Usai menghempaskan tubuhku hari itu di stasiun, Tangxin berubah. Dia jadi dingin dan menolak untuk bicara. Kalau sudah begini, bagaimana caranya supaya aku bertanya, ada apa dengannya?
Sepanjang jalan menuju ke rumah, suasana di dalam mobil menjadi lebih canggung dua kali lipat. Dia lalu meninggalkanku di depan pintu rumah, dan langsung pergi lagi setelah memastikan aku turun. Tanpa pamit, tanpa basa-basi, tanpa mengucapkan sepatah katapun. Aneh sekali.
Baru saja aku berencana untuk mendekatkan diri lagi dengan anak itu, tapi melihat sikapnya begini .. entahlah. Kenapa sikapnya berubah? Apa aku telah membuat kesalahan?
Lupakan soal Tangxin.
Menurutku saat ini dia nggak begitu penting, karena aku harus memikirkan hal lain. Setelah semua ini selesai dan aku masih punya waktu di Jilin, aku akan mencoba berbaikan dengannya dan minta maaf.Sekarang, bagaimana caranya aku bertanya pada Papa dan Mama?
Aku sedang makan malam bersama mereka ketika aku sedang menyusun pertanyaan di kepalaku, mencari kesempatan untuk bertanya.
"Renjun, mau tambah nasinya?"
Aku terkesiap, lali tersenyum pada Mama sambil menggeleng.
"Ada apa sih, nggak baik loh makan sambil melamun," kata Mamaku curiga.
"Nggak, Ma," jawabku kebingungan, lalu sok tersenyum lagi.
"Kamu berantem sama Tangxin?"
"Hah? Kenapa?"
Aku mengerutkan kening. Kenapa Mama bilang begitu?"Sejak pulang liburan kemarin, kalian nggak saling menyapa lagi," kata Mamaku curiga.
Ah iya, Mamaku hanya tau aku pergi liburan dengan Tangxin beberapa hari yang lalu. Orangtuaku nggak tau kalau aku berangkat ke Harbin. Aku juga nggak tau kemana Tangxin saat aku berada di luar kota, yang jelas dia nggak di Jilin demi kesepakatan kami bersama.
"Biarin aja Ma, kan urusan laki-laki,"
Papaku ambil suara."Tapi kan .."
Papaku menggeleng, seakan meminta Mama untuk nggak bertanya lebih jauh soal aku dan Tangxin. Aku menunduk sedikit, merasa serba salah.
Sepertinya aku harus cepat-cepat menyelesaikan urusanku agar segera kembali fokus dengan Tangxin.
"Ma .."
Panggilku."Iya, nak?"
Aku meletakkan sumpit, lalu kembali duduk tegak menghadap Mama dan Papa.
"Ada yang ingin ku tanyakan, sebenarnya," kataku perlahan.Papaku mengelap mulut dengan serbet lalu ikut menatapku dengan fokus, sementara Mama masih dengan wajah bertanya ada apa.
Aku menimang-nimang, bahasa apa yang sebaiknya ku gunakan? Rasanya sulit sekali untuk memastikan tragedi yang telah di sembunyikan selama belasan tahun lalu.
"Ma.. Pa.."
"Iya, katakan," jawab Papa.
Aku menarik napas sebentar.
"Apa Renjun pernah kecelakaan, dulu sekali?"Mama dan Papaku saling pandang.
"Nggak, nggak pernah," jawab Mama sambil mencuri pandang dengan Papa. "Kenapa kamu bertanya seperti itu?"
"Anu .." aku menggaruk-garukkan kepalaku. "Renjun hanya, ingin tau .."
Mamaku menghela napas.
"Kamu gak pernah kecelakaan. Sudah, jangan di pikirkan lagi. Ayo makan," kata Mamaku memutuskan pembicaraan."Ma, serius. Apa benar, Renjun nggak pernah kecelakaan dulu?"
"Nggak, Renjun,"
"Kenapa kamu penasaran? Kamu dengar dari siapa?"
Papa mengambil alih pertanyaan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Star in Shadow | Huang Renjun [√]
FanficDia berasal dari pikiranku. Aku tidak boleh salah paham. Tentang sebuah ilusi, Dimana hanya aku yang bisa melihatnya dengan jelas. Januari, 2019 ©Akashimy #1 mind-blowing 220719 #3 hrj 310119 #3 nctrenjun 130220 #3 ilusi 130220 #5 adventure 260119