24. Kehidupan

1.5K 103 4
                                    

Tau apa Anda tentang kehidupan?

♥♥♥

Beberapa hari ini cuaca sangat mudah berubah-ubah. Jika siang tadi matahari bersinar sampai menyengat, sore ini malah hilang dengan cepat karena ditutupi oleh awan hitam yang pekat.

Disebabkan dirinya yang tidak membawa jas hujan, alhasil ia melajukan vespa dengan cepat hingga tiba di rumah tepat pada waktunya gerimis mulai menjatuhkan dirinya.

"Uh, untung gak sampai kehujanan," hela Dirjan mengelus dadanya sebentar.

Dirjan hendak melangkah masuk, tapi langkahnya sebentar tertahan sewaktu mendapati Furqan--Bapaknya--tengah duduk di teras depan. "Assalamualaikum, Pak." Dirjan mengucapkan salam, lalu meraih tangan Furqan untuk dikecupnya dengan sayang.

"Waalaikumsalam," sahut Furqan tersenyum kecil.

Tanpa permisi, Dirjan langsung menjatuhkan bokongnya pada salah satu kursi rotan yang letaknya berdampingan dengan kursi yang Bapaknya duduki. Hanya saja, mereka dipisahkan oleh meja kecil yang di atasnya terdapat sebungkus rokok dan sebuah pemantik milik Furqan, lalu sepiring pisang goreng dan dua gelas kopi hitam dengan asap yang masih mengepul.

Dirjan menyimpulkan bahwa Bapak memang tengah menunggu kepulangannya.

"Tumben cepat pulang dari kantor, Pak?" tanya Dirjan mengutarakan isi hatinya.

"Pekerjaan Bapak cepat selesai tadi. Kamu sendiri dari tempat kerja, 'kan?"

Menyamankan posisinya, Dirjan lalu menghela napas kasar. "Iya. Capek, Pak. Hari ini kerjaannya banyak banget. Apalagi Damar enggak masuk tadi. Jadinya beberapa pekerjaan dia Dirjan yang handle."

Bahkan sepulang sekolah tadi pun ia tidak sempat walau hanya untuk sekedar menyapa Misoranya karena dikejar pekerjaan. Pulang ke rumah untuk ganti pakaian sebentar, setelahnya langsung gas lagi ke kantor pemotretan.

"Kerja emang gitu, Jan. Kalau gak capek ya berarti bukan kerja. Dan kamu juga harus yakin bahwa usahamu hari ini akan membuahkan hasil yang memuaskan nantinya," ucap Furqan dengan bijak.

"Aamiin, Pak. Doain Dirjan terus ya, Pak. Nanti kalau Dirjan kaya, Dirjan bakalan bawa Bapak ke tanah suci."

Furqan ikut tersenyum sewaktu melihat Dirjan yang juga menarik kedua sudut bibirnya. Harapan putranya itu sungguh dari hati. Pun dengan jelas Furqan ikut mengamininya.

Rintik dari langit semakin cepat turun ke bumi. Tanah dan pepohonan pun menjadi basah. Selalu, Dirjan menyukai suasana seperti ini. Menghabiskan sore bersama Bapak adalah hal terdamai yang pernah Dirjan rasakan.

"Anak senja jaman sekarang itu hebat-hebat ya. Mereka pandai berbicara tentang kehidupan padahal usianya masih sangat muda."

Dirjan mengunyah habis pisang goreng yang berada dalam tangannya. Selanjutnya barulah ia merespon perkataan Bapak. "Sekarang emang gitu, Pak. Berbicara seolah mereka yang paling tau. Baiknya, anak senja jaman sekarang itu bisa lebih memahami hati masing-masing."

Furqan mengangguk singkat. Pria berbibir tipis dan memiliki iris mata sama seperti putranya itu tampak menengadah sebentar ke langit. "Awet kayanya si hujan," ucapnya sebentar yang kemudian menoleh lagi ke arah Dirjan, "kamu tau, Nak, hidup dan mati itu sekatnya setipis lembaran buku, dekat sekali. Mungkin hari ini kita sehat-sehat saja, bisa tertawa dan tersenyum tanpa tau bahwa maut akan merenggut kita pada keesokan harinya."

Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang