Baruna dibawa ke rumah sakit terdekat dan langsung masuk ke UGD. Taufan, penjual manik-manik dan wanita berkerudung itu menunggunya di luar. Taufan sebenarnya memaksa untuk ikut masuk ke ruangan, namun dilarang oleh dokter dan perawat.
"Saya akan mengurus administrasinya. Siapa nama temanmu dan dimana tinggalnya?" tanya wanita berkerudung. Taufan pun menyebutkan nama Baruna dan alamat perkampungan nelayan Wulan. Setelah informasi tentang Baruna wanita itu pergi. Sepuluh menit kemudian dia kembali. "Semua administrasi sudah selesai. Tapi maaf, saya tidak bisa lama di sini karena harus menjemput kakak saya di stasiun."
"Tidak apa-apa Mbak, sudah lebih dari cukup bantuan dari Mbak. Saya sangat berterima kasih banyak pada Mbak," kata Taufan, Wanita berkerudung itu tersenyum, lalu pergi. "Mas juga boleh pergi, kasihan dagangan Mas. Bantuan Mas sudah begitu banyak. Saya sangat berterima kasih." Taufan berkata kepada laki-laki penjual manik-manik.
"Kamu yakin tidak apa-apa sendirian di sini?" tanya laki-laki itu. Taufan mengangguk sambil berusaha untuk tersenyum. Setelah menepuk punggung Taufan, laki-laki penjual manik-manik itu pun pergi. Taufan mengambil telephon genggamnya, dia menelphon Wulan, mengabarkan apa yang telah terjadi. Setelah menelphon dia duduk di atas lantai, kepalanya diletakkan di antara kedua lututnya. "Semoga kamu tidak apa-apa Bar," katanya lirih sambil mengangkat kepalanya dan menyandarkannya di dinding. Pintu ruangan UGD terbuka, salah seorang perawat yang membawa Baruna keluar. Taufan langsung berdiri dan mendekatinya. "Bagaimana dengan teman saya?"
"Teman Mas, banyak megeluarkan darah, lambungnya terluka. Tapi kami berusaha menolongnya. Mas sabar saja." Perawat itu kemudian pergi. Taufan menghela nafas dalam-dalam kemudian mengambil handphone dari saku celananya dan menelphon seseorang.
"Mas Taufan!" Teriak seseorang.
Taufan yang baru saja menelphon menoleh dan terkejut ketika mengetahui siapa yang baru saja memanggil namanya. "Mas Amin?!"
"Bagimana dengan Mas Baruna?" tanya Amin. Taufan mengatakan apa yang telah dijelaskan oleh perawat tentang luka tusuknya. "Ya Tuhan!" seru Amin dengan penuh kekuatiran dan langsung mengambil telephon genggamnya untuk menelphon seseorang. Taufan mendengar Amin menyebutkan nama Ramadhan.
"Mas Amin menelphon Om-nya Baruna?"
"Ya Mas. Hanya dia satu-satunya keluarga Mas Baruna yang bisa saya hubungi."
Taufan menanyakan bagaimana Amin tahu kalau dia dan Baruna berada di rumah sakit. Amin mengatakan kalau salah seorang pelayan kios sebelahnya melihat ada orang terluka di jalan dan mengatakan kalau orang yang tertusuk tersebut mirip dengan salah satu laki-laki yang pernah datang ke tempatnya. Dia tidak percaya, lalu mendatangi tempat kejadian dan menanyakan pada seorang tukang parkir. Tukang parkir itu kemudian menjelaskan apa yang telah terjadi di tempat tersebut. Dia menanyakan bagaimana cirri-ciri dua laki-laki muda yang berkelahi dengan preman tersebut. Setelah ciri-ciri disebutkan, Amin menjadi gelisah karena ciri-cirinya mirip dengan Baruna dan Taufan dan ciri-ciri laki-laki yang tertusuk adalah ciri-ciri Baruna. Tukang parkir tersebut kemudian mengatakan kalau laki-laki terluka itu telah dibawa dengan mobil, kemungkinan ke rumah sakit terdekat. Amin pun langsung pergi ke rumah sakit. Di UGD dia menanyakan pada salah seorang perawat apa ada seorang pemuda yang baru masuk UGD karena luka tusuk. Perawat tersebut membenarkannya. Dengan mengaku sebagai salah seorang kerabat dari pemuda yang tertusuk tersebut akhirnya dia diperbolehkan masuk.
"Ya Tuhaaaan, kenapa perkelahian dengan preman-preman pasar itu berakibat fatal seperti ini?" sesal Amin.
"Saya juga tidak menyangka akan berakibat seperti ini, Mas. Apa yang saya kuatirkan terjadi juga!" Taufan menghela nafas dalam-dalam.
"Sebenarnya kalian sedang apa di tempat itu dan mau kemana?"
"Kami mau pergi ke tempat Mas Amin." Taufan kemudian menceritakan keinginan Baruna untuk pergi mengunjungi orang-orang yang berjasa dalam hidupnya dan kenapa dia sampai di tempat itu.
YOU ARE READING
DAN LAUT PUN MENJADI SUNYI
Teen Fiction"Taufan! Kamu mau ke mana!" teriak Papa. Taufan yang memakai jaket biru, kaos putih dan bercelana jeans biru tidak menghiraukannya, terus berjalan ke tempat sepeda motor sport yang terparkir di samping mobil sedan dan langsung menaikinya. "Taufan...