Sesampainya di kampung nelayan, Wulan langsung duduk di bangku kaya di bawah pohon kelapa depan rumah Kakek. Raut sedih terlihat di wajahnya, matanya berkaca-kaca. Dia teringat, bagaimana tangisan Mama dan Lintang pecah saat dokter yang menangani Taufan keluar dari pintu ruang UGD dan meminta maaf kalau mereka sudah berusaha semaksimal mungkin untuk menolong Taufan, namun ternyata Tuhan berkehendak lain. Sekar nampak berusaha menguasai diri, namun ternyata tidak sanggup, tangisnya pun pecah. Terdengar gadis cantik itu menyebutkan kata cinta kepada Taufan. Wulan yang juga tak sanggup menahan tangisnya merangkul Sekar yang nampak limbung.
"Siapa yang namanya Baruna?" Dokter tersebut bertanya. "Dia sempat menyebutkan nama itu."
Wulan yang sedang merangkul Sekar terkejut, lalu mengatakan kalau Baruna adalah teman Taufan yang sudah meninggal.
"Baruna?" gumamnya, kemudian teringat cerita mimpi-mimpi Taufan tentang Baruna. "Jadi, akhirnya kamu ikut pergi dengan Baruna, Fan?"
"Bagaimana keadaan Taufan?" Suara Syamsul membuyarkan lamunan Wulan. Dilihatnya, ayahnya berdiri disampingnya bersama dengan Kakek. Tanpa berkata-kata Wulan langsung memeluk ayahnya, tangisnya pecah. "Taufan Yah. Taufan Kek!" Dengan sikap Wulan tersebut, Syamsul dan Kakek langsung mengerti apa yang telah terjadi dengan Taufan. "Dia memang anak bodoh! Sakitnya dibiarkan saja!" Wulan berkata dalam tangisnya. "Kenapa aku harus bertemu dan berteman dengan mereka Pak! Berteman dengan dua orang bodoh!" Syamsul membelai rambut putrinya, sedangkan Kakek membelai punggungnya.
"Itu sudah rencana Tuhan. Kamu bertemu dan berteman dengan mereka."
"Bodoh! Bodoh! Bodoh!"
***
Hari menjelang malam, kesedihan menyelimuti kediaman Taufan, tak terkecuali Asri, Pak Dirman, tetangga dan teman-teman Taufan. Seorang laki-laki dengan membawa ransel nampak bingung ketika melihat keramaian di depan rumah. Lalu dengan tergesa-gesa masuk ke dalam rumah tersebut. Orang-orang memperhatikannya. Laki-laki itu menghentikan langkahnya didepan jenazah Taufan yang terbujur kaku di ruang tengah. Wajahnya menegang dan menatap tidak percaya wajah laki-laki yang terbaring diam di depannya. "Taufan!" Teriaknya, menjatuhkan ranselnya lalu bersimpuh dan memeluk Taufan. "Kenapa harus seperti ini Fan!" Dia pun menangis.
"Badai!" Mama yang baru keluar kamar berteriak ketika melihat laki-laki itu.
"Mama!" Laki-laki yang tidak lain adalah Badai, kakak Taufan bangkit berlari kearah Mama dan memeluknya dengan erat. Tangis Mama kembali pecah. Begitu juga dengan Lintang yang mendekat bersama Bayu, tangisnya pecah di pelukan kakaknya. Lintang menanyakan bagaimana kakaknya itu pulang pada waktu yang bersamaan dengan meninggalnya Taufan. Badai kemudian bercerita kalau jumat malam dia menelpon ke rumah dan yang mengangkat adalah Asri, waktu itu dia sedang berada kota kabupaten. Asri menceritakan tentang Taufan yang masuk ke rumah sakit. Dia mempunyai perasaan tidak enak. Maka saat itu juga dia memutuskan untuk pulang. Siang hari, dia baru mendapatkan tiket pesawat. Badai kemudian menanyakan tentang Papa.
"Papa ada di teras belakang. sejak kembali dari rumah sakit Papa hanya berdiam diri, tak sepatah kata pun keluar dari mulutnya," ungkap Bayu.
"Aku akan menemuinya!" Badai berjalan ke belakang rumah, dia bertemu dengan Sekar yang baru saja pamit dengan Papa.
"Mas Badai!"
"Sekar."
Sekar tidak dapat menahan tangisnya lagi, Badai memeluknya dengan erat, Dia tahu betul bagaimana hubungan gadis cantik tersebut dengan adiknya.
"Maafkan Taufan, Kar. Mungkin dia sudah menyakitimu selama ini," ucap Badai sambil melepaskan pelukannya. Dia menyuruh Sekar untuk bersabar dan ikhlas atas kepergian Taufan, karena semua sudah menjadi kehendak Tuhan. Sekar mengangguk, kemudian pergi meninggalkan Badai.
YOU ARE READING
DAN LAUT PUN MENJADI SUNYI
Teen Fiction"Taufan! Kamu mau ke mana!" teriak Papa. Taufan yang memakai jaket biru, kaos putih dan bercelana jeans biru tidak menghiraukannya, terus berjalan ke tempat sepeda motor sport yang terparkir di samping mobil sedan dan langsung menaikinya. "Taufan...