BAB 38: KALAH?

45 9 0
                                    

“Maaf kan aku, seharusnya aku tak mengejar pria itu sampai ke bumi” ucap raja Cornelius menepuk pundak Stifani. Stifani masih tidak bergeming dari tempat nya.

“Apa yang terjadi?” tanya Stifani agak kaku. Belum ada air mata yang menetes seolah ia tengah mengalami syok berat. Meski faktanya, ia memang syok berat.

“Raja kegelapan itu memasuki mimpi ibu mu yang sedang tidur” jawab raja Cornelius. Stifani diam.

“Tapi paman, apa ada cara untuk mengembalikan mimpi indah itu?”

“Ada, tapi hanya ia yang telah dipilih yang mampu melakukannya.” Paman Gildezz memberi penekanan seolah menunjukkan bahwa orang terpilih itu ada di hadapannya sekarang.

“Orang terpilih itu harus masuk ke dalam mimpi buruk itu dan melawan kegelapan di sana. Tetapi, tidak semudah itu, sebab kegelapan menjadi 10 kali lebih kuat dalam mimpi buruk dan semua orang terpilih hanya bisa melawan mereka seorang diri saja. Dan ingatlah, ada kemungkinan kalau dia tak akan dapat kembali ke dunia lagi jika dia gagal.” Sekelebat ingatan tentang perbincangan nya dengan paman Gildezz dulu kembali terngiang di otak nya.

“Bagaimana cara masuk ke mimpi orang?” tiba-tiba saja Stifani mengajukan pertanyaan yang mencekat tenggorokan semua orang yang mendengar nya.

“Apa kau mau masuk ke mimpi ibu mu?” tanya ratu Catharina. Stifani diam dan mengangguk. Mata gadis itu tak pernah terlepas dari ibu nya.

“Tapi nak, kau mungkin saja..”

“Tidak bisa kembali lagi ke dunia ini” Stifani memotong ucapan ratu Victoria.

“Apa kau yakin?” tanya Zeint memastikan dan Stifani mengangguk. Pria itu lantas langsung memeluk Stifani dengan erat mengagetkan gadis itu dan juga yang lain. Ia lalu berbisik tepat di telinga gadis itu.

“Kembali lah bersama ibu mu dengan selamat, aku akan menunggu mu di sini” bisik pria itu yang tanpa sadar membuat Stifani menarik sebuah lengkungan ke atas di bibir nya.

“Tentu, kalau pun terjadi sesuatu padaku, kau lah yang harus menolongku. Ingat kata-kata mu dulu?” balas Stifani dengan bisikan.

“Ya, Aku akan selalu ada bersamamu dan berjuang bersamamu!” Zeint mengulang kalimat yang dulu pernah ia ucapkan pada gadis itu memberikan secercah harapan dan semangat tersendiri bagi Stifani.

“Jangan lupa untuk kembali” pesan Sam membuat Stifani dan Zeint melepaskan pelukan mereka.

“Pasti” balas Stifani dengan senyum yang merekah.

“Kau sudah siap?” tanya ratu Clarine.

“Ya” jawab Stifani dengan mantap.

“Berbaringlah di batu kristal itu sambil menggenggam tangan ibu mu” ratu Stena memberi pengarahan.

“Sebelumnya, kau harus mengubah posisi bulan, bintang, dan matahari pada satu garis lurus. Apabila bulan memancarkan cahaya putih dengan terang, itu akan mempermudah mu melawan raja kegelapan itu” sambung ratu Catharina.

“Ingatlah ini, di mimpi itu nanti ada daerah yang amat sangat gelap. Jangan coba-coba memasuki wilayah itu, apa pun yang terjadi. Kegelapan sudah mustahil untuk dikalahkan di wilayah itu” pesan ratu Clarine pula.

Stifani mengangguk mengerti. Dengan segenap kekuatan yang ia miliki, ia berusaha meggerakkan posisi bulan itu agar berjajar dengan bintang yang paling terang. Ia lalu berbaring sembari menggenggam tangan ibu nya. Ditatap nya sejenak wajah ibu nya yang sedang ketakutan. Ia lalu menutup mata dan tertidur.

“Ibu? Kau di mana?” Stifani berteriak-teriak di tengah runtuhan kota-kota tua yang terlihat menyeramkan. Ia berjalan mengelilingi runtuhan kota tua ini. Sekali-kali ia mengusap kedua tangan nya yang bergidik ngeri dengan suasana mencekam ini.

MAGICAL DREAM: STAR AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang