Taufan akhirnya mengikuti kemauan Papa dengan bekerja di kantornya. Faktor pendorong utamanya karena ingin melihat Mama senang dan bahagia, juga karena dia teringat nasihat Baruna yang mengatakan apa salahnya jika mengikuti kemauan Papa. Taufan satu ruangan dengan Bayu di kantor. Kakak iparnya tersebut dan juga Sekar membantunya.
Seminggu berlalu. Taufan yang bekerja tanpa semangat semakin merasa tidak betah dan tidak nyaman dengan dunia barunya tersebut.
"Aku tidak bisa bekerja seperti ini," keluh Taufan pada Bayu.
"Belajar sedikit demi sediti Fan, nanti kamu juga akan bisa dan terbiasa." Bayu mencoba memberikan semangat.
Taufan terbatuk. "Ini bukan duniaku, Mas. Jika aku terus di sini, pasti akan selalu merepotkan dan membuang waktumu, juga Sekar!"
Bayu menghela nafasnya. "Aku tahu Fan, ini bukan keinginanmu, tapi keinginan Papa. Kamu pasti melakukannya dengan terpaksa. Cobalah, setidaknya demi Mama, seperti yang kamu bilang." Taufan kembali terbatuk sambil memegang dadanya. Bayu memperhatikannya. "Aku perhatikan kamu sering sekali batuk Sepertinya kamu tidak sehat, Fan. Apa kamu tidak sadar, kamu terlihat jauh lebih kurus?"
"Aku tidak apa-apa. Cuma kurang enak badan, Aku hanya sedikit lelah dan lemas."
"Tapi Fan, sepertinya kamu memang sakit. Apa tidak sebaiknya kamu periksa ke dokter?"
"Tidak perlu. Aku hanya butuh istirahat saja, Mas. Kalau juga sakit, wajar Mas. Aku manusia biasa, bukan manusia super yang kebal terhadap penyakit." Taufan tersenyum. Bayu hanya bisa menggeleng-gelengkan kepala mendengar jawabannya, kemudian dia menyuruhnya istirahat. Taufan menurut, dia keluar ruangan.
"Kamu mau kemana, Fan?" tanya Sekar saat bertemu Taufan di depan ruangan Bayu.
"Aku akan keluar sebentar. Refreshing. Mas Bayu yang menyuruhku."
"Keluar kemana?"
"Ke tempat dimana aku menemukan duniaku sendiri." Taufan tersenyum lalu pergi.
"Semoga kamu tidak pergi untuk bertemu dengannya, Fan. Sudah cukup aku melihaat kalian berdua waktu itu. Dan itu menyakitkanku!" benak Sekar sambil memandang kepergian Taufan. Setelah Taufan tidak tampak lagi, dia masuk ruangan.
***
Setelah pergi dari kantor, Taufan langsung ke tempat Kosim. Di studio lukisnya dia memandang lukisan bergambar Baruna dan tiga lukisan mimpinya. "Bar, aku merindukan kehadiranmu. Aku ingin kita bermain di pantai lagi, bermotor berdua dan menangkap ikan di malam hari. Aku masih berhutang banyak padamu. Aku belum membayarnya!" Taufan menghela nafasnya. "Oh iya, aku mecoba mengikuti nasihatmu untuk menuruti kehendak Papa! Tapi aku tidak betah, bosan dan merasa tidak nyaman. Itu bukan duniaku." Taufan memejamkan matanya dan menghela nafasnya. "Aku ingin bertemu lagi denganmu, Bar!" ungkapnya. Kemudian megambil kanvas kosong dan meletakannya di penyangganya. Tidak ada yang dilakukan Taufan dengan kanvas kosong tersebut. Dia hanya memandanginya. "Apa yang harus aku lukis? Padahal aku ingin sekali melukis!" keluhnya, lalu berjalan menuju balai kecil di sudut ruangan, membaringkan badannya dan tidak terasa dia pun tertidur.
***
Kosim yang baru pulang mengajar geleng-geleng kepala ketika melihat Taufan yang sedang tertidur di balai kecil di dalam studio lukis. aufan mendengar kedatangannya, dia membuka mata dan menyapa Kosim, kemudian duduk dibalai.
"Kenapa kamu tidur di sini, bukankah ini masih jam kantor?" tanya Kosim.
"Aku tidak betah Mas, aku benar-benar tidak nyaman di kantor. Benar-benar bukan duniaku. Setengah hari di kantor rasanya seperti seabad di dalam penjara!"
YOU ARE READING
DAN LAUT PUN MENJADI SUNYI
Teen Fiction"Taufan! Kamu mau ke mana!" teriak Papa. Taufan yang memakai jaket biru, kaos putih dan bercelana jeans biru tidak menghiraukannya, terus berjalan ke tempat sepeda motor sport yang terparkir di samping mobil sedan dan langsung menaikinya. "Taufan...