KIRANA POV.

109 11 44
                                    

Suara dering telepon mengejutkanku yang tengah duduk melamun di antara kumpulan saudara-saudara di ruang tamu.

"Assalamualaikum," ucapku setelah jariku menggeser gambar telpon berwarna hijau ke atas
layar smart phoneku.
Suara laki-laki terdengar menjawab salam dariku. Aku tidak tahu suara siapakah itu karena belum pernah sekalipun mendengarnya. Pendengaranku sangat jeli dalam mendeteksi suara seseorang dan hampir tidak pernah salah menebak.

Hatiku bagai dihantam puluhan palu, sakit hingga terasa sesak. Kepalaku berdenyut seperti dicengkeram penuh sampai menyakiti semua sel otak. Badanku seakan tak berangka, lemas, luluh lantak.

lelaki di ujung telepon sana, yang mengaku sebagai sepupu dari mas Bram, memberitahu kalau sesuatu yang buruk terjadi dengan kekasihku. Mobil yang di kendarainya mengalami kecelakaan! Dunia seperti runtuh menimpaku!

Dia memintaku untuk secepatnya pergi ke rumah sakit. Namun sayang belum sempat ia menyebutkan nama rumah sakitnya, semua indera di tubuhku melemah, sehingga membuatku tak bisa merasakan dan mendengar apapun lagi.

~~~~~~~

Aku berlari secepatnya menuju ke arah ruang IGD Rumah Sakit Kariyadi Semarang. Meninggalkan kedua orang tua dan adikku, serta beberapa saudara yang ikut bersamaku di mobil.

Setelah kejadian aku pingsan, ayah menelpon kembali nomor yang terakhir masuk di ponselku, karena itulah aku beserta keluargaku berada di rumah sakit ini sekarang.

Bau antiseptik menusuk indera penciuman saat kakiku berhenti tepat di pintu IGD. Mataku menjelajahi ruangan, memastikan bahwa kekasihku tidak ada disitu. Bramku tidak mungkin di ruangan itu! karena sore tadi kita baru saja bicara dan akan bertemu besok pagi, ya besok pagi ... bukan malam ini dan bukan di Kariyadi, tapi di rumahku!

Aku memejamkan mata dan menarik napas dalam-dalam. Aku harus pulang, karena ini pastincuma hoak saja menjelang lamaran.

"Ha ... Ha ... Ha, ya Allah ... Aku ketipu mas Bram, awas ya besok kalau ketemu." Aku bermonolog sambil membalikkan tubuhku, dan berniat pulang kerumah, serta membayangkan balasan apa yang akan kuberikan buat calon suamiku yang tukang jahil. Saat aku berbalik, ternyata semua keluargaku berada di sekitarku berbaur dengan keluarga mas Bram!
Mas Bram nipu keluarganya juga? Terlalu.

Dan tepat di depanku ada papa ... Papanya mas Bram, papa wirawan Atmadja!

"Papa," aku mengulurkan tanganku ingin mencium tangannya seperti yang sudah sering kulakukan sewaktu berjumpa dengan beliau.

Papa wirawan memelukku dan mengabaikan uluran tanganku, pelukan yang sangat erat yang membuatku sesak. Aku mendorong tubuh papa wirawan dengan tanganku sehingga tercipta jarak antara aku dan papa,

"Papa pasti di kerjain sama mas Bram kan, mas Bram jahilnya maksimal pa, nanti nitip jewer ya pa biar nggak ngerjain orang sebanyak ini, seneng banget bikin orang lain jantungan.

Aku menggandeng tangan papa wirawan "Papa, pulang bareng Kiran ya, itu ada Ayah sama Ibu Kiran juga, Kiran mau telpon mas Bram dulu ya Pa." Aku mencari ponselku tapi ternyata aku lupa membawa tas, aku mencari disaku celanaku juga tidak ada.

" Aduh, ponselku ketinggalan, maaf Pa ponsel Kiran ketinggalan." Aku menunduk lesu.

Aku berbalik kearah orang tuaku bermaksud meminjam ponsel, tapi begitu balik badan aku melihat wajah mereka semuanya terlihat sedih dan menangis!

"Ya Allah ... Mas bram, kamu kebangetan!" Aku bermonolog.

"Kirana," papa wirawan memanggilku dan kemudian membimbingku berjalan mendekati bangku panjang berwarna putih di samping pintu IGD. Disana sudah ada Ibu, Ayah, mama Kartika, mas Radit dan beberapa orang yang wajahnya tidak ku kenal. Papa menyuruhku duduk diantara Ibu dan mama Kartika, sedangkan Papa wirawan justru berjongkok di hadapanku sambil menggenggam kedua tanganku. Aku menoleh ke samping kanan dimana mama Kartika duduk,

UNFORGETTABLE LOVE. (On Going! )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang