Chapter 42

2.4K 266 29
                                    






"Menginap di sini malam ini?" Tanya Nyonya Wanda pada Tee, Tae melotot ke neneknya. Neneknya mengatakan agar membawa Tee untuk makan malam, tidak untuk menginap.

"Bisakah kita, P'?" Tanya Tee pada Tae, ia duduk sangat dekat dengan Nyonya Wanda. Tae menggertakkan giginya dan menggelengkan kepala, tidak.

"Aku hanya ingin Tee." Kata Nyonya Wanda sambil memelototi Tae. Baginya, cucunya sangat pelit.

"Tidak." Balas Tae memberi jawaban yang jelas. Nyonya Wanda mendengus dan menatap Tee dengan mata memohon. Tee tidak bisa mengabaikan itu.

"Hmm..P' Tae, bisakah? Hanya malam ini." Tee juga memohon. Nyonya Wanda meringis dan mengejek Tae karena menolaknya. Bisakah Tae? Tae berdecih dan menatap Tee dalam diam. Tee tahu jika Tae mengatakan 'tidak' dengan matanya.

"Kami akan ke Vietnam besok dan mengambil penerbangan pagi." Alasan Tae dan mulut Tee terbuka lebar. Ya, Tee lupa jika ia akan ikut Tae ke luar negri.

"Ya, nenek. Tee minta maaf. Tee sudah berjanji pada P' Tae untuk pergi dengannya." Kata Tee sedih sambil mengusap lembut lengan Nyonya Wanda. Tee tidak ingin menolak permintaan Nyonya Wanda, tapi dia sudah lebih dulu berjanji pada Tae.

"Jika kau ingin bekerja, tidak harus membawa Tee bersamamu. Tinggalkan dia di sini!" Omel Nyonya Wanda marah. Tae hanya mendengus dan bangkit dari sofa.

Tae berjalan menghampiri Tee dan mengulurkan tangannya. Sekarang Tee terjebak di antara dua orang. Tee menatap wajah sedih Nyonya Wanda dan wajah datar Tae. Dia menghela nafas dan meletakkan tangannya ditelapak tangan Tae.

"Maafkan Tee, nenek. Tee berjanji akan membeli banyak souvenir dan menginap di sini setelah kembali dari Vietnam." Kata Tee, dia benar-benar merasa bersalah.

Tae adalah pria yang kekanak-kanakan, dia menunjukkan wajah kemenangannya pada neneknya. Senyum mengejek tersungging di bibirnya. Apa yang harus kita lakukan pada pria ini?

"Baiklah. Nenek akan menunggu Tee." Mereka bertiga berjalan menuju pintu bersama.

Tee memeluk dan mencium pipi Nyonya Wanda sebelum melambaikan tangannya. Dia ditarik oleh Tae untuk segera pergi. Ketika mereka sudah pergi, Nyonya Wanda tertawa kecil dan menggelengkan kepalanya. Ia hanya ingin menggoda Tae, tapi juga benar-benar ingin agar Tee menginap.

*****

Vietnam sangat mengagumkan, Tee tidak bisa menggambarkan keindahan pemandangannya. Tae tersenyum sayang pada Tee yang seperti anak kecil yang berlari di sekitar taman. Tee terkikik dan kembali menghampiri Tae hanya untuk menyeret Tae untuk berlari bersamanya. Tae berlari dan tertawa bersama dengan Tee.

"P' Tae!!!!" Teriak Tee tiba-tiba. Tae terkekeh, menatap Tee yang terus meneriakkan namanya ke danau.

"Kau begitu menyukai namaku, baby?" Tae memeluk Tee dari belakang, meletakkan dagunya di bahu Tee. Perbedaan tinggi mereka sangat sempurna.

"Ermm. Aku pernah mendengar jika kau menemukan sebuah danau besar dan kau meneriakkan nama orang yang kau cintai, dia akan berumur panjang." Jawab Tee, juga tertawa. Tae merasa hatinya hangat. Tidak peduli tentang kebenaran dengan apa yang dikatakan oleh Tee, baginya, apa yang Tee katakan itu nyata.

"Jadi, kau mencintaiku?" Tanya Tae membuat Tee memerah.

"P' sudah mengetahuinya." Jawab Tee malu. Tae terkekeh, memberikan kecupan di pipi Tee.

"Aku tidak ingin memiliki umur panjang, aku ingin hidup bersamamu selamanya." Tee memutar tubuhnya di dalam lengan Tae dan memeluknya. Tee menyandarkan kepalanya di dada Tae.

"Aku juga." Bisik Tee. Tae mendengarnya dan memberikan ciuman di kepala Tee.

"Aku tidak sabar untuk menikahimu." Kata Tae sambil menghela nafas.

"Kenapa?" Tanya Tee penasaran.

"Aku ingin melakukan lebih dari sekadar ciuman." Jawab Tae.

Mata Tee terbuka lebar, ia mendorong Tae. Pipinya memerah dan berjalan menjauh dari Tae.

"Baby, kenapa?" Tanya Tae pura-pura lugu. Tae pikir Tee tidak akan menangkap maksudnya, dia hanya ingin menggoda Tee.

"Pria tua mesum!" Teriak Tee kemudian berlari dengan cepat. Ia harus melarikan diri karena Tae memiliki pemikiran konyol.

Tae tertawa keras dan berjalan menghampiri Tee yang berlari untuk menyelamatkan hidupnya. Tidak peduli seberapa jauh Tee berlari, ia harus menunggu Tae jika ingin kembali ke hotel.

Apa yang dipikirkan Tae salah, karena Tee tidak ada di mobil sewaan mereka. Tae berjalan ke sekitar, mungkin Tee salah mobil. Tapi Tee tidak ada sama sekali.

Tae terus berjalan sekitar sepuluh menit lebih, tapi masih belum menemukan Tee. Tae mulai panik dan mencoba menghubungi ponsel Tee, tapi tidak ada jawaban.

"Tee! Tee!" Teriak Tae, dia berharap Tee bisa mendengarnya. Tae benar-benar panik.

Tae bertanya dan menunjukkan foto Tee pada pejalan kaki. Tidak ada yang melihat Tee dan itu sudah hampir 30 menit.

"P' Tae!" Tae berbalik ketika mendengar Tee memanggil namanya. Tae sedang berada di pos polisi untuk meminta bantuan ketika Tee berlari ke arahnya.

"Tee!" Tae berlari menghampiri Tee dan memeluk Tee yang menangis.

"Baby, dari mana saja kau? Kau baik-baik saja?" Tanya Tae sambil memeriksa tubuh Tee dan ia terkejut ketika melihat baju bagian belakang Tee robek.

"P' Tae, aku sedang berlari ketika seorang pria menarikku ke lembah yang gelap." Tee tergagap saat bicara. Tee memegang erat tubuh Tae, dia kerakutan.

"Dia tidak ingin merampokku. Tapi... Tapi kenapa dia meraba-raba tubuhku? Aku takut." Tee menangis kacau.

Rasanya Tae ingin membunuh seseorang. Ia memeluk erat Tee. Dua polisi bicara dengan Tae, menanyakan apakah mereka memiliki masalah.

"Kekasihku, seseorang baru saja menyerangnya." Tae menjelaskan dengan bahasa yang dimengerti oleh polisi.

Setelah mereka selesai menjelaskan semuanya, Tae dan Tee kembali ke hotel. Tee memberikan jaketnya untuk Tee. Tae ingin memukul dirinya sendiri karena sudah menempatkan Tee dalam bahaya.

Setelah sampai di hotel, Tee sudah tenang dan sedang makan es krim dengan wajah riang. Tee sudah lupa jika ia baru saja diserang. Sepertinya Tee tidak tahu jika ia hampir diperkosa oleh seorang pria.

"Baby, apa ada yang terluka?" Tanya Tae khawatir, Tee tersenyum dan menggelengkan kepalanya.

Tae menempelkan dahinya dengan dahi Tee, menutup matanya erat.

"Aku baik-baik saja, P'. Aku hanya terkejut. Orang itu, dia ... Sangat menakutkan." Kata Tee, ia merinding ketika mengingat kejadian itu.

"Aku tidak tahu kenapa dia meraba-raba tubuhku, mungkin dia mabuk." Lanjut Tee, ia berpikir keras.

"Yeah. Jangan pergi terlalu jauh dariku. Kita akan kembali ke Bangkok besok." Balas Tae, membelai lembut pipi Tee dengan ibu jarinya.

"Tapi P' mengatakan kita akan mengunjungi taman kupu-kupu."

"Kita bisa mengunjunginya di Bangkok."

"Tapi ada spesies yang tidak bisa ditemukan di Bangkok. P', jangan pulang dulu. Aku ingin pergi ke sana." Mohon Tee. Tae ingin menolak, tapi Tee sudah hampir menangis. Tae menghela nafas dan mengangguk.

"Terima kasih!" Tee melompat dari tempat tidur dan berlari ke kamar mandi. Tee ingin mandi. Tee merasa jijik dengan cara orang asing itu meraba-raba dan menyentuh tubuhnya.



Love Is Here (bahasa translate)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang