Prolog

213 17 13
                                    

"Memang harus nikah sekarang ya, Mas?" ucap Kirana sambil mengerucutkan bibir. Sorot matanya menatap sebal kearah sang kekasih yang terus saja mendesak untuk segera menikah.

"Memang kamu nggak mau nikah ya, Nay ?" balas bramastya sambil memasang wajah memelas. Wajah yang selalu jadi senjata ampuh bagi lelaki tampan itu, untuk meluluskan segala keinginannya terhadap Kirana.

"Iihh...bukannya nggak mau, tapi jangan sekarang juga kali. Barusan juga lulus SMA. Kirana pinginnya kuliah dulu terus kerja, baru nikah," terang Kirana dengan muka cemberut. Dia terjebak antara cita-citanya dan tampang sedih Bramastya yang meluluhkan hati.

Bramastya tersenyum lebar dengan hati yang bersorak. Setengah pikiran Kirana telah terpengaruh, tinggal meyakinkan separuhnya lagi, dan itu bukan masalah besar bagi pria beraura alfa tersebut.
Tangan Bramastya terulur ke depan hingga menyentuh rambut panjang bergelombang milik Kirana.
"Nay, nikah dulu lalu kuliah juga bisa. Tidak ada aturan yang mengikat. Nunggu kamu selesai kuliah disambung kerja itu 'kan lama. Pacar kamu ini keburu tua. Seminggu lagi ya, aku lamar kamu," bujuk Bram sembari membelai lembut rambut kekasihnya.

Bramastya yang seminggu lalu baru saja menyandang gelar S.E, langsung bergerak cepat tanpa mau menunggu lama, untuk mengikat janji pernikahan dengan Kirana. Gadis bertubuh sedikit berisi yang mampu membuatnya cinta mati.

"What?" Bola mata Kirana seketika membesar kala mendengar ajakan Bramastya, " Oh, no ... no ... no!" sambungnya sembari menggeleng berulang kali. "Terlalu cepat, terlalu cepat." Jari telunjuknya bergoyang ke kanan dan ke kiri, tanda tidak setuju dengan kenekatan lelaki yang berselisih empat tahun dengannya itu.

"Ya udah, gimana kalau tujuh hari lagi?" ralat Bram berupaya memanipulasi. Sekulum senyum tersungging pada wajahnya yang bersih tanpa ada kumis dan cambang menghiasi.

"Sama aja. Ah ... mas Bram sukanya bercanda nih." Tangan Kirana langsung mencubit perut kekasihnya yang keras dan liat.

"Auw ... sakit, Yang." Bramastya meringis. Sebelah tangannya menghalau jari Kirana dari perut, lalu digenggamnya erat.

"Sakit apanya sih. Orang perut isinya cuma otot semua, nggak ada daging-dagingnya gitu. Jariku nih yang sakit kamu remas-remas," protes Kirana sembari berusaha melepaskan tangan dari genggaman yang justru membuat Bramastya semakin mengeratkannya.

Bramastya terkekeh kala melihat wajah bulat Kirana terlihat menggemaskan ketika mencebik. Rasanya ingin menyatukan bibir tebal sang kekasih dengan bibirnya, pasti bikin nggak mau lepas karena memabukkan.

"Mas Bram!"

Bramastya tersentak. Suara pekikan kecil Kirana menyadarkannya dari lamunan panas. Dalam hati dia mengucap istighfar berulang kali. Senyuman manis segera terkembang dan tangannya yang bebas menyentuh dagu Kirana, lalu menyapukan jari-jarinya di sekitar bibir gadis manis itu secara perlahan.

"Oke, sebulan. Aku dan orang tuaku akan kerumahmu sebulan lagi, dan ini keputusan final. Siap ataupun tidak, aku akan datang melamarmu." Demi Allah, Bramastya sudah tidak bisa lebih lama lagi menahan diri. Batas dirinya dengan dosa sudah setipis ari, jika lebih dari tiga puluh hari. Pesona Kirana sungguh berbahaya bagi iman Bramastya yang belum sekuat baja.

"Pemaksaan..." ucap lirih Kirana yang ternyata terdengar oleh Bramastya.
Lelaki itu kembali tersenyum mendengar gerutuan Kirana. Tangannya membelai lembut rambut Kirana. Mata tajamnya menatap intens kearah manik hitam Kirana.

Jantung si gadis lugu berdebar dengan kencang, dan rasanya sulit untuk bernafas saat tangannya di genggam erat oleh Bram.

Tiba-tiba sebuah cincin emas putih bertahtakan berlian berukuran kecil yang berada tepat di tengahnya, tersemat di jari manis Kirana.  Mata gadis manis itu terbelalak hingga tanpa sadar mulutnya membuka. Wajahnya seketika pias. 

Suara pelan tapi tegas dan tak terbantahkan milik Bramastya, menutup adegan romantis mendebarkan tersebut . "Jangan dilepas sampai aku menggantinya dengan yang lebih berkilau dan lebih berharga, di hari pernikahan kita nanti."

Kirana tak kuasa menahan haru. Mata bulatnya berkaca-kaca. Namun, untuk membalas dengan sebuah kalimat saja bibir gadis itu tak kuasa terucap, alhasil hanya satu kata yang terlontar dengan nada sedikit bergetar. " Mas ...."

Lelaki tampan itu mengalihkan pandangannya dari jemari Kirana, lalu menatap lembut penuh cinta manik hitam pemilik hatinya.

Keduanya saling menatap lekat dan saling terpaku, seolah tidak ada apapun di sekeliling mereka, yang ada cuma Bramastya dan Kirana.

Pelan dan tanpa mengalihkan tatapan mesranya dari sang kekasih, Bramastya berlutut dengan kedua tangannya menggenggam erat jemari Kirana.
Belum sempat Kirana  mempertanyakan tindakan Bramastya yang mengejutkan, suara Bariton lelaki itu memperjelas segalanya.

"Aku, Bramastya Atmadja hanya punya satu hati dan cinta yang sudah kuberikan padamu, Kirana Larasati. Tidak ada yang bisa menggantikannya. Kita akan bersatu selamanya, hingga ke alam keabadian. Dan ini sumpahku!"

UNFORGETTABLE LOVE. (On Going! )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang