Satu jam lebih Taufan terus mengendarai sepeda motornya menelusuri jalan kota yang masih belum terlalu ramai di minggu pagi dengan segala rasa gundah yang melanda hatinya, bayangan Papa, Mama, Badai dan Lintang berputar-putar di benaknya, hingga tak terasa meninggalkan pusat kota, menuju ke utara dan sampai di sebuah perkampungan nelayan, melewatinya dan akhirnya terlihat laut biru yang membentang luas di depannya. Debur ombak dan angin laut menyambutnya di antara bau amis ikan ,juga deretan kapal-kapal nelayann dengan berbagai ukuran yang sedang bersandar di dermaga kecil setelah semalaman mencari ikan di tengah laut.
Taufan membelokkan sepeda motornya ke arah kiri, menjauhi perkampungan nelayan melewati beberapa pohon kelapa pantai yang menjulang tinggi. Dia menghentikan sepeda motornya, turun dan berjalan ke arah laut. Di atas pasir, sekitar dua meter dari batas pecahnya ombak dia berhenti, berdiri tegak, lalu melemparkan tas ranselnya di atas pasir dan melepaskan jaketnya yang dilemparnya di atas tas. Setelah itu duduk dengan memeluk kedua lututnya, matanya memandang ke laut lepas. Sesekali pandangannya menangkap camar yang terbang. Sinar matahari mulai terasa lebih panas mengenai kulitnya. Tidak jauh dari tempat tersebut terlihat deretan pohon bakau tua dengan akarnya yang sudah menjalar kemana-mana.
Hari yang cerah, langit membentang biru dihiasi awan-awan cirrus tipis di atas laut yang tenang. Taufan berada dalam sebuah kapal kecil bersama Papa, Mama, Badai dan Lintang. Mereka sedang bergembira. Bernyanyi bersama. Papa merangkul pundak Mama dengan mesra. Badai merangkul dirinya dan Lintang dengan erat dan penuh sayang.
Tiba-tiba langit yang cerah berubah menjadi mendung gelap, dan hujan pun turun dengan derasnya disertai angin, petir menyambar, ombak pun menjadi besar, kapal yang ditumpangi keluarga Taufan menjadi oleng dan terombang-ambing. Badai memeluk Papa dan Mama, Taufan memeluk erat Lintang yang menangis ketakutan. Langit semakin gelap, tanpa mereka sadari sebuah ombak besar dan tinggi datang, semuanya berteriak. Tapi terlambat, ombak tersebut telah menggulung perahu mereka.
Taufan membuka matanya, dia tersadar. Tubuhnya di dalam air. Kemudian teringat dengan apa yang baru saja terjadi. Dia berenang ke atas. Sesampainya di permukaan, Taufan melihat kesekeliling, mencari satu persatu keluarganya, Papa, Mama, Badai dan Lintang, tapi dia tidak melihat apa-apa, hanya air dan air. Dia kembali menyelam ke dalam air, berusaha mencari keluarganya, namun tetap tidak menemukannya, lalu muncul kembali ke permukaan dan berenang ke sana-kemari sambil berkali-kali memanggil-manggil satu per satu keluarganya, tetap tidak ada jawaban, akhirnya dia kehabisan tenaga. Terapung-apung sambil memeluk sebuah kayu sisa pecahan kapal yang ditumpanginya bersama keluarganya, dia merasa lemas dan kehausan, pandangan matanya mulai kabur. Beberapa saat kemudian, samar-samar melihat sebuah perahu mendekat ke arahnya. Ketika perahu itu berada di depannya, sebuah tangan menjulur padanya. Dengan sisa-sisa tenaga dan pandangannya yang kabur, Taufan menyambut uluran tangan itu, setelah itu dia merasa tangannya ditarik dengan kuat.
"Hei! Seorang laki-laki pagi-pagi sudah duduk melamun di pantai itu pasti punya sebab, kalau tidak sedang patah hati pasti kabur dari rumah!" Sebuah suara membuyarkan lamunan Taufan. Tanpa dia sadari, kini disampingnya duduk seorang laki-laki yang kurang lebih sebaya dengannya, berambut lurus kecoklatan, berhidung mancung dan berkulit putih kecoklatan. Laki-laki itu memakai kaos putih polos dengan celana panjang kain warna biru tua yang dilipat sampai betisnya. Taufan menoleh kearahnya. Laki-laki itu nampak tersenyum sambil memandang ke laut bebas.
"Sok tahu!" tukas Taufan, kemudian mengalihkan pandangannya ke arah laut lepas.
"Tentu saja aku tahu. Aku sudah pernah menemui laki-laki seperti itu di sini. Kamu sedang mengalami yang mana? Yang pertama aku sebutkan? Atau yang kedua?" Taufan mencibir. "Baiklah, aku tidak akan memaksamu untuk menjawabnya. Lagipula itu bukan urusanku! Tapi Melihat jaket, ransel dan motormu, aku pastikan kamu pasti kabur dari rumah!" Laki-laki itu tersenyum sambil memungut pecahan kulit kerang dan dilemparkan kearah laut. Taufan terdiam. "Kamu diam. Berarti apa yang aku katakan adalah benar!" Laki-laki itu tertawa.
YOU ARE READING
DAN LAUT PUN MENJADI SUNYI
Teen Fiction"Taufan! Kamu mau ke mana!" teriak Papa. Taufan yang memakai jaket biru, kaos putih dan bercelana jeans biru tidak menghiraukannya, terus berjalan ke tempat sepeda motor sport yang terparkir di samping mobil sedan dan langsung menaikinya. "Taufan...