Chapter 2.2

28 5 0
                                    

Ayumu berhenti di tengah lapangan basket. Napasnya terdengar sangat jelas bahwa ia sedang menahan amarahnya. Dia sama sekali tak berpaling dan melihat gadis di belakangnya saat ini.

"A-Ayumu.." panggil Taneda sambil berusaha menatap wajah Ayumu. Suara yang ia berikan kini terdengar seperti orang ketakutan.

"Pembohong! Kau kini bersembunyi di belakangku hanya karna ingin menutupi semua kekesalanmu padaku kan. Kenapa tak bilang langsung bahwa kau membenciku."
"Aku kini mempercayaimu, namun kau telah menghilangkan perasaan baikku padamu. Aku membencimu Taneda."

"Kau tak mengerti Ayumu.."

"Apa?!"

"Aku tak pernah marah padamu meski kita menyukai orang yang sama. Aku bahkan tak berpikir untuk terus memikirkanya,karna menurutku itu terlalu berlebihan. Mungkin aku hanya suka sementara, bukankah begitu?"
"Lagipula, kau kan sudah mendapatkan nomor Katayose, kenapa tidak mencoba mengirim pesan padanya kan kau ingin mengenalnya lebih banyak lagi." imbuhnya sambil berpura pura tidak mempermasalahkan kejadian itu. Taneda bahkan berbicara dengan suara datar.

"Kau pikir dengan itu aku akan memaafkanmu?" Ayumu kini berbalik. Matanya terlihat sedikit berair, ia ingin menangis sekeras kerasnya namun ditahan. Ia hanya menunjukkan wajahnya yang merah karna kekesalanya.

"Eh?"

"Kau bukanlah temanku lagi jika kau tak mau menuruti mauku seperti layaknya teman sejati."Ia melihat Taneda yang masih diam.

"Maksudmu?"

"Hahahhahahahh, kau sangat kekanak kanakan Taneda. Lihat wajahmu begitu ketakutan. Itu adalah ekspresi gila yang pernah kulihat." Ayumu hanya tertawa terpingkal pingkal sambil memegang perutnya yang seperti dikocok karna kelucuannya. Ia melihat Taneda yang masih diam di depanya sambil kebingungan.

"Mana mungkin aku akan membencimu. Kau kan sahabatku,.bahkan lebih dari teman."
Imbuhnya lagi sebelum ia mengusap air matanya yang keluar. Bukan karna menangis, tapi karna saking semangatnya ia tertawa.
"Heh?!"

"Dengar ya, meskipun kau menyukai Katayose,bukan berarti kau harus kuhajar karna menjadi sainganku. Lagipula, aku bisa saja mengatakan kalau aku menyukainya. Tapi itu terlalu cepat menurutku. Aku hanya ingin mengenal lebih banyak tentang seseorang yang bernama Kawamura itu."

"Tapi bukan berarti aku akan mengijinkanmu untuk terus menyukai Katayose-san. Karna dia juga orang yang kusuka. Jangan mencoba mencari ulah dengan merebutnya dariku."

"Oh, kupikir kau akan membenciku setelah ini." Suara Taneda kian mengecil, ia bahkan tak langsung menatap Ayumu.

"Tentu tidak. Dasar bodoh, hahahhahah."
Ia terus tertawa melihat sahabatnya yang hanya diam mematung di depanya.

"Tapi ingat perkataanku tadi. Jangan sesekali menyembunyikan sesuatu di belakangku lagi. Oke?"

"Un.." Taneda mengangguk.

"Aku takkan membohongimu. Bahkan aku takkan membuatmu jauh dari harapanmu. Kau tau, aku bahkan tak sepenuhnya menyukai Katayose."

"Dia hanya mirip dengan Kanade-san. Tapi bukan berarti aku akan menyukainya kan."

"Aaaaaaa kau sangat baik padaku Taneda. Aku sangat ingin memelukmu." tak perlu lama, ia bahkan telah memeluk sahabatnya itu dengan erat. "Berjanjilah kau takkan membuat persahabatan kita terpisah karna suatu alasan." Imbuh Ayumu yang masih mengelus elus kepala Taneda.

"Aku janji Ayumu. Aku takkan melukai perasaanmu lagi. Maafkan aku."

"Katayose adalah orang yang baik. Kau harus membuatnya bahagia jika ingin melihatnya terus merasakan ketulusanmu padanya." imbuh Taneda yang tak terasa ia mulai menjatuhkan air matanya.

"Taneda, apa yang kau baru katakan?" Misaki yang baru sampai, mendengar beberapa kata yang sempat diucapkan oleh Mayu. "Bagaimana dengan Kanade-san?"Gumamnya sambil melihat dua sahabatnya yang masih saling berpelukan.

"Hei, qpa yang baru kau katakan tadi? Apa kau sudah tidak bisa lagi berpikir baik."
Misaki yang melihat Taneda berjalan keluar gerbang sekolah lalu menarik tanganya kuat kuat. "Ada apa sih?" Jawab gadis itu dengan nada malas. Seolah tak ingat apa yang barusan terjadi.

"Kenapa kau bilang begitu pada Ayumu? Apa kau sudah kehilangan jati dirimu sehingga kau terus mengalah pada gadis itu."

"Sudahlah Misaki. Memang menurutku dia lebih baik untuk Katayose, itu saja kok."

"Benarkah? Apa menurutmu kau takkan merasa terluka setelah Ayumu berhasil memenangkan Katayose?."

"Eh?"

"Ingatlah. Bukankah selama ini kau berpikir bahwa Katayose adalah senpai. Lalu apa dengan begitu mudahnya kau mengalah dan melepaskanya lagi. Apa kau tak bosan terus terusan sakit hati seperti ini?"

"Um, tidak." jawab Mayu dengen enteng

"Hah?" Misaki yang tak habis pikir dengan Taneda hanya bisa ternganga melihat sahabatnya yang polos itu. Hinako yang baru datang dan mendengar beberapa perkataan Misaki pada Mayu juga ikut ikutan ternganga. Dia bahkan terus memperhatikan Mayu sampai gadis itu tak lagi terlihat di balik gerbang sekolah.

"Sepertinya gadis itu sudah kehilangan rasa cintanya." gumam Hinako yang terdengar oleh Misaki

"Heh? Apa menurutmu dia akan tetap menyembunyikan perasaanya sendiri?" Tanya Misaki

"Suatu saat dia juga akan mengerti. Dan aku yakin dia pasti akan memahami perasaanya."
Imbuh Hinako sambil tersenyum dengan pandangan kosong

"Wuaaaahhh kata katamu puitis sekali Hinako. Ya pastinya itu karna kau kini menyukai Mamura-senpai bukan?" Ledek Misaki sambil tersenyum menggoda

"Lagipula, Mamura-senpai itu sangat kawaii ya, aku ingin dia menjadi kakakku."imbuh Misaki sambil melirik Hinako yang tersenyum lebar

"Eh, jangan. Kalau dia menjadi kakakmu, berarti kau adalah adikku. Sil silah keluarga macam apa itu." Jawab Hinako dengan cemberut seolah tak terima jika kelak Mamura-senpai menjadi kakaknya Misaki.

"Eh? Kau sudah sangat mengharapkanya ya? Aku tau ternyata kau juga bisa menyukai kakak kelas sepertinya. Pertahankan itu Hinako."

"Um, pasti." jawab Hinako singkat.

"Tadaima."

"Okaeri." jawab Kaa-san dari dalam rumah.

"Nee-chan, bisakah kau membantuku mengerjakan ini?" Mei, yaitu adik dari Mayu merengek agar kakaknya mau membantunya mengerjakan PR.

"Aku tak bisa Mei, tanyakan saja pada Tou-san."
Taneda yang begitu lelah sepulang sekolah hanya menolak keinginan sang adik. Namun bukanya diam, adikya malah terus merengek.

"Tapi aku inginya neechan." Mei merengek pada kakaknya yang kelelahan. Dengan menunjukkan matanya yang seperti boneka, ia memajukan bibirnya seperti anak kecil.

"Sudah kubilang aku tidak mau. Aku lelah Mei. Aku mau istirahat." Tak perlu berlama lama. Taneda lalu masuk ke kamarnya, meletakkan tasnya lalu berbaring di kasur.


Ikanaide ▪ 遠くへと 消えていく ぼくを置いてってTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang