[11] sadar

4.1K 923 213
                                    

"gue kan udah nggak sabar buat bermain sama lo."

"ㅡtenang aja, gue bakal nungguin lo dengan sabar sampe lo bangun kok. karena lebih seru mainnya kalo lo dalam keadaan sadar, kkkk!" suara kekehan orang itu menggema memenuhi kamar rawat yang tertutup ini.

setelah berkata begitu, ia meninggalkan ruangan itu dan bergegas kembali ke apartemenㅡtakut kalau-kalau ada yang menyadari kepergiannya.

beberapa detik setelah pemuda itu pergi, jemari hyeongjun mulai menunjukkan pergerakan.




















setelah dipanggil lewat speaker sekolah, sekarang jihyun dan ketujuh pemuda itu datang ke kantor polisi untuk diinterogasi.

jihyun dengan seongwoo di ruang pertama, sedangkan ketujuh orang lainnya menunggu giliran untuk diinterogasi oleh minhyun di ruang sebelah.

jihyun menggigit bibirnya resah. bagaimana kalau ia akan benar-benar dipenjara setelah ini?

"hei, santai saja. tidak usah gugup begitu," ucap seongwoo sembari tertawa hingga kedua matanya menyipit.

"ah, iya." jihyun sedikit terkejut karena ternyata detektif di hadapannya sekarang berbeda 180 derajat dengan yang kemarin.

"saya tau kamu bukan pelakunya."

"eh?"

"saya di sini bukan mau menekan melainkan membantumu. karena itu kamu bisa jujur sama saya." seongwoo berusaha meyakinkan jihyun.

gadis itu pun mengangguk pelan lalu mengulas senyum tipisnya.

"shin ryujin, korban di kamar 13 alias kamar yang kamu tempati sekarang ... dia kakakmu 'kan?" tanya seongwoo.

jihyun kembali menganggukkan kepalanya walaupun tidak bisa dipungkiri, ia sedikit heran karena seongwoo tiba-tiba membahas kasus itu.

"apa kamu yang membunuhnya?"

"bukan lah, pak!" sanggah jihyun cepat.

"kalau begitu, apa alasanmu pindah ke kamar tempat kakakmu dibunuh?"

pertanyaan seongwoo barusan membuat jihyun terdiam sejenak.

"saya ... ingin menyelidiki kematian kakak saya."

"yakin bukan karena ingin balas dendam?"

"bukan."

seongwoo mengangguk-angguk tanda mengerti.

"apakah di antara mereka bertujuh ada yang tau kalau shin ryujin adalah kakakmu?"

"saya tidak pernah bilang ke mereka, tapi ...." jihyun menggantungkan kalimatnya karena di dalam otaknya terpikirkan suatu hal.

"tapi apa?" ulang seongwoo.

"ada satu orang yang entah dari mana sudah mengetahuinya. dan dia sering meneror saya lewat pesan."

"dia siapa?"

"saya juga tidak tahu, pengirimnya anonim. tapi sepertinya psikopat gila itu," jawab jihyun dengan nada kebencian.

"apa ada seseorang yang kamu curigai?"

jihyun kembali terdiam namun pikirannya tertuju pada seseorang.

"... entahlah."



















"aPA?! HYUNGJUN UDAH SADAR, DOK?" wonjin memekik setelah mendengar kabar bahagia dari dokter kang di telepon.

minkyu yang sedang mengerjakan tugasnya otomatis menoleh ke arah wonjin.

jinwoo yang sudah rebahan di kasurㅡbersiap-siap mau tidurㅡjuga langsung duduk lagi.

"iya, ini benar-benar sebuah keajaiban. besok dia sudah bisa dipindahkan ke kamar biasa."

"ah iya, makasih dok! makasih banyak!" ucap wonjin sambil membungkukkan badannya berkali-kali. tidak ada gunanya juga padahal, toh dokter kang tidak akan bisa melihatnya.

setelah sambungan telepon dengan dokter kang ditutup, wonjin langsung memberi tahu kabar itu pada teman-temannya lewat group chat.

"hyeongjun udah sadar?" tanya minkyu dan jinwoo berbarengan.

wonjin mengangguk semangat. "besok pagi gue mau jenguk dia. kalian ikut nggak?"

"gue ikut," sahut minkyu.

"gue pengen ikut, tapi besok pagi kelas gue ada ulangan ekonomi. lo tau sendiri 'kan, bang, gimana reaksi bu yoonjung kalo sampe ada anak yang nggak masuk?" ucap jinwoo lesu.

wonjin terkekeh. "tau banget, disuruh guling-guling di lapangan seratus kali 'kan?"

jinwoo mengangguk lemas. "nanti gue nyusul ke rumah sakit deh setelah pelajaran bu yoonjung."

"eh, jin. si jihyun udah lo ajakin?" tanya minkyu mengingat jihyun belum masuk ke group chat wonjin dan kawan-kawan.

"nggak usah."

"loh, kenapa?"

"ehm, itu ... dia kan masih dalam tahap penyelidikan. kepolisian bilang kalo dia nggak boleh ke mana-mana selain ke sekolah," jelas wonjin sambil mengusap tengkuknya.

"oh ...."



















"sampe kapan gue harus ngelakuin ini?" tanya seorang pemuda dengan nada frustasi.

"sampe gue puas mungkin?"

"gue tau lo nggak bakal pernah puas ngebunuh orang!"

suara kekehan terdengar nyaring di ponsel pemuda itu.

"lo lupa gue punya rahasia terbesar bokap lo?"

pemuda itu mengepalkan tangannya.

"apa perlu gue ingetin lagi, hm? seorang pembunuh yang menyembunyikan kedoknya di balik jubah seorang jaksa."

"brengsek!"

"kkkkk! kalo lo mau rahasia itu tetep aman, jangan ngeluh mulu dong~"

rahang pemuda itu mengeras. ia benci kenyataan bahwa dirinya harus takluk pada orang itu.




"... by the way, gue punya tugas baru buat lo."

room no. 13 | pdx101 [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang