BAB 3: MIMPI

148 25 25
                                    

“Di mana aku?”

Seorang gadis tengah berdiri di suatu tempat yang ia sendiri tidak tahu di mana itu. Matanya mengerjap-ngerjap berusaha menyesuaikan intensitas cahaya yang masuk. Terlihat sekali kalau ia habis memejamkan mata cukup lama. Ditambah lagi pakaian tidur yang dikenakan oleh gadis ini.

Walau pun asing, ia merasa sangat nyaman berada di sini. Tempat ini begitu harmonis dan tenang, berbeda jauh dengan tempatnya tinggal selama ini. Sinar mentari begitu hangat dan ramah. Demikian pula semilir angin yang membelai rambutnya sehingga rambut cokelat gadis ini beterbangan dengan indah. Udara segar ada di mana-mana.

“Indah sekali...” gumam Stifani pelan.

Ia kini berada di tengah hamparan bunga. Di dekatnya terdapat sebuah anak sungai yang mengalir tenang. Airnya begitu jernih.

Seulas senyuman pun menghiasi wajah gadis ini.

Perlahan-lahan ia melangkahkan kakinya tanpa tahu tujuan ke mana perginya. Ia terus menatap sekeliling dengan senang. Gadis ini melangkah terus hingga ia mendengar senandung lembut nan indah. Ia berhenti sejenak mencoba mencari asal suara itu.
Tak jauh dari sini terdapat sebuah air terjun yang menjulang tinggi. Aliran air terdengar jelas dari tempat Stifani berdiri saat ini. Senandungan itupun sepertinya berasal dari arah air terjun tersebut. Tanpa keraguan, gadis ini melangkahkan kakinya ke arah air terjun itu. Entah dari mana ia mendapat seluruh keberanian dan keyakinan ini. Tak satupun ada pikiran yang buruk dan keraguan di dalam otaknya untuk tidak mendekat.

Semakin dekat dengan air terjun, senandungan itu terdengar semakin jelas namun Stifani masih tak menangkap sesosok apapun yang menyanyikannya. Semakin dekat pula, perasaan Stifani menjadi semakin damai dan tenang.
Kini, gadis ini sudah berada di samping air terjun. Ditatapnya air yang begitu jernih. Sangking jernihnya, ia dapat melihat dasar dari pangkal air terjun ini serta ikan-ikan yang berenang di dalamnya. Terdapat batuan di tengah-tengah aliran ini. Ia pun masih dapat mendengar suara lembut itu. Semakin keras dan jelas yang ia dengar.

Kini matanya menelisik sekitar air terjun mencari sumber suara itu. Akan tetapi, hasilnya tetap sama, NIHIL! Ia mencoba menatap ke seberang aliran dengan tajam namun tetap saja matanya tak menangkap apapun. Mungkin karena matanya yang memang tidak jeli dan dirinya yang tidak peka.

“Apa ada orang di sini?” akhirnya setelah sekian lama, gadis ini bersuara keras di tengah keheningan.

Tak mendapat jawaban apapun, Stifani kembali bersuara, “Apa kau mendengarku?”. Namun, tetap saja tak ada suara. Senandungan itupun kini terhenti bersamaan dengan hilangnya suara Stifani.

Merasa sudah didengar namun tak mendapat jawaban apa-apa, gadis ini mengangkat suara lagi, “Di mana dirimu? Aku tak dapat menemukanmu! Jawab aku, kumohon”

Kalimat yang cukup panjang telah keluar dari mulutnya, namun beberapa saat keheningan kembali melanda lebih kuat dari sebelumnya. Tak ada lagi suara orang. Yang ada hanyalah suara air dan angin serta kicauan burung yang mulai terdengar.

“Kurasa dia tidak senang aku ada di sini” gumam Stifani pada dirinya sendri. Hatinya agak sedih dan terluka.

Merasa dirinya tak diinginkan oleh orang itu, ia melangkahkan kakinya untuk pergi menjauh. Baru beberapa langkah ia berjalan, sebuah suara berseru lembut, “Aku di sini, masuklah!”

Mendengar itu, Stifani langsung berhenti dan berpaling kembali tetapi ia masih tak menjumpai apapun. Ia merasa bingung, maka ia berkata, “Ke mana aku harus masuk?”

“Ke tempat yang dapat kau masuki” seru wanita pemilik suara itu membuat Stifani harus memutar otaknya.

‘Tempat yang dapat kumasuki?’ gumamnya seraya menatap sekitar dan berpikir. Tanpa sengaja, matanya terhenti pada dinding-dinding karam di balik air terjun. Seolah telah menemukan jawaban, tanpa sadar seulas senyuman kembali terukir di wajahnya. Kakinya mulai melangkah tetapi pandangannya tetap terarah pada air terjun.

“Aah!” pikirannya kembali tersadar ketika kakinya menyentuh aliran air yang agak dingin. Ia mengangkat kembali kakinya menyentuh rerumputan  di sekitarnya.

‘Bagaimana aku bisa ke sana? Apa airnya dalam? Bagaimana jika aku jatuh? Akukan tidak bisa berenang.’ Pikiran-pikiran itu terlintas tiba-tiba melihat aliran air yang terus mengalir di depannya itu.

“Masuklah, airnya tidak dalam dan alirannya juga tidak deras.” Wanita pemilik suara indah itu berseru seolah mengetahui kekhawatiran Stifani membuat Stifani menatap ke balik air terjun. Ia menatap kembali dasar air ini berusaha mengumpulkan segenap keberaniannya untuk mempercayai kata-kata wanita itu.

Stifani mecelupkan sebelah kakinya perlahan hingga mencapai dasar sungai.

‘Benar katanya, air ini tidak dalam’ katanya dalam hati membuat dirinya senyum-senyum sendiri. Ia kemudian memasukkan sebelah kakinya lagi ke dalam sungai membiarkan ikan-ikan sungai mengelilingi kakinya. Aliran airpun terasa lembut di kaki.

Kini Stifani bergerak menghampiri dinding air terjun. Celana panjang yang ia kenakan tentu basah sebagian namun tak dihiraukannya. Ia terus melangkah semakin dekat. Dan kini ia sudah berada tepat di depan aliran air terjun yang terus mengalir.

Ia mengangkat tangan kanannya dan menyentuhkannya ke arus air terjun. Ia terus memajukannya perlahan, berusaha mencari dinding yang buram akibat terhalang air. Dan hal itu tentu memaksa badannya untuk semakin condong ke depan.

“Aaahh..” Stifani  berteriak terkejut ketika menyadari badannya terlalu condong hingga ia tak mampu menahan berat badannya.

MAGICAL DREAM: STAR AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang