Janji

960 159 21
                                    

Hari itu aku melihat diriku sendiri, saat aku masih kecil. Tak banyak yang bisa ku mengerti, tak banyak juga yang bisa ku lihat, tapi karena sebagian besar sudah di ceritakan oleh Xing Xing, jadi aku tau bagaimana garis besarnya. Hal-hal yang hilang dalam ingatanku, datang bagai semua ilusi yang mengalir.

Wanita yang ntah kenapa tak bisa ku lihat wajahnya dengan jelas itu, memegang tanganku. Kami berjalan menuju suatu tempat yang aku gaktau dimana itu. Sepanjang jalan dia bercerita banyak hal. Tentang bayinya, tentang aku dan tentang orang-orang yang menunggu kami. Aku gak begitu ingat apa saja yang dia katakan tapi aku merasa, dia tidak asing.

Sampai ketika seseorang tiba-tiba berlari keluar dari badan kapal di depan kami. Wajah mereka tampak panik, berhamburan seperti sesuatu yang buruk sedang terjadi. Seseorang berteriak, sampai aku sadar bahwa matahari yang menyinari kami mendadak terhalangi oleh sesuatu.

Aku menoleh ke atas, sebuah benda besar turun dari langit. Bintang jatuh? Wanita tadi menarikku, berusaha memelukku tapi terlambat.

Benda-benda langit berjatuhan.

Aku melihat diriku sendiri terkapar dengan banyak darah tepat di wajahku, membuatku hampir muntah. Wanita tadi ikut sekarat dengan darah mengalir dari kepala dan bawah perutnya. Dia menangis, susah payah merangkak manakala sebuah benda besar menimpa sebagian tubuhnya.

Bayi nya ..

Bayi nya ..

Bayi nya ..

Tangannya terulur meraih tangan kecilku, tapi tak bisa. Aku tak bersuara, walaupun aku masih bergerak seperti kejang-kejang. Wanita itu menahan tangis, mungkin melihat wajahku yang di tutupi darah sepenuhnya. Dia seakan tak bisa melakukan apa-apa lagi, bahkan untuk meminta pertolongan saja sudah tak bisa. Hanya satu kata yang dia ucapkan sebelum dia pingsan dan meninggalkanku yang masih kejang-kejang.

"Renjun,"









Ingatan itu bukanlah ingatan yang mudah. Apakah kalian bisa membayangkannya? Melihat sosok diri sendiri yang sekarat dan hampir mati? Bagiku, itu sangat menyakitkan.

Mungkin karena aku sudah menyiapkan diri dengan semua informasi yang ku terima sebelumnya, jadi ketika ingatan itu datang, aku tidak pingsan atau sakit lagi. Aku hanya .. menangis.

Aku menelpon Tangxin dan memintanya untuk menjemputku besok, aku menambah satu hari lagi  agar bisa istirahat dulu di Harbin. Di dalam hotel, aku hanya menangis dalam diam.

Aku tau, itu masalalu. Dan kini, aku baik-baik saja. Tapi tetap saja, nggak bisa membuatku merasa aman dan tentram setelah aku tau bahwa aku pernah mengalami kejadian mengerikan itu.

Berbagai pertanyaan muncul di kepalaku, seperti ..

Apakah aku sungguh-sungguh masih hidup? Apakah aku benar-benar Huang Renjun? Apakah wanita itu dan anaknya masih hidup? Dan siapa mereka sebenarnya?

Aku tau, ingatanku cuma sampai di sana. Aku tak bisa pergi lebih jauh lagi. Tak bisa lebih dari ini. Karena aku yakin, ingatan seorang anak kecil tak akan rumit dan berbelit-belit. Maka jika aku ingin lebih banyak tau, aku nggak bisa mencari tau hanya dengan ingatan masa kecilku.

Tapi ..

Dari orangtuaku.

Mereka, jelas sekali menyembunyikan tragedi ini dariku. Dan itu artinya, mereka tau segala hal yang ingin ku tau.

Walaupun pencarian ini terus berlanjut tak hanya sampai di sini, tapi sepertinya aku sudah menemukan alasan kenapa aku menciptakan Xing Xing.

Dia adalah sebuah tameng.

Star in Shadow | Huang Renjun [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang