BAB 1: PERKENALAN

256 38 55
                                    

Senja ini ada tiga gadis remaja yang sedang berjalan pulang dari arah bioskop. Pakaian mereka sangatlah klasik dan entah apa yang mereka bicarakan saat ini.

"Keren bukan filmnya tadi?"

"Yayaya, selalu saja tentang dongeng. Apakah kau sudah benar-benar terobsesi dengan itu, Stifa?"

"Ini bukanlah obsesi tau! Ini adalah impian. Aku yakin suatu saat aku akan menemukannya."

Stifani Emira, adalah remaja berkacamata dengan rambut hitam sedikit kecoklatan dengan panjang antara bahu dan pinggang berusia 15 tahun. Ia sangatlah percaya akan impiannya itu yang dibilang orang itu mustahil. Stifani sangatlah hidup dalam impiannya yang berbau Fairy Tale itu.

Berbanding terbalik dengan kedua sahabat dekatnya Sisy, remaja berambut hitam pekat dengan panjang sebahu dan Zeffira, remaja berambut cokelat panjang.

Mereka berdua memanglah lebih tua dari Stifani,  meskipun hanya beda beberapa bulan saja sih! Stifani lahir di bulan Oktober. Sisy di bulan Agustus dan Zeffira di bulan April. Stifani memang yang paling muda dan dia selalu membanggakan hal ini meskipun tak ada manfaatnya.

"Sudahlah, percuma rasanya berdebat dengan kalian!" gadis konyol ini mengakhiri obrolan. Dengan kesal ia melangkah dalam keheningan, padahal yang seharusnya kesal adalah Sisy dan Zeffira, bukannya dia.

Brugh...

“Auch!!” Stifani kembali mengeluarkan kata-kata yang biasa ia keluarkan ketika ia melakukan suatu kecerobohan. Ia berjalan tanpa memperhatikan jalanan dan alhasil, ia menabrak seorang kakek tua yang pakaiannya sangat usang dan penuh sobekan sehingga pria paruh baya dan barang bawaannya terjatuh. Dari penampilan, sepertinya orang tua ini adalah seorang pemulung, ia membawa karung berisi barang-barang usang yang tak digunakan lagi.

Sementara Stifani masih gelagapan mengelus kepalanya yang tertabrak meski tak sakit, Sisy dan Zeffira justru menertawai tanpa ada niatan menanyai keadaan Stifani ataupun si kakek. Tapi setidaknya mereka tidak sebiadab itu. Mereka melihat ke arah pria paruh baya itu lalu saling menyenggol satu sama lain yang akhirnya Zeffira yang tertua pun mendekati nya. Setidaknya ia bisa bersikap lebih dewasa walau terkadang ia jauh lebih kekanak-kanakan dari Stifani.

“Kek, kakek nggak apa-apa kan?” tanya Zeffira sambil membantu si kakek berdiri. Si kakek sama sekali tidak menjawab.

Sisy yang sedikit kikuk akhirnya ikut mendekat, ia membantu mengumpulkan barang-barangnya yang berserakan. Sementara, Stifani? Ia masih berdiri kikuk tak tahu apa yang akan ia lakukan selanjutnya. Yang bisa ia lakukan hanyalah mengatakan;

“Maaf kek, maaf, aku gak sengaja” Ia bersikap sangat kikuk. Maklumlah, anak rumahan tidak pernah keluar rumah.

Kakek itu menatap Stifani dengan tatapan galak lalu mengambil karungnya dari tangan Sisy.

“Terima kasih” tukas sang kakek singkat.

Zeffira pun melepaskan tangannya dari sang kakek, membiarkan sang kakek berdiri sendiri. Hebat sekali, meski sudah tua, tetapi postur tubuh sang kakek tetaplah tegak. Ia tampak seperti seorang mantan tentara. Dan dari sikapnya, kakek itu sepertinya adalah orang yang berkarakter tegas dan mungkin dulu dia adalah orang yang berkharisma (sampai sekarang sepertinya masih begitu). Wajah kakek ini memang tidaklah menyeramkan atau seperti orang jahat sih, tapi raut wajah kakek ini sangatlah ketus dan galak membuat Stifani jadi grogi.

“Ayo jalan!” bisik Zeffira ke telinga Stifani dan Sisy seraya menarik tangan mereka.

“Kami jalan duluan kek!” pamit Zeffira berusaha bersikap sopan, berbeda dengan Stifani yang hanya cengingisan sambil berkata, “Maaf kek, maaf” seraya melangkah pergi.

Baru melangkah sedikit melewati kakek ini, tangan si kakek langsung bergerak menangkap tangan Stifani. Stifani tentu saja refleks berhenti dan menatap si kakek. Menyadari langkah Stifani yang terhenti, Sisy dan Zeffira pun ikut berhenti dan berpaling.

“Di mana rasa tanggung jawabmu gadis muda?” ujar singkat sang kakek. Nada bicaranya sama sekali tidak menyenangkan, sangat menyindir, dan penuh intimidasi. Suara kakek ini cukup serak tapi begitu tajam dan ketus.

“Maaf kek?” ucap Stifani berusaha meminta penjelasan lebih. Bukannya menjawab, kakek ini justru menyodorkan karungnya ke arah Stifani. Dan tanpa menunggu reaksi Stifani lebih lanjut, kakek itu meraih tangan Stifani dan meletakkan karung nya dengan paksa ke dalam genggaman Stifani.

"Eh? Apa-apaan ini kek?” sergah Stifani tak terima dengan perlakuan sang kakek.

“Bawakan barang-barang itu sampai ke rumahku! Itu adalah akibat dari rasa tidak tanggung jawab mu.” Titah sang kakek begitu tegas.

Ucapan kakek itu sontak membuat Stifani diam mematung dan kedua temannya hanya bisa menatapnya menunggu apa yang akan dilakukan gadis tolol ini.

“Ayo Cepat!” tukas kakek dengan nada lebih keras karena tak kunjung mendapat tanggapan dari Stifani. Lantas, si kakek langsung berjalan meninggalkan Stifani dengan karungnya.

“Sudahlah, ikuti saja, daripada urusannya tambah panjang” usul Zeffira pada Stifani membuatnya menghela napas panjang. Padahal, Stifani baru saja akan membanting karung ini dengan kasar, tapi Zeffira mengurungkan niatnya. Jangan tanya, Stifani aslinya memang tidak sabaran dan kasar, walau di hadapan teman-temannya satu, ia dinilai sebagai yang tersabar. Bukannya bermuka dua, tapi itu terjadi secara alamiah di otak Stifani begitu melihat orang luar.

“Okelah, tapi kalian temani aku ya! Please!” gadis konyol ini memohon pada temannya takut kalau kalau akan ditinggal sendiri di dalam situasi yang horor baginya ini.

Sisy dan Zeffira saling menatap satu sama lain sebelum mereka akhirnya menghela napas panjang pula. Bagaimana pun, tidak mungkin mereka meninggalkan temannya yang masih seorang gadis ini pergi sendiri dengan orang asing yang tak dikenal di waktu hari hampir petang pula.

Bila mereka melakukan itu, bisa-bisa mereka terkena omelan dari mamanya Stifani. Yah, meskipun hanya seorang kakek, tapi siapa yang tahu ada siapa saja di rumah kakek ini?

“Ayo” Zeffira mulai berjalan mendahului sementara Stifani dan Sisy berjalan di belakangnya.

Sepanjang jalan, Sisy terus saja mencibir Stifani. Malas rasanya ikut terlibat dalam masalah sahabatnya ini jika bukan karena terpaksa.

Dan, katakan saja ini adalah salah satu makna sesungguhnya dari sebuah persahabatan di mana kita saling setia pada sahabat kita apa pun kondisinya.

Jujur, rasanya aneh nulis cerita pake nama sendiri wkwk.

"Setiap orang adalah tokoh utama dalam kehidupan nya"

Semoga kalian tetap suka dengan cerita ini :)

MAGICAL DREAM: STAR AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang