BAB 20: PENCULIKAN

47 11 4
                                    

“si-siapa kau?” Stifani bertanya dengan agak gagap membuat pria itu menyeringai iblis. Pria itu tidak lain adalah pria yang tadi berdiri menatap Stifani saat Stifani membuka tirai kereta sedikit.

“Senang bertemu denganmu.. PUTRI STIFANI” pria itu memberikan nada penekanan saat menyebut namanya seperti menandakan bahwa ia telah lama menanti saat ini. Mendengar itu, Stifani semakin bergidik ngeri.

“Tu-turunkan aku!” Stifani berbicara agak membentak walau dirinya sebenarnya juga takut pria itu akan berbuat lebih karena dirinya bersikap tak sopan. Namun, pria bermata merah itu tidak merespon. Ia terus memacu kuda-kuda itu lebih cepat.
Stifani kemudian melihat ke arah jendela dan ia langsung memegang gagang pintu dan membukanya tetapi pintu itu tak mau terbuka. Stifani menggebrak-gebrak pintu dengan kasar sampai ganggangnya rusak. Ia mundur dan berusaha menendang pintu itu dengan kuat tetapi semuanya sia-sia. Ia juga membuka pintu satunya tetapi sama saja.

Lalu terdengar suara tertawa yang cukup halus dan pelan sehingga hampir tak terdengar. Suara itu berasal dari pria itu.

“Berhenti menyia-nyiakan tenagamu itu tuan putri” nada pria itu terdengar seperti mengejek apalagi saat menyebut kata tuan putri. Ia seolah merendahkan statusnya atau mengejek dirinya yang tidak layak disebut sebagai putri. Ditambah lagi dengan suara tawa yang ia keluarkan saat mengatakan itu.

“K-kau mau membawaku ke mana?” Stifani mulai mengondisikan ucapan dan gerakan tubuhnya.

“Ke rumahku” ucap pria itu singkat yang langsung membuat Stifani berteriak histeris.

“Apa? Kau sudah gila ya? Kau mau membawa seorang gadis ke rumah seorang pria yang sama sekali tak kukenal? Kau pikir aku sudi? Apalagi setelah membuatku ketakutan dan rupamu yang mengerikan itu!” Stifani kini kehilangan semua ketakutannya dan berganti dengan emosi yang meluap membuat pria itu tertawa geli.

Lalu, pria itu menghentikan kudanya dan turun membuka pintu kereta. Stifani langsung saja beringsut mundur. Pria itu justru semakin menyeringai lebar membuat Stifani kembali bergidik ngeri. Lalu, pria itu masuk ke dalam kereta dan menarik tangan Stifani dengan paksa. Ingin mencoba melawan tapi rasanya sia-sia saja sebab tenaga pria itu jauh lebih besar.

Stifani kemudian diam tidak melawan sedikit pun sampai ia turun dari kereta. Pria itu kemudian melangkah masuk ke dalam sebuah gubuk kayu yang sederhana di tengah-tengah hutan. Saat pria itu melepas tangan Stifani untuk mengambil kunci, Stifani menendang perut pria itu dan mendorongnya lalu kabur.

“Sialan! Kau tak akan bisa keluar dari hutan ini” masih terdengar umpatan pria itu saat Stifani sudah berlari agak jauh. Ia tidak mencoba lari menggunakan kuda sebab ia tidak pernah mencoba menaikinya jadi ada kemungkinan akan gagal untuk melarikan diri. Sekarang Stifani berjalan menyusuri hutan yang lebat. Untungnya tidak terlalu lebat sehingga cahaya matahari masih dapat terlihat.

“Ke mana aku harus pergi? Zeint..” tanpa sadar Stifani menyebut nama itu. Hanya pria dingin dan menyebalkan itulah satu-satunya harapan Stifani sekarang.

Hari semakin gelap dan Stifani menjadi semakin ketakutan sebab ia berjalan di tengah hutan seorang diri. Ditambah lagi, hawa dingin yang menusuk-nusuk kulitnya. Untungnya, celana olah raga yang ia pakai adalah celana panjang jadi kakinya tidak sampai keram karena hawa dingin.

Perutnya kini sudah semakin lapar. Sudah berjam-jam ia berjalan. Ia bahkan belum sempat makan apapun dari siang tadi. Kakinya lemas dan maag nya kambuh, tetapi ia tidak bisa berhenti berjalan. Ia harus bisa menemukan jalan keluar sebelum hari benar-benar gelap. Terlalu lama berjalan dan tenaganya yang semakin lemas, akhirnya kakinya tak dapat dipaksa untuk bergerak lebih lama lagi. Badannya sudah limbung dan hampir jatuh ke tanah tak sadarkan diri sesaat sebelum seseorang menangkap tubuhnya.

MAGICAL DREAM: STAR AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang