50. Dirjan Pamit

1.8K 117 6
                                    

Setelah ini, aku janji akan pergi dari hidupmu,

bukan dari hatimu.

♥♥♥

Untuk membicarakan hal yang penting, tempat yang nyaman adalah salah satu hal yang diperlukan di sini. Pun agar dijauhkan dari intipan Bibi, Alena memutuskan untuk membawa Dirjan ke sebuah gazebo samping rumah. Berada tepat di depan kolam berenang yang tak pernah dipakai, tapi selalu dibersihkan.

Keduanya duduk bersebelahan, sama-sama memandangi air yang tampak tenang. Hingga akhirnya, keheningan tersebut dipecahkan oleh suara Dirjan yang berkata, "aku minta maaf, Ra."

Alena merasakan aliran darahnya berdesir dengan cepat. Jantungnya berdebar. "Kesalahanmu banyak, Dirjan. Maaf aja gak cukup untuk menebusnya."

Dirjan menghela napas. Kedua lututnya diarahkan menghadap ke Alena walaupun sang gadis masih terlalu cuek kepadanya. "Jadi aku harus apa?"

Terlihat Alena memutar kepalanya. Wajah datarnya membuat Dirjan meringis. Senyum manis yang menyejukkan kini terkikis habis. Alena kembali menutup diri. Bahkan lebih rapat dari sebelumnya. "Kamu pergi. Dari hatiku dan dari hidupku. Aku gak butuh pembohong sepertimu."

Sejujurnya ini bukanlah kemauan Alena yang sesungguhnya. Namun, amarah telah berdiri di depan sehingga menutup akal sehatnya. Alena menggepalkan tangan dengan spontan ketika Dirjan terlihat memberikan senyum manis untuknya.

"Begitu, Ra?" tanya Dirjan dengan suara pelan yang terdengar lirih.

Ada yang hancur di sini. Alena merasakan daging di dalamnya dikoyak habis sewaktu kepalanya mengangguk singkat dengan sengaja.

Sementara itu, Dirjan malah berlagak berbeda. Laki-laki itu tertawa renyah. Namun, entah kenapa malah terdengar seperti nyanyian kepedihan. "Gak mau diliat lagikah? Barangkali namaku masih ada di sana."

"Ck, ah!" Alena berdecak kasar. Ia sontak berdiri dan berniat untuk meninggalkan Dirjan di sana. Sebenarnya, Alena tak sungguh malas untuk meladeni Dirjan. Hanya saja ia takut kalau hatinya yang rapuh, dengan mudah terjatuh dalam pesona laki-laki tersebut.

Begitu mengetahui kalau Alena hengkang dari sebelahnya, Dirjan dengan cepat menyusul dan akhirnya berhasil meraih tangan Alena untuk masuk ke dalam genggamannya.

"Lepas!" pekik Alena dengan suara tertahan.

Bukannya melepaskan, Dirjan malah menuntun tubuh Alena hingga akhirnya bertemu dinding di belakangnya. Karena perbedaan tinggi yang terlalu kontras, membuat Dirjan perlu menundukkan kepalanya.

Dirjan mengamati wajah Alena dalam-dalam. Jakunnya naik-turun sewaktu menahan gejolak dalam dirinya. Seakan kembali dalam waktu yang sama, dengan perlahan tangan Dirjan bergerak dan merengkuh Alena pada pinggangnya.

Alena kaget dan hampir saja berteriak. Pun dengan spontan kedua tangannya terkepal di depan dada, menahannya. Bola mata Alena membesar sewaktu sentuhan lembut ia rasakan pada tengkuknya.

Tanpa ada kata apapun yang terlontar dari mulut Dirjan, tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu yang kering menyentuh pipinya dengan lembut. Alena melotot, ingin menarik diri dan berlari dari sana.

Namun, rengkuhan yang semakin kuat hingga membuat tubuhnya rapat, membuat tenaganya habis terkuras. Ia nyaris ambruk jika saja Dirjan tak kuat memeluknya.

Berbanding terbalik dengan Alena yang terkejut, Dirjan malah terlihat memejamkan mata seraya menikmati sentuhan terakhir yang bisa dilakukannya. Hingga saat dirasa cukup, barulah Dirjan menjauhkan wajahnya.

Bersama dengan deru yang tumpang tindih, Dirjan mengusap pipi Alena. Dirjan tersenyum getir, ini terasa lebih manis dari apa yang telah dibayangkan olehnya. Namun, tetap saja. Yang paling manis adalah pemilik wajah yang baru saja dikecupnya.

Dirjan jelas tahu bahwa Alena masih terkejut atas sikapnya. Untuk membuat gadisnya tenang dari ritme napas yang membuat dadanya naik turun dengan cepat, tangan Dirjan beralih dan mengelus rambut Alena. "Aku pergi, Ra. Jaga diri baik-baik ya. Aku sayang kamu."

Acakan pada rambutnya membuat Alena sadar bahwa Dirjan tidak ada lagi di hadapannya. Laki-laki itu menghilang usai meninggalkan jejak cinta yang saat ini disentuh sendiri olehnya.

Perasaan Alena tidak baik-baik saja. Dia mendadak resah saat Dirjan suara vespa Dirjan terdengar dan perlahan menghilang dari pendengaran.

Katakan, bahwa ucapan Alena tidak benar-benar membuat Dirjan pergi darinya. Katakan juga, bahwa Dirjan masih akan terus menyayanginya bahkan saat tadi ia menemukan bahwa Dirjan sempat meneteskan air matanya.

♥♥♥

Perasaannya campuk aduk. Rasa marah, benci, dan kecewa kini telah bercampur menjadi satu dalam wadah kesakitan. Dia sangat membenci dirinya sendiri. Bahkan pada saat ia yang dengan cepat mengalah pada keadaan. Dirjan ingin mengumpati dirinya sendiri yang tak tahu cara untuk memperjuangkan.

Sosok Dirjan telah dikalahkan oleh semesta yang semakin hari semakin kejam.

Vespa Dirjan melaju cepat pada jalanan yang sepi. Pada lubang-lubang kecil, terdapat genangan air karena sore tadi hujan sempat mengguyur bumi.

Setiap kali mata Dirjan berkedip, bayangan Alena datang silih berganti dengan wajah Bang Panji, mama, dan bapaknya. Dirjan berteriak frustasi. Hingga tanpa disadari, vespa Dirjan yang melaju kencang tak sengaja menyusruk ke dalam lubang jalan yang sedikit lebar.

Keseimbangan Dirjan hilang. Bersama vespanya, Dirjan terseret hingga ke tepi jalan dan membentur beton panjang yang berada di sana.

Helm yang dipakai Dirjan untuk melindungi kepalanya terlepas. Bersama-sama hancur dengan tubuh Dirjan yang memental dan akhirnya diam sewaktu menghantam tiang listrik dengan keras.

Pandangan Dirjan mengabur oleh darah yang membasuh seluruh wajahnya. Pada jalanan yang sepi, Dirjan terkapar sendiri. Matanya terpejam, menunggu bantuan datang.

♥♥♥

Di dalam keheningan malam, Alena merasakan resah tanpa tahu apa penyebabnya. Semua sisi telah Alena tiduri untuk mencari titik ternyamannya. Namun, tetap saja kantuk tak langsung menghampirinya.

Beriringan dengan detak jarum jam yang nyaring terdengar pada dini hari, ponsel yang diletakkan oleh Alena di atas nakas kian bergetar. Dengan semangat dan keantusiasan penuh, Alena buru-buru bangkit dan melihat sosok yang menghubunginya saat ini.

Dahi Alena berkerut bingung. Bukannya dia yang Alena harapkan, tapi saat ini nama Damarlah yang tercantum pada layar ponselnya.

Walaupun dilanda dengan rasa penasaran yang kentara, Alena tetap memutuskan untuk menjawab panggilan tersebut. "Hallo," sapa Alena pelan.

"Alena, ke rumah sakit sekarang," pinta Damar yang terdengar tenang, tapi memberikan kesan cemas di dalamnya.

"Eh, ngapain?"

"Dirjan kecelakaan. Dia sekarat."

♥♥♥

Tbc

Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang