Sinar

971 186 24
                                    

Jangan pergi ..










"Duduk," ucapku dingin.

Xing Xing menurut, sepertinya dia tau aku sedang marah. Dia lalu duduk di tepi ranjang tempat tidurku sambil menunduk takut.

Aku berdiri di depannya, bersandar pada dinding sambil melipat tangan. Aku hanya diam dan membiarkan gadis itu di sana, akan tetap seperti itu sampai amarahku benar-benar reda.

Marah bukan gayaku, aku tidak suka. Aku tidak bisa menaikkan nada suara untuk bicara, ini berbeda dengan pada saat aku bernyanyi. Menurutku marah hanyalah sesuatu yang membuat kita dan orang lain terluka, maka kalau bisa di bicarakan baik-baik, aku akan bicara dengan nada yang baik.

"Xing Xing," panggilku setelah beberapa menit berlalu dengan diam, sekarang aku sudah tampak lebih tenang.

"Iya .." Xing Xing menjawab pelan, takut-takut.

Aku menghela napas, lalu akhirnya menghampiri gadis itu dan duduk di sampingnya.

"Selama ini, kamu kemana aja?"

"Di kepalamu," jawab Xing Xing.

Jika dialog ini di ucapkan oleh oranglain, pasti semua orang mengira Xing Xing sedang bercanda. Tapi nggak, dia nggak bercanda.

"Kalau gitu kenapa kamu gak datang beberapa hari ini? Kenapa gak datang walaupun aku panggil? Kamu gak tau seberapa aku khawatir? Kamu menghilang, aku sudah di Jilin sendirian, Huang Tangxin seolah-olah tau tentang kamu, dan semuanya.."

"Maaf,"

Aku diam sebentar lalu menarik napas dalam-dalam, cukup lelah dengan kata maaf milik Xing Xing. Jadi aku mengalihkan pandanganku pada dinding di depanku.

"Jangan marah .."

Xing Xing menarik ujung bajuku, tanpa melihat wajahku sama sekali. Dia terus saja menunduk. Well, dia pasti sangat tau betapa kusutnya perasaanku saat ini.

Aku menghela napas.

Begini, mungkin aku sudah berkali-kali bilang bahwa ntah ada magnet apa yang membuatku cepat sekali iba dengannya.

"Renjun .."

"Iya iya, aku gak marah," jawabku cepat.

"Yaudah, sini peluk aku dulu kalo gak marah," katanya pelan.

Aku menghela napas lagi, lalu mau nggak mau merentangkan tangan di depannya.
"Sini,"

Masih menunduk sedih, Xing Xing mendekat dan memelukku perlahan, memenuhiku dengan kehangatan.

Kurasa dia memang obat untukku, sesuatu yang datang untuk membuatku merasa lebih baik. Saat memeluknya perasaanku jadi jauh lebih ringan dan terbuka, seakan rasa kesalku lenyap begitu saja.

"Jadi selama ini kamu kemana? Kok aku panggil kamu nggak ada?" Tanyaku lagi, kini dengan nada suara seperti biasanya.

"Aku masih ada disini, tapi aku diam aja," kata Xing Xing sambil menunjuk dadaku.

"Kenapa?"

"Panjang alasannya,"

"Gakpapa, aku dengerin,"

"Nanti kamu marah,"

"Nggak, aku gak marah,"

Kepala Xing Xing terangkat sedikit, matanya menatapku butuh kepastian.
"Kalau marah?"

Aku balas menatap Xing Xing, agak bingung dengan alasan 'kenapa aku harus marah?' tapi ku pikir mungkin memang sesuatu yang besar. Bagaimana jika aku marah?

Star in Shadow | Huang Renjun [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang