KENANGANMU

42 5 9
                                    


Terkadang tak bicara lebih baik daripada mencurahkan segala rasa kepada seseorang yang mungkin tidak bisa mengerti dengan apa yang sedang menyiksa jiwa saat ini.

Air mata terlalu banyak yang terjatuh, sehingga rasa di hati seakan telah kering tak beriak.

Jika memang luka karena kehilangan itu sesakit ini, bukankah lebih baik jika aku tak mengenalmu.

Jika janji hati tak mampu teraih karena permainan hidup, mampukah hati mempercayai akan adanya kebahagian yang lain.

Kirana terdiam tak mampu bersuara, tak bisa berekspresi dengan benar. Sepertinya segala rasa yang dia punya telah menguap seiring kepergian separuh napasnya.
Mungkin ini semua adalah salahnya!
Bukannya Tuhan telah melarang hambanya untuk mencintai seseorang melebihi cinta kepadaNya.
Ini memang salahnya .... Salah, karena terlalu mencintai pasangan jiwanya, kekasih hatinya ... Bramastya.
Hingga Tuhan cemburu, karena menduakannya. Atau mungkin Tuhan ingin menunjukkkan bahwa tak ada kesempurnaan di dunia ini, sehingga segala sesuatu yang berbau kesempurnaan akan segera di hancurkan!
Seperti sempurnanya cinta Bramastya dan Kirana, oleh karena itu mereka di pisahkan, sebab tak ada yang boleh sempurna di dunia ini.

"Mas, memang harus ya, maharnya seperangkat alat sholat? "

"enggak lah sayang, rasulullah aja sewaktu melamar khadijah radiallahu'anha, maharnya 20 ekor Unta."

"kalau gitu, aku ingin maharnya seperti mahar rasulullah sewaktu menikahi khadijah radiallahu'anha aja Mas Bram."

"Unta? Yakin sayang, Kamu mau Unta?"

"ya nggak harus Unta Mas. Sesuatu yang seharga 20 ekor Unta!"

"wah, ingin seperti khadijah radiallahu'anha ya, calon istrinya Mas ini."

"Harus dong, supaya cinta Mas Bram seperti cintanya Rasulullah kepada istrinya Khadijah. Yang tidak pernah menduakan sang istri sampai akhir hayat!"

"Tanpa mahar senilai 20 Unta pun, Mas nggak bakal duakan kamu sayang! Mas cuma takut justru kamu yang mendua, apalagi kalau aku yang meninggal duluan. "

"Mas Bram!! Jangan ngomong kematian dong. Pokoknya, kita bakalan sehidup semati, nggak ada yang boleh menggantikan posisi kita masing-masing, titik!"

"amiinn sayang. Kita bakalan jadi suami-istri di dunia hingga jannah!"

"Kiran ... Kiran." suara Ibu memecah lamunan kirana yang mengembara ke masa lalu, saat dimana Bramastya akan melamarnya.
Sambil menyeka air mata yang tak terasa menetes di kedua pipinya, Kirana beringsut dari kursi malas menuju kearah sumber suara.

"ya Ibu," balas Kirana dengan suara yang rendah.

Bu Ningsih terkejut melihat kedatangan putrinya yang tiba-tiba muncul dari arah belakang.

"astaghfirullah, Kiran!" pekiknya, sambil memegang sebelah dadanya menggunakan tangan kanan.

Bu Ningsih memandang putrinya dengan seksama, meneliti perubahan yg banyak terjadi dari raut wajah kirana, mata bengkak dengan tulang pipi yang semakin menonjol juga mata panda yang sangat ketara.
Hati Bu Ningsih sangat terluka mengetahui kondisi fisik kirana dan juga psikisnya yang sangat rapuh.

Dia menggenggam kedua tangan kiran dengan hangat, sambil berucap, "temani Ibu, pengajian di rumah tante feny ya, sayang."

"tapi Bu ..."

"ayolah ... Sayang, sekali iniii saja temani Ibu. Mau ya, Kiran," ucapnya dengan raut wajah yang tampak sedih.

Karena tak kuasa menatap wajah muram ibunya, akhirnya kirana menganggukan kepala dengan berat hati.

Bu Ningsih tersenyum lebar melihat reaksi putrinya tersebut. Karena semenjak berita kematian Bramastya, Kirana menutup diri dari lingkungan dan pergaulannya.

"Alhamdulillah, sekarang ganti bajumu dengan pakaian muslimah--berjilbab," ucap Bu Ningsih kemudian.

Satu jam kemudian kirana dan ibunya telah sampai di rumah tante feny. Ternyata banyak ibu-ibu yang sudah datang, terlihat dari jumlah alas kaki yang berserakan di depan pintu rumah.

Kirana dan ibunya segera bergabung dengan mereka. Tak lama kemudian ustadzah yang akan mengisi tausiah telah tiba, sebentar lagi pengajian akan dimulai. Kirana bersimpuh di lantai seperti ibu-ibu pengajian lainnya, sambil menyimak semua nasehat dari ustadzah, yang kebetulan hal yang sedang dibahas mengenai, sabar dalam menghadapi ujian hidup.
Ehm, sungguh kebetulan yang sangat indah. Saat datang--saat butuh.

Tak terasa dua jam sudah pengajian ini berlangsung dan sudah lima menit yang lalu, doa penutup acara telah dipanjatkan.
Setelah itu ada acara ramah tamah sebagai ajang silaturahim sesama ibu-ibu muslimah.
Aneka makanan dan minuman penggugah selera disuguhkan oleh tuan rumah yang terkenal royal dan baik hati itu.

"Ningsih, kamu pulangnya biar diantar sama Aldo aja ya," ucap Tante Feny, ketika Ningsih bermaksud berpamitan.

"Aldo? Siapa Aldo, Feny?"

"ya Allah, Ningsih. Aldo itukan anakku yang tinggal di Jakarta, masak kamu lupa sih." Tante Feny berkata sambil menggelengkan kepalanya, karena nggak nyangka kalau Ningsih--sahabatnya melupakan anak semata wayangnya.

Bu Ningsih meminta maaf kepada Tante Feny atas kelupaannya menyadari hal tersebut.

Singkat cerita, akhirnya Aldo mengantar Bu Ningsih dan Kirana pulang ke rumah menggunakan mobil.
Ternyata Aldo anak yang sangat sopan, meskipun tidak banyak bicara tetapi Dia selalu tersenyum saat menjawab pertanyaan yang diajukan oleh Bu Ningsih. Sedangkan Kirana duduk diam mengamati interaksi antara ibunya dengan pria tampan berkaca mata itu. Meskipun Kirana beberapa kali memergoki mata pria itu mencuri pandang kearahnya. Dan sungguh hal ini sempat membuat hati Kirana sedikit berdesir halus.

"makasih ya nak Aldo, maaf kalau Ibu ngerepotin kamu. Ayo mampir dulu." Bu Ningsih berbasa-basi sebentar kepada putra sahabatnya tersebut.

"makasih tante, saya langsung pulang saja, lain kali saya pasti main ke tempat tante." Aldo menjawab tetapi pandangan matanya tertuju kearah Kirana yang berdiri tepat di samping Bu Ningsih.

Segera setelah mobil Aldo berlalu, Bu Ningsih menarik tangan Kirana masuk kedalam rumah sambil tersenyum ia berkata, "ganteng ya Kiran, nak Aldo itu. Mana sopan dan suaranya itu lo, lembut. Pasti hatinya juga lembut seperti suaranya."

Kirana hanya mengangkat bahunya sambil berlalu meninggalkan ibunya yang terus saja memuji Aldo

Terdengar debasan dari mulut Bu Ningsih melihat ketidak pedulian putrinya atas kehadiran pria tampan berkaca-mata yang rencananya akan dia jodohkan dengan Kirana, supaya putrinya itu bisa melupakan kenangannya atas Bramastya.

Tetapi meskipun begitu Bu Ningsih sedikit lega karena Dia menyadari kalau Aldo sebenarnya tertarik dengan Kirana. Sebenarnya selama di dalam mobil, Bu Ningsih memerhatikan segala gerak-gerik Aldo, termasuk adegan curi-curi pandangnya terhadap Kirana. Meski sayangnya Kirana tampak dingin menanggapi kehadiran Aldo.

Sementara itu Kirana yang tengah merebahkan dirinya di atas kasur empuk favoritnya, tengah memikirkan kejadian Aldo yang terpergok mencuri pandang kearahnya.

"astaghfirullahaladzim, tidak seharusnya aku memikirkan lelaki lain selain mas Bram. Aku sudah berjanji hanya akan ada mas Bram seorang didalam hidupku, selamanya dan tak tergantikan," ucap Kirana lirih.

Air mata Kirana kembali menggenangi pelupuk matanya, setiap kali bayangan akan Bramastya hadir dalam pandangan juga pikirannya.

"Mas Bram, Kiran kangen Mas!" ujarnya kemudian sambil menatap foto Bramastya pada layar ponselnya.

Namun tiba-tiba ada suara notifikasi masuk yang mengejutkan Kirana, rupanya dari aplikasi WA.
Kirana ragu untuk membukanya, karena nomor itu tidak terdaftar di ponselnya. Namun karena penasaran akhirnya tangan kirana menekan nomor tersebut.

082313051978

assalamualaikum Kirana. Lagi apa? Sudah sholat?

~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~~

Siapa ya kira-kira si pengirim rahasia itu??

Waktu publish : senin malam, 16 Desember 2019.
pukul 21.45 wib.


UNFORGETTABLE LOVE. (On Going! )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang