12. Sampai jumpa kembali

12 1 0
                                    

Satu hari sebelum Dannz meninggalkan padepokan itu. Dia sudah berhasil mengirimkan surat untuk Dervina.

"Malam nanti, atau sebelum aku berangkat. Mudah-mudahan aku sudh mendapat surat balasannya." Kata Dannz saat Farid mengunjunginya yang sedang berbenah.

"Kamu yang kirim surat kok aku yang deg-degan yah Dannz?" Farid tersenyum melihat temannya sedang bahagia. "Jangan gitu dong, aku juga sebenarnya deg-degan sekali dengan ini." Dannz berusaha berani untuk menyiapkan diri jika suratnya dibalas malam ini.

Magrib tiba...
Tak sedetikpun ada tanda-tanda Dervina muncul di sekitar Koridor. Dannz merasa berkecil hati, lalu ia memilih berjalan dan masuk kamar. Sebelum sampai ke kamar, terdengar suara langkah kaki dengan Sendal jepit.

"Nandaann....tunggu! Ini balasan suratmu, Assalamu alaikum." Dengan cepat Dervina meninggalkan Dannz.
Isinya cukup menakjubkan.

Wa alaikum salam,
Nandan.

Terima kasih sudah memuliakan wanita dan menunjukkan sifat dewasamu. Aku akan menunggumu, jangan jemput aku tanpa kopiah dan Orang tuamu.

Dervina

dengan pernyataan disurat itu, Dannz memahami. Bahwa cinta memang rasa dimana hatinya tenang dan memiliki rumah untuk pulang.

Hari terakhir di padepokan

Dannz berpamitan dengan Kyai Andry, ustad Ahmad, Dervina dan  Farid. Ada rasa haru dan bangga ia pernah berada di padepokan ini.

"Aku bangga pernah menjadi bagian  dari para pendidik agamaku meski aku terlambat menemuinya."

Mobil jemputan Dannz telah sampai pukul 10:30 pagi ini. Dengan harapan penuh pada surat balasan itu, Dannz berniat menyampaikan isi surat Dervina kepada mama dan papanya.

Setelah tiba di kota,
Dannz merasa asing di tempatny sendiri. Mama papanya menyambut dengan gembira. Jam 12:15 siang, Dannz melaksanakan Sholat Dzuhur. Hingga tak terasa lima waktu sudah ia selesaikan.

Dua hari di kota,
Dannz memanfaatkan itu untuk mengerjakan skripsi dan beberapa tugas untuk semester akhir.

Tepat hari pernikahan Randy,
Malam resepsi pukul 19:30. Dannz berangkat ke sana Dengan mengenakan stelan khusus.

Randy tidak mengetahui bahwa Dannz sudah kembali. Terlihat dari arah Pintu, Randy tidak begitu bersemangat dengan Resepsinya. Mungkin saja ia Sedang kelelahan atau pegal.

Secara diam- diam Dannz menghampirinya. "Selamat menempuh hidup baru sahabatku." Randy yg terkejut langsung memeluk Danz sambil menepuk-nepuk punggungnya.

"Terima kasih, senang rasanya melihatmu kembali! Bagaimana kuliahmu?" Dannz hanya mengangguk, "Kuliahku sudah selesai minggu lalu. Sekarang aku sudah masuk lembaga hukum."

Pestanya sangat meriah dan tidak disangka Kartika Theodora datang disana memberi selamat dengan seorang laki-laki.

Dannz kemudian pulang dan beristirahat tanpa menyapa mantan pacarnya itu.

Maghrib....

Waktu seperti ini sehabis magrib, aku sering mendengar jangkrik di malam hari saat di padepokan. Dervina, apa yang dia lakukan sekarang? Mudah-mudahan dia serius menungguku. Secepatnya aku harus memberi tahu orangtuaku.

Dannz selalu saja berfikir tentang Dervina. Setiap ia akan tidur,ia memikirkan Dervina. Gadis yang tidak pernah ia pikirkan akan masuk dan Ada di hidupnya.

Sementara itu, Dannz bekerja pada salah satu lembaga hukum bagian kriminal sebagai intel. Ia senang menghadapi kasus-kasus yang cukup rumit serta menangkap penjahat-penjahat yang 'licin'.

Senjata api, pistol dan lain sebagainya adalah perlengkapan yang biasa ia bawa dan sudah mendapat izin dari pihak yang berwenang.

Selama setahun, Dannz menahan rasa rindu dan inginnya untuk memiliki Dervina. Selama itu dannz sudah mengumpulkan biaya sendiri, itu membuat sahabatnya Randy terharu.

"Akhirnya, kau sebentar lagi akan nyusul aku. Sekarang kau tahu kan apa itu cinta?" Dannz tersenyum. "Aku telah menemukan tempat ternyaman untuk hatiku."

Mendengar ujaran sahabatnya, Randy bersedia untuk membantu Dannz berbicara tentang Dervina. Itu membuatnya merasa tertolong.

"Minggu depan, kita akan menghadap papamu." Kata Randy. Dannz tidak sabar menunggu hari itu.

Seminggu kemudian

Dannz mempersiapkan diri, dan berusaha agar tidak tegang didepan orangtuanya.

Tiit...tiitt...tiitt

Handphone Dannz berbunyi, ternyata dari Randy. "Bro aku sudah ada di depan Apartementmu, turunlah. Kita sama- sama perginya." Dannz yang sudah siap akhirnya turun menemui Randy.

"Aku siap sekarang." Dannz tersenyum lega. "Alhamdulillah , mari kita berangkat."

Pukul 08:30 mereka tiba di rumah orangtua Dannz. "Anakku, bagaimana kau bisa kesini dihari kerja?" Tanya ibu Danz.

"Mah, aku kesini ingin bicara sesuatu dengan Randy." Jawab Dannz. "Ada apa dear, coba katakan." Ibu Dannz seorang pengacara kelas manca negara. Dahulu, kewarganegaraannya adalah inggris karena ibunya (nenek Dannz) yang berkebangsaan indonesia menetap di London.

"Dannz mau..." Perasaan ragu malu dan takut tiba-tiba menghantuinya. Randy melanjutkan "Dannz mau menikah tante." Randy tersenyum menertawainya.

"Benarkah dear? Im happy to hear that." Ibunya yang bahagia langsung memanggil Ayahnya ke ruang tamu. Terjadilah percakapan yang baik disana.

"Apakah hatimu sudah mantap untuk meminang putri sulung ustad Ahmad? Papa tidak mau dengar kamu bermain dengan penyesalan." Ayah Dannz bertanya sambil meletakkan tangan di pundak Dannz.

"Iya pah, aku sudah berfikir selama setahun. Aku memutuskan untuk memilih Dervina sebagai pendamping hidup, aku senang dengan iman dan caranya memperlakukan aku dan kesalahanku. Semoga Ustad Ahmad menerima permintaan keluarga kita".

Ayah Dannz yang bangga anak bungsunya sudah menetapkan pilihan  bermaksud menelepon ustad Ahmad.
Kali ini Ayah Dannz sangat bersemangat daripada saat memasukkan puteranya ke dalam padepokan.

"Assalamu alaikum, halo Ustad Ahmad. Ini Damar." Ayah Dannz tersenyum sumringah.

"Waalaikum salam, ada apa sahabatku?" Jawab ustad Ahmad.

"Apakah Dervina sudah memiliki calon pendamping hidup? Saya bermaksud baik bersama Dannz dan ibunya ingin berkunjung kesana."

Mendengar kabar baik itu Ustad Ahmad berkata "Masha Allah Damar, datanglah. Setahun sudah Dervina menunggu. Ia sudah berjanji untuk menantikan pinangan anakmu."

Ayah Dannz tersenyum, dan menatap ke arah Dannz dengan Murung. "Baiklah saya akan menghubungimu lagi." Dannz yang penasaran itu sedikit takut lamarannya ditolak. "Pah, kenapa papah diam. Apa katanya?" Tanya Dannz dengan wajah cemas.

"Ustad Ahmad tidak menerima jika Kau masih dengan sifatmu yang mempermainkan wanita. Beliau tidak ingin anaknya dipermainkan olehmu." Dannz terkejut dengan jawaban ustad Ahmad.

"Pah aku sudah menunggu dengan sabar setahun ini dan tidak satupun wanita yang aku lirik. Aku sangat menginginkan Dervina." Dengan wajah yang kecewa Dannz meminta orang tuanya untuk kembali menghubungi Ustad Ahmad.

Ayah Dannz memang Ayah yang penuh selera humor yang baik. "Tak perlu seperti itu, anaknya sudah hampir putus asa tak bisa tidur nyenyak selama setahun. Kita di tunggu di padepokan membawa rombongan." Dannz tersenyum bahagia memeluk ayahnya.  "Papah memang suka banget bercanda. Aku yakin Ustad Ahmad menerima kita." Randy dan Istrinya pun ikut mengantarkan mereka keesokan harinya.

Dannz (Pilihan Hati) CompletedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang