐀𝐋𝐄𝐍𝐂𝐄Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang