Real and Unreal

1.1K 163 31
                                    

Tidak semudah itu untukku pergi ke Harbin, sebuah kota yang letaknya jauh sekali dari Seoul. Ada banyak yang harus ku pertimbangkan.

Bagaimana caraku mengatakan kepada Manajer-hyung kalau aku ingin pergi ke Harbin? Jadi, rencanaku berubah. Aku akan pergi lebih dulu ke kampung halaman.


Ke Jilin, kota tempat aku di lahirkan.


Demi menuju ke Harbin, aku harus menuju ke Jilin lebih dulu, rumit memang. Beginilah susunan alasan mengapa aku harus ke Jilin.

Pertama, ini adalah cara mudah untukku mendapatkan izin liburan keluar negri, juga agar tidak begitu mencurigakan di mata teman-temanku. Aku tinggal bilang bahwa aku kangen rumah, homesick. Pihak SM juga pasti tidak akan keberatan karena jadwal comeback kami masih lama sampai Juli nanti, jadi kurasa gak masalah. Kalau suatu saat beberapa orang mendapati aku pergi ke Harbin, aku bisa bilang kalau aku hanya jalan-jalan ke rumah kerabat mumpung lagi kembali ke Tiongkok.

Kedua, yah ... mencari informasi. Dalam mimpiku, aku masih saaaaangat kecil pada saat itu. Tentu saja aku gak akan lepas dari orangtua kan? Iya kan? Benar kan?
Orangtuaku pasti tau apa yang terjadi pada saat itu dan mungkin saja selama ini mereka menyembunyikannya.


"Renjun, kamu besok pulang kampung?" Sunny, seorang temanku sedang bicara di balik ponsel. Ngomong-ngomong aku sedang packing barang saat ini.

"Iya Sun, tau darimana?" Tanyaku sambil memindahkan ponsel dari bahu kiri ke bahu kanan, tanganku dua-duanya sedang sibuk memasukkan beberapa barang dalam ransel, tak sempat mengambil earphone.

"Jeno," jawab Sunny, suaranya tampak sedih.
"Lama gak?"

"Gak lama kok, seminggu atau dua mingguan gitu nanti disana,"

"Hmmmmm.. kamu beneran gak menetap disana kan, nanti balik ke Seoul lagi kan?"

Aku tertawa kecil sambil meluruskan punggung, akhirnya memegang ponselku dengan cara yang normal.
"Kenapa sih?"

"Apanya?"

"Kamu kenapa?"

"Ya kenapa apanya?"

Aku menghela napas.
"Kenapa, kamu takut aku gak balik-balik lagi dari Jilin?"

Di seberang, Sunny tak menjawab. Tapi semenit kemudian dia bersuara lagi.
"Iya nih,"

Tawaku semakin menjadi. Dia kenapa sih? Demi fokus dengan gerutu Sunny aku terpaksa menghentikan kegiatan packing barangku dan memilih duduk di tepi tempat tidur.
"Kok bisa mikir kesitu, kan aku masih ada projek comeback juga disini,"

"Ya kan namanya juga kepikiran,"

"Kamu mikirin aku?"

"Gak usah mulai ya, Renjun," ancam Sunny.

Aku makin tertawa.

Sunny adalah seorang teman yang pernah aku ceritakan sebelumnya. Aku berteman dengannya juga tak begitu lama, akhir tahun lalu kalau tidak salah. Aku kenal dia dari Jaemin dan Jeno, yah ceritanya panjang.

Seperti namanya, Sunny sangat periang dan aktif, dia juga jago bicara. Kadang-kadang Jaemin sampai malas kalau mulai berdebat dengan Sunny. Tapi menurutku, Sunny lumayan lucu. Karena setiap kali aku menggodanya, reaksinya selalu berbeda-beda, seperti tadi.

"Ayo ketemuan sebelum kamu berangkat,"

Aku mengerutkan kening.
"Sun, pesawatku besok loh,"

"Yaudah, malam ini aja ketemuannya ayo ke basecamp, kita kumpul semuanya,"

Sebenarnya bukan itu maksudku. Aku ingin menolak karena jujur saja aku sangat butuh istirahat, tapi kalau mengingat sudah lama sekali aku nggak melihat Sunny, aku jadi gak bisa menolak. Ya, dia anak yang sibuk. Sangat sulit menemukannya akhir-akhir ini.

Star in Shadow | Huang Renjun [√]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang