Pacar yang selalu ada bakalan kalah sama sahabat yang pandai menjaga.
♥♥♥
Alena terjatuh di lantai basah yang baru saja dipel. "Ih, aduuhh ...," ringis Alena mengelus bokong cantiknya yang sempat dicium langsung oleh lantai. Perih, terasa berdenyut seluruh tubuhnya.
Tidak lama kemudian, seseorang mendekat. "Kan." Dirjan geleng-geleng kepala, berdecak layaknya emak-emak berdaster.
"Aku mau bilangin kalau lantai itu baru aja dipel, tapi kamunya malah pura-pura gak dengar," timpal Dirjan yang entah kenapa malah membuat Alena semakin malu. Belum lagi semua orang pada lihat. Hah, ke mana Alena harus membawa mukanya?
Dirjan mengulurkan tangan hendak membantu Alena berdiri. Namun, wajahnya berkata lain. Dirjan ... seperti tengah menahan tawa yang bisa meledak kapan saja. Lihat saja, bibir Dirjan berkedut begitu. Kentara sekali kalau tawanya bakalan kencang nanti.
"Gak usah! Bisa sendiri," tukas Alena masih dengan harga diri yang teramat mahal. Alena tetap berdiri sendiri walaupun kedua kakinya masih sakit terasa.
Bodo amat! Daripada harus meminta bantuan Dirjan, lebih baik Alena berjalan tertatih seperti ini.
"Hati-hati, Ra!" teriak Dirjan, lalu tergelak setelahnya, "nanti kalau jatuh lagi, samperin aku aja biar bisa aku bantuin pas mau berdiri."
"Dirjan sampah," desis Alena sebelum benar-benar masuk ke dalam kelas.
Masih dengan rona memerah karena malu sekaligus marah, Alena menghempaskan tas ke atas meja, lalu diikuti dengan menjatuhkan bokongnya ke atas kursi. "Duh," helanya entah kenapa terasa lelah sekali.
"Kenapa, Al? Abis lari maraton?" tanya Fanesa. Dia melirik Alena sekilas, lalu kembali disibukkan dengan game pada ponselnya.
"Abis dikejar setan," jawab Alena sekilas.
Fanesa geleng-geleng kepala, merasa aneh dengan sikap sahabat dinginnya ini. "Bentar, lo mau cokelat gak?" tanya Fanesa menawarkan salah satu jenis cemilan favorit Alena.
"Mau-mau!" sahut Alena antusias. Dia bahkan langsung menegakkan punggungnya yang sempat bersandar lesu tadi.
Fanesa terkekeh, lalu menyodorkan sebatang cokelat yang tadi pagi dibeli ke arah Alena.
Nyaris saja Alena hendak menerimanya, hingga akhirnya dia tersadar akan sesuatu. Kedua mata Alena memicing tajam, memberikan tatapan horor untuk gadis manis berbando merah. "Bentar, ini pasti ada maunya, nih? Soalnya kebaikan lo itu meragukan, Sa," tukas Alena sok dramatis.
"Jiah, ketauan," desis Fanesa yang menyegir kuda setelahnya.
"Kan, mau apa lo?" tanya Alena galak, "perasaan hari ini gak ada PR."
"Bukan itu, Ra, mau gue," ujar Fanesa cengengesan, "tapi ... gue mau minta nomornya Damar. Pasti punya, kan, lo?"
Tepuk jidat, Alena gemas dengan kelakuan Fanesa yang baik jika ada maunya saja. "Gada. Gak punya gue," balas Alena acuh.
"Lha ...." Kedua bahu Fanesa terjatuh ke titik paling bawah. "Cariin, dong, Al, buat gue. Minta sama Dewa atau gak Dirjan gitu. Ya, ya, mau ya?" pinta Fanesa memohon.
Alena memasang tampang berpikir. Dengan bergaya santai, dia mencomot cokelat, membuka bungkusan, dan memakannya. "Gue usahain, deh," katanya kemudian.
"Ahh, makasih, Al," pekik Fanesa memeluk Alena dengan erat.
"Sama-sama. Udah, lepasin gue. Lo bau ketek," canda Alena melotot marah.
"Enak aja," dengus Fanesa memukul pelan bahu Alena.
KAMU SEDANG MEMBACA
Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)
RomancePengalaman adalah guru yang paling baik. Tentu saja Alena tahu itu. Gadis yang sangat menyukai biola ini pernah gagal dalam menjalin cinta dengan Damian. Hatinya pernah dirusak, membuat Alena terus-terusan menolak cintanya Dirjan. Namun, bukan Dirja...