10. Alena Sayang Mama

2.1K 127 2
                                    

Sama seperti bahagia, tangis pun hanya bersifat sementara.

♥♥♥

Seperti hujan, wajah Alena terlihat basah oleh air mata. Gadis itu kedinginan, tapi enggan beranjak dari balkon kamarnya.

Lagi, Alena hancur malam ini. Hatinya seperti ditusuk belati. Alena tahu ada bagian yang terluka dalam dirinya. Namun sialnya, luka tersebut tidak ada darahnya.

"Kenapa gini, Yan? Kenapa kamu gak mau berusaha buat perjuangin aku?"

Alena terisak. Pelan-pelan dia menenggelamkan wajahnya dalam lipatan tangan. Alena sungguh tak kuasa untuk tidak menangis. Dicuekin Damian saja sudah membuat Alena kelimpungan. Apalagi harus putus dengannya.

Alena merasakan dadanya sesak. Pun dengan kuat dia langsung menghantam dadanya berkali-kali dengan tangan. Semoga saja sakit ini berkurang, begitu pikirnya. Namun bukannya berkurang, sesak di dada Alena semakin bertambah.

Kemana Alena harus mengadu? Bahu siapa yang bisa Alena gunakan untuk bersandar? Alena jatuh ke dasar jurang. Alena butuh lengan seseorang untuk membantunya berdiri.

"Papa ... hiks ... papa." Hening menyergap, membuat hanya deras hujanlah yang terdengar.

Dengan sebagian tubuh yang telah basah oleh cipratan hujan, Alena semakin memelankan isakannya. Tanpa sadar bibirnya bergerak, memanggil papanya.

Dulu--saat Alena menangis, papanya selalu hadir dan memberikan Alena dekapan terhangat. Dan sekarang ... Alena menginginkan dekapan tersebut.

"Al, kalau minggu depan aku jadi pulang dan kita ketemu, aku harap kamu bisa ya nerima apapun keputusan yang terjadi dalam hubungan kita." Perkataan Damian beberapa menit yang lalu sebelum akhirnya Alena menangis seperti ini, membuat Alena memejamkan matanya.

Sebisa mungkin Alena berusaha untuk menghentikan tangisnya, tapi ... tidak bisa. Alena yang payah!

Wajah Alena yang terjatuh di atas meja kaca pun seketika terangkat saat getaran dalam genggamannya terasa. Alena melihat ke arah layar ponsel. Harapan bahwa Damian dan menelfonnya seketika musnah.

Dirjan

Angkat telfonnya, Cantik :3

Bola mata Alena berputar jengah sewaktu membaca pesan Dirjan kala panggilannya diabaikan begitu saja.

"Hm?" Alena bergumam cuek pada saat Dirjan menyapanya lewat telfon yang sudah dijawabnya.

"Belum makan ya, Ra? Soalnya suara kamu lemes gitu," ujar Dirjan di seberang sana.

"Ck, ada apa?" Alena malas berbasa-basi untuk saat ini.

"Apanya?" beo Dirjan, bingung.

Alena mengibarkan tanda kelelahan. Dia mengembuskan napas beratnya. "Kenapa lo telfon gue? Mau ngebual lagi?"

Terdengar kekehan Dirjan di seberang, membuat suasana dingin malam ini, berubah menjadi hangat hanya karenanya.

Eh, pikiran konyol macam apa itu? Cepat-cepat Alena menggeleng, menepis wajah Dirjan yang tengah tertawa dalam pikirannya.

"Ya enggaklah, Ra. Kamu, kan, alergi sama omong kosong. Mana mungkin aku mau buat kamu gatel-gatel?" Alena malas merespon. Dia memilih diam, begitu pun dengan Dirjan. Suasana menjadi hening sejenak, dengan Alena yang memandangi ke arah rintik-rintik hujan yang bertambah deras.

"Ra, jangan nangis lagi ya."

Heran sekaligus bingung, Alena merasakan letupan aneh sewaktu Dirjan berkata seperti barusan. "Maksud lo ... apa?"

Fall in Love Again? ✔ (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang