Setelah melahirkan anak laki-laki yang gagah. Kini Dervina telah jadi ibu rumah tangga yang baik dari hari ke hari. Ia bahagia memiliki Dendra yang selalu menemaninya jika Dannz tidak dirumah. Dannz yang sibuk di lembaga hukum tertinggi di negara itu.
Suatu malam yang larut...
"Mama, buka pintunya..." Dannz baru pulang sekitar jam 23:00 malam. Wajahnya kusut dan terlihat kecapean dari kantornya. "Iya sayang sabar" Dervina membuka pintunya.
"Hari ini ada kasus narkoba di pulau seberang. Aku ditugaskan untuk menyelidiki selama satu minggu. Aku nggak tega sama Dendra." Kata Dannz sambil membuka dasi bercorak garis yang ia kenakan bersama rompi hitamnya.
"Udahlah pa, itu tugasmu kan. Jalani tetaplah berhati-hati." Dervina mengusap kening suaminya. "Randy kebetulan mau menitip Siska dan Leo anaknya disini. Biar mama ada teman." Dannz tersenyum.
"Memangnya Randy mau kemana pa?" Tanya Dervina. "Randy mau tugas juga tapi dia bagian menangkap mafia di perairan. Tugasnya sepuluh hari, jadi daripada kalian sendiri lebih baik bersama saja disini." Dervina merasa lebih baik dengan berita adanya Siska yang membuatnya tidak kesepian.
Dari dalam terdengar tangisan Dendra pecah. Dervina bergegas lari masuk ke dalam kamar. Maklum Dendra adalah anak pertama mereka jadi harus berhati-hati dalam merawat dan menjaganya.
"Badannya Demam pa, coba rasakan." Dervina menaruh telapak tangan Dannz pada kening Dendra. " Gawat, anak ini benar sakit ma. Kita harus telepon dokter sekarang." Dannz cemas dengan suhu badan anaknya yang kian meninggi."
"Halo dokter Piter? Saya Dannz anaknya Pak Damar." Dannz menyapa dokter siaga yang biasa mengobati keluarga besarnya. "Ah Dannz apa kabar, Siapa yang sakit malam- malam begini?" Dokter itu heran karena baru kali ini Dannz meneleponnya.
"Iya,kabar saya baik dok. Yang sakit anak kami, Dendra. Dia sejak tadi demam dan belum sembuh. Kami khawatir. Bisa dokter segera ke sini?" Jawab Dannz.
"Bisa Dannz, tentu saja. Saya akan tiba sekitar 30 menit." Dokter segera menuju ke rumah Dannz. "Tenang ya Sayang, dokter sudah dalam perjalanan sekarang." Kata Dannz sambil menenangkan Dendra.
Tiga puluh menit kemudian,
Mobil putih yang terkesan mewah masuk ke pekarangan rumah Dannz. "Dokter, Alhamdulillah. Tolong anak saya di periksa dulu. Dari tadi dia belum berhenti menangis." Dannz semakin cemas.
"Sejak kapan anakmu seperti ini Dannz?" Tiba-tiba Dervina menjawab "Pasca imunisasi Dok, Dendra justru mengalami demam." Dokter tersenyum. "Itu hal yang wajar Bu, ternyata Si kecil ini sensitif dengan imunisasi. Saya akan berikan resepnya dan boleh ditebus di apotek besok."
Dannz dan Dervina bernafas lega, mereka takut Dendra terkena penyakit semacam demam berdarah yang kebetulan sedang mewabah saat itu.
"Terima kasih dok sudah datang, saya panik tadi. Mohon maaf sudah mengganggu malam ini." Kata Dannz sambil memberikan ongkos berobat kepada dokter. "Iya sama-sama Dannz, saya memang dokter siaga jadi harus siaga. Terutama keluargamu, sudah seperti keluarga untukku." Jawab dokter sambil berpamitan dan menuju mobil putih miliknya.
"Aku tidak yakin kalau sudah seperti ini, aku takut Dendra sakit ma." Dannz sangat sayang pada putranya yang masih kecil itu. "Iya tapi tugas tetaplah tugas. Nanti Dendra pasti sembuh pa, ini hanya akibat imunisasi kemarin." Dervina tidak ingin suaminya melalaikan tugas.
Esok harinya....
Dengan mengenakan jas dan kemeja tanpa dasi, Dannz bersiap untuk keberangkatannya, ia berjalan keluar untuk masuk ke dalam mobil ditemani istrinya. "Pa, jagalah sholat dan hatimu disana." Sambil mencium tangan Dannz. "Iya ma, disana papa hanya bertugas dan ibadah saja." Kemudian ia mengecup kening istrinya. Sambil masuk dan melambaikan tangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dannz (Pilihan Hati) Completed
Ficción GeneralDannz seorang anak pengacara yang berprofesi sebagai agen khusus polisi menemukan kerisauan dalam hatinya. Berkali-kali gagal dalam urusan cinta karena sifat buruknya yang gemar sekali akan wanita membuatnya jera sendiri. Saat ia memutuskan untuk me...