NEW LIFE

68 6 20
                                    

MÙNCHEN

"Jadi, kapan kamu berangkat ke Jakarta?" Lelaki paruh baya itu berjalan mendekati seorang lelaki yang berwajah lebih muda, lebih tampan dan pastinya lebih gagah dari dirinya.

"Lusa Pa," jawabnya pendek.

Lelaki paruh baya itu tersenyum sambil menganggukkan kepala, sepertinya jawaban putra bungsunya itu cukup membuatnya merasa senang.

"Apa Abdul sudah membereskan semua masalah disana?"

"Maksud Papa, masalah seperti apa?"

"Masalah hotel kita son. Kamu pikir masalah apa? Papa cuma ingin semuanya sudah kamu atur dari sini, jadi ketika kamu sampai di Jakarta, tinggal urusan peresmian-nya saja, tanpa harus repot dengan urusan yang lain. Papa serahkan semua ini ke Kamu karena sudah waktunya untuk Kamu kembali kedunia Bisnis buat gantiin Papa. Tapi jangan kuatir, Papa akan tetap bantu Kamu, sampai Kamu benar-benar siap untuk pegang semua usaha Papa." Lelaki paruh baya itu menepuk pundak anak lelakinya, kemudian melangkahkan kaki menuju ke jendela kaca berukuran besar yang berada tak jauh dari tempatnya berdiri.

Lelaki paruh baya itu menatap keluar jendela. Tampak gedung-gedung tinggi disekeliling apartemen tempat lelaki itu tinggal dan dibawah sana terlihat kendaraan serta orang-orang berlalu-lalang tanpa henti pada jam-jam sibuk seperti ini. Semuanya itu terlihat seperti semut yang berbaris rapi, apabila itu dilihat dari lantai paling atas Apartemen mewah yang ada di jantung kota mùnchen--tempat kedua lelaki beda usia itu berdiam.

"Papa akan selalu menduķung semua usahamu son. Bawa kembali apa yang seharusnya Kamu miliki. Abdul akan membantumu. Doa Papa dan Mama selalu yang terbaik untukmu. Ingat son! Jangan melanggar hukum, lakukan dengan cara terhormat layaknya laki-laki sejati. Apa yang sudah ditakdirkan untukmu meskipun terpisah jauh dan banyak halangan menyertai, maka pasti akan menjadi milikmu." Lelaki itu menghela napas sejenak sebelum mengalihkan pandangan dan menatap kearah putranya.

Lelaki muda itu berjalan menghampiri Papanya, kemudian memeluknya dengan erat.

"Makasih Pa, makasih banyak. Aku akan berjuang dan akan kubawa kembali apa yang sudah aku tinggalkan," ucap lelaki muda itu kemudian.

"I'm sorry son. I'm so sorry!"

"It's okay Pa, I understand."

Lelaki paruh baya itu semakin mengeratkan pelukannya dan tak menghiraukan air mata yang telah jatuh membasahi kedua pipinya.

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

JAKARTA.
Seminggu kemudian.

Pagi itu terlihat kesibukan yang sudah
menjadi rutinitas harian di tempat kerja Kirana. Bulan ini, banyak brand dari perusahaan terkenal yang mempercayakan perusahaan Aldo untuk dibuatkan iklan. Baik cetak maupun visual.

Saat ini diruang rapat tampak beberapa pegawai Buana Genta yang tengah mempresentasikan hasil kerja tim andalan Aldo kepada klien penting mereka. Melihat senyum puas dari klien yang baru saja keluar dari ruang rapat, sepertinya presentasinya berjalan dengan baik dan pastinya memuaskan.
Satu-persatu orang yang berada diruangan rapat itu keluar, hanya menyisakan Aldo bersama Kirana sebagai sekertarisnya yang masih tinggal.

"Yang, jangan lupa besok ada fine dining di "NUSA" --Kemang. Jam 20.00 Tepat. Aku dengar Mr. Brama orangnya perfeksionis, jadi kita jangan sampai terlambat. Aku jemput kamu setelah sholat maghrib, Ok." Aldo mendekati Kiran yang tengah sibuk membereskan beberapa berkas yang sedikit berantakan.

Kirana mendongak saat Aldo mengangkat dagunya.

"Mas, ingat lo...ini masih dikantor. Nanti kalau ada yang lihat gimana?" Kirana menepis pelan tangan Aldo dari dagunya.

Aldo mendengkus sambil memalingkan wajahnya dan berjalan sedikit menjauh dari Kirana.

"Bilang aja kamu nggak mau aku sentuh," tukas Aldo.

Kirana geleng-geleng, memang terkadang seorang lelaki dewasa juga masih punya sisi kekanak-kanakannya. Tidak jauh beda sama tunangan posesifnya yang untungnya baik dan selalu ada saat wanita itu butuh. Sehingga segala kelakuannya yang jauh dari cerminan seorang pimpinan perusahaan tidak begitu mengganggunya.
Setelah semua berkas telah tersusun rapi, Kirana beranjak dari tempatnya lalu mendekat kearah Aldo.

"Maaf ... jangan ngambek ya. Aku kan cuma gak mau jadi bahan nyinyiran fans garis keras-mu, Pak Direktur." Kirana memberikan senyuman termanisnya agar wajah masam Bosnya--tunangannya, bisa cerah lagi, secerah siang ini.

Aldo berpura-pura manyun, karena melihat Kirana bertingkah seperti ini, sungguh sesuatu hal yang sangat dia rindukan. Aldo masih merasa kalau Kirana belum bisa menerimanya dengan sepenuh hati. Bukan sekali-dua kali Aldo memergoki tunangannya itu melamun dengan raut wajah yang muram dan yang paling membuat hati Aldo tercubit ketika mata yang dia rindukan itu berkaca-kaca bahkan tak jarang menitikkan air mata, kala memandang lama ponselnya.
Aldo bukanlah lelaki bodoh yang tak peka. Dia tahu pasti, Kirana memandang lekat ponselnya karena ada foto Bramastya yang tersimpan disana. Ingin rasanya merampas ponsel itu dan membuangnya jauh, namun itu justru akan membuat Kirana membencinya atau bahkan mungkin akan meninggalkannya. Aldo sangat takut kalau itu akan terjadi, oleh sebab itu dia membiarkan saja semua perbuatan Kirana yang diam-diam masih merindukan mantan tunangannya dulu. Toh saat ini Bramastya sudah menghilang dari kehidupan Kirana, jadi Aldo akan lebih banyak bersabar demi mendapatkan hati wanita itu utuh.

"Mas..." Kirana mengembalikan lagi kesadaran Aldo, setelah beberapa saat tadi merenung.

"Heem," balas Aldo dengan malas.

"Nanti antar aku ke butik ya. Aku nggak punya baju yang pantas untuk acara fine dining besok, mau ya mas." Kirana merajuk sambil memegang lengan kanan Aldo yang dimasukkan kedalam saku celana hitamnya.

Aldo memalingkan wajahnya kearah Kiran, sehingga tercium bau harum sampoo dari rambut hitam bergelombang milik gadis hitam manis itu. Sejenak Aldo terlena dengan aroma yang menguar dan membuatnya memejamkan mata untuk meresapi wanginya sampai ketika Aldo membuka mata, terihat mata hitam milik Kirana juga tengah menatapnya.
Perlahan wajah Aldo menunduk hingga bibirnya menyentuh lembut bibir penuh milik Kirana. Dengan penuh perasaan dikecupnya bibir merah maroon itu.
Kirana terdiam tanpa membalas, hanya bibir Aldo yang mulai melumat bibir Kirana dengan lembut.

"I love you," bisik Aldo ditelinga Kirana. Tepat Setelah ciuman-nya dilepaskan. Kemudian dengan posesif merengkuh Kirana dalam pelukannya dan sekali lagi memberikan kecupan di kepala wanita yang digilainya itu.

Kirana tersenyum, lalu memeluk Aldo sambil merebahkan kepalanya di dada bidang yang selalu membuatnya merasa terlindungi.
Sampai saat ini belum ada kata cinta yang terlontar dari bibir Kirana. Selama ini hanya Aldo yang terus saja memberikan pernyataan cintanya, tanpa bosan. Dan Kirana hanya membalasnya dengan senyum dan pelukan hangat. Hanya sebatas itu. Meskipun beberapa kali mereka berciuman, itupun hanya sebentar dan tak pernah lebih dari itu.

"Kita belanjanya di butik teman-nya Mama saja ya, sayang?" pinta Aldo tanpa mau melepaskan rengkuhannya.

"Iya, terserah Mas saja. Kirana nurut," jawab Kirana pasrah.

Untuk beberapa saat mereka tetap saling berpelukan dan tampaknya mereka lupa, saat ini sedang berada dimana. Hingga terdengar seruan dari arah belakang Aldo.

"Astaghfirullahaladzim!!!"

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Aduh siapa itu?
Apa klien-nya kembali lagi karena ada sesuatu yang tertinggal?
Lihat lanjutannya besok, bikin deg-degan pastinya.😉

Waktu publish. Sabtu 4 april 2020

UNFORGETTABLE LOVE. (On Going! )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang