23. Keanehan Dirjan

1.7K 106 2
                                    

Aku bisa berpindah tempat, tapi tak bisa berpindah hati.

♥♥♥

Alena tahu, membiarkan hati untuk terus terpuruk dalam kenangan masa lalu bukanlah hal yang baik. Alena harus bangkit walaupun sulit. Bahkan sewaktu melihat foto Damian yang mengecup pipi Sara, Alena yakin bahwa dirinya masih cukup dibilang baik-baik saja.

Alena tidak menangis lagi. Ia hanya mengembuskan napas karena dada terasa sesak sekali.

Melupakan Damian yang menjadi cinta pertamanya itu tidaklah mudah. Damian pernah mengisi hari-harinya. Damian pernah merayunya hingga membuat Alena tersipu dibalik layar.

Kalau boleh, Alena ingin menghapus semua cintanya untuk Damian. Karena Alena sadar, bahwa bersama Damian hanyalah harapan yang tidak mungkin menjadi kenyataan.

"Rindu Bang Damian ya, Ra?"

Pikiran Alena tertindih oleh kepingan masa lalu. Hingga ia tidak sadar bahwa Dirjan telah duduk di sebelahnya.

"Misora," panggil Dirjan mendayu seraya mencubit gemas pipi Alena.

"Eh, Dirjan?" kaget Alena cepat-cepat mematikan layar ponselnya, "kenapa di sini?"

"Kamu kenapa di sini?" Dirjan balik bertanya yang berakhir dengan decakan sebal dari Alena. "Istirahat bukannya makan malah ngeliatin foto mantan di perpustakaan," cibir Dirjan yang tak sadar bahwa dirinya sedikit tenggelam dalam rasa cemburu.

Memutar bola mata malas, Alena menimpuk dahi Dirjan dengan tangan bersihnya. "Gak ada Fanesa, malas ke kantin. Lagian tadi gue juga abis baca buku," perjelas Alena sembari melirik sebuah buku yang terdapat pada sebuah meja di hadapannya.

Dirjan menyerah, dia menghela napas untuk mengontrol emosinya. "Ra."

"Hm?" sahut Alena tanpa melihat ke arahnya. Mata Alena sibuk pada layar ponsel, membaca beberapa postingan quotes di instagram.

"Misora," panggil Dirjan lagi karena Alena mengacuhkannya. Dirjan tidak suka jika Alena sibuk dengan ponsel sewaktu sedang bersamanya.

"Iya, Dirjan? Kenapa?" tanya Alena setengah kesal.

"Liat aku dulu, Ra," lirih Dirjan pelan, tapi sarat akan penekanan.

Oke. Alena berdecak kesal seiring memandang Dirjan yang memasang tampang kacau. "Iya. Kenapa?"

"Aku mau minta maaf buat yang kemarin," ujar Dirjan akhirnya.

Sempat tergagu, tapi Alena cepat-cepat mengembalikan ekspresinya menjadi datar. "Mona yang salah. Kenapa lo yang harus minta maaf?"

"Masalah itu timbul karena aku, Ra." Dirjan mengulas senyum ringan. Gemas akan ekspresi Alena, menuntun jari Dirjan untuk mengetuk pelan ujung hidung sang gadis. "Aku janji, setelah ini Mona gak bakalan sakitin kamu lagi."

"Gue pegang janji lo," tukas Alena yang sempat terdiam beberapa detik.

Dirjan mengangguk cepat saking antusiasnya. "Percaya sama aku."

Alena diam, tak tahu harus membalas apa lagi. Perpustakaan yang sepi seakan memang mendukung keduanya untuk tenggelam dalam keheningan.

Bergerak risih, ia tak nyaman saat Dirjan terus memperhatikannya hingga lupa cara untuk berkedip. Yah, Alena tahu bahwa dirinya itu cantik, tapi tidak harus seperti ini juga. Alena juga mempunyai perasaan. Dia juga bisa grogri kalau kelamaan seperti ini.

"Aku cinta kamu, Ra," tukas Dirjan tiba-tiba.

Sial. Jantung Alena berpacu dengan cepat bahkan pada kalimat yang sudah sering ia dengar dari mulut Dirjan.

"Aku sayang kamu." Alena menunduk, menyembunyikan tangan yang gemetar di bawah meja.

"Aku mau kamu jadi pacarku. Aku mau menjagamu, melindungimu, bahagiakanmu."

Debarannya semakin kuat. Alena seperti melayang. Udara di sekitarnya seakan menghilang, mengharuskannya untuk menghirup oksigen dengan rakus.

"Rasa ini gak bisa ilang, Ra. Tiap detik kamu selalu hadir dalam pikiranku. Semakin aku lupakan, semakin aku sadar bahwa aku cinta kamu."

Tidak! Alena tidak bisa seperti ini. Ia tidak ingin luluh hanya karena bisikan halus Dirjan di telinganya. Hatinya tidak akan langsung goyah hanya karena wajah Dirjan yang teramat dekat dengan wajahnya.

"Ra--"

"Cukup, Dirjan!" pangkas Alena sebelum Dirjan merampungkan kalimatnya. "Gue gak bisa," tekan Alena penuh penegasan.

"Kenapa, Ra? Apa karena Bang Damian masih memiliki tempat di hatimu?"

Detik itu juga Alena mematut wajah Dirjan cukup lama. "Bukan tentang siapa yang ada di hati gue, Dirjan, tapi ini juga tentang luka."

"Aku bisa sembuhinnya kalau kamu mau," tegas Dirjan kukuh pada pendirian.

Sejenak Alena menggeleng lemah. Ia sedikit mencetak senyuman di ujung bibir. Namun, matanya masih menampilkan ribuan luka yang ternganga lebarnya. "Gak semudah itu. Gue takut kecewa untuk kedua kali. Gue gak siap untuk itu, Dirjan. Semoga lo paham."

Berusaha pasrah walaupun cukup susah. Dirjan tersenyum tenang seraya mengelus pipi Alena dengan ibu jarinya. "Iya, Ra. Aku paham, tapi aku bakalan terus nunggu kamu. Nanti kalau luka di hati kamu udah sembuh, kasih tau aku ya."

Bersama bel pertanda jam istirahat telah berakhir, Alena menarik kedua sudut bibirnya ke atas. Biarlah Dirjan sendiri yang menyimpulkan makna dari senyumannya itu.

♥♥♥

G

emiris tiba-tiba bertandang ke bumi tepat sewaktu Pak Wahyu datang menjemputnya. Sebelum benar-benar basah, Alena langsung berlari untuk memasuki mobilnya. Namun, pergerakan Alena terhenti seketika sewaktu Dirjan melewatinya begitu saja.

Yah, Dirjan bersama vespanya melaju di samping Alena tanpa menyapa. Biasanya kalau tidak menggoda, Dirjan pasti akan meyempatkan diri untuk tersenyum.

Marah.

Kata itu terlintas di pikiran Alena.

"Cepetan, Non. Nanti basah," buyar Pak Wahyu menuntun Alena untuk melindungi dirinya di dalam mobil.

Sepanjang perjalanan hingga ia tiba di rumah, Alena masih belum berhasil mengenyahkan Dirjan dari pikirannya. Bayang-bayang wajah datar Dirjan tanpa senyum itu masih menari-nari di pelupuk matanya.

Sekilas, wajah itu menghilang karena Bibi hadir di depannya. "Non Alena mau makan siang sekarang atau nanti aja?"

"Nanti aja, Bi. Saya mau tidur dulu bentar, lelah," jawab Alena tersenyum tipis.

"Hm, baiklah." Bibi pun berlalu, bersama dengan Alena yang menaiki tangga menuju kamarnya.

Membuka pintu kamar, ia langsung mempercepat langkah untuk menjatuhkan tubuhnya ke atas kasur. Ah, nyaman dan sejuk.

Alena memejamkan matanya sejenak, masih memikirkan keanehan sikap Dirjan beberapa menit yang lalu. "Dirjan yang tadi itu keliatan beda banget. Dingin dan misterius. Jangan-jangan dia tersinggung lagi sama perkataan gue."

Ah, daripada terus-terusan memberatkan pikirannya, lebih baik Alena mandi dengan air dingin guna menenangkan tubuhnya. Walau sebenarnya Alena sudah tidak tahan untuk menghubungi Dirjan agar rasa penasaran ini segera dituntaskan.

♥♥♥

Ada yang tau Dirjan kenapa?

Tbc.



Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang