Bagian 21 Pergi

11 2 0
                                    

Mama terkejut melihat Taufan pulang bersama dengan Sekar dalam keadaan berantakan dan baju yang kotor oleh darah. "Ada apa ini?" serunya dengan nada kuatir.

Taufan tidak menjawab namun langsung memeluk Mama. "Baruna Ma," ujarnya dengan lirih sambil memeluk erat Mama.

"Kenapa dengan temanmu itu?" tanya Mama sambil mengusap-usap punggungnya.

Bayu datang dan menyuruh Taufan untuk membersihkan diri terlebih dahulu. Dia yang akan menjelaskan pada Mama. "Memangnya ada apa Yu?" tanya Mama penasaran sambil melepaskan pelukannya dari Taufan. Tanpa menjawab Taufan menurut apa yang dikatakan oleh kakak iparnya tersebut. Bayu kemudian menjelaskan apa yang sebenarnya telah terjadi dengan Taufan. "Ya Tuhan!" seru Mama ketika mendengar apa yang telah terjadi dengan Baruna. "Papamu sudah tahu?" Bayu menggeleng.

Bayu dan Sekar kemudian pamit pulang

***

Taufan memandang dirinya yang memakai baju bernoda darah Baruna di cermin kamar mandi. Kemudian dilepaskan bajunya, dipandanginya bekas-bekas darah pada baju tersebut. "Kenapa kamu harus pergi secepat ini Bar?! Terus apa arti mimpiku itu, Tuhan?" Taufan meletakkan baju yang dipegangnya dipinggir wastafel. Kemudian meraba saku celananya, dikeluarkannya bungkusan plastik berisi dua untai kalung dari kulit kerang, dipandanginya sesaat bungkusan itu lalu diletakkan di atas bajunya. Setelah itu dia memutar kran shower. Air menyiram kepala hingga ujung kakinya. Celana jeansnya basah kuyup.

***

Selesai mandi Taufan duduk membisu di tepi tempat tidurnya, teringat bagaimana Baruna membantunya saat menggarap skripsinya dan saat mereka saling meledek dan mencela yang akhirnya sama-sama tertidur karena sudah larut dan mereka sudah terlalu lelah di kamarnya. Kemudian teringat bagaimana Baruna pernah mengatakan tentang dirinya yang mati muda. Cukup lama Taufan termenung, bayangan-bayangan Baruna dari pertama bertemu hingga terbujur kaku di ranjang UGD memenuhi benaknya sampai kemudian bayangan dan mimpinya. Taufan kemudian berdiri, mengambil jaket dan langsung keluar kamar. Mama yang menunggunya di ruang tengah melihatnya dan langsung meneriakinya.

"Taufan, kamu mau kemana?"

"Aku keluar sebentar!" Taufan mengambil kunci sepeda motornya yang diletakkan oleh Bayu di atas lemari es.

"Fan, apa kamu tidak makan malam dulu? Kamu belum makan dari siang kan?"

"Aku tidak lapar Ma!"

Taufan pergi.

***

Kosim yang baru pulang dari masjid setelah sholat isya melihat Baruna sedang duduk memandangi tiga lukisannya.

"Apa kamu sedang mempunyai ide baru untuk melukis?" ujar Kosim. Taufan menoleh kepada. Laki-laki setengah baya yang masih memakai kain sarung, baju koko dan peci itu terkejut ketika melihatnya menitikan air mata. "Ada apa Fan? Apa kamu bertengkar lagi dengan bapakmu?"

Taufan menggelengkan kepala. "Baruna, Mas?"

"Temanmu barumu itu?" Kosim menunjuk lukisan Baruna. "Memangngya ada apa dengan dia?"

"Dia telah pergi."

"Pergi kemana?" Kosim nampak bingung.

"Pergi untuk kembali ke sang Penciptanya."

"Meninggal?!" Kosim nampak terkejut dan tidak percaya. "Inalillahi wainailahi rojiuun! Apa yang terjadi, Fan?" Taufan kemudian menceritakan apa yang terjadi dengan Baruna secara singkat.

"Ya Tuhaaan!" seru Kosim setelah mendengar cerita Taufan.

"Aku tidak dapat menolongnya."

Kosim menepuk punggung Taufan. "Kematian sudah ditetapkan oleh Tuhan Fan, tidak akan ada yang dapat menghindarinya dan menghalanginya. Manusia hanya bisa berusaha tapi Tuhan yang menetapkan. Tidak ada yang perlu disesali. Bukankah kamu sudah berusaha menolongnya?" Taufan terdiam, kemudian bangkit dari duduknya dan melangkah pergi. "Kamu mau pergi kemana Fan?"

DAN LAUT PUN MENJADI SUNYIWhere stories live. Discover now