Zeint membawa Stifani keluar dari ruangan ini. Bukan hanya dari ruangan, ia juga membawa Stifani keluar dari istana. Ia mendudukkan Stifani pada sebuah bangku panjang. Dari sini mereka dapat melihat hamparan bintang di langit. Pemandangannya begitu indah. Dan yang terpenting, di sini cukup sepi. Zeint kembali lagi ke dalam istana untuk mengambilkan minuman untuk Stifani.
“Minumlah” ia menyodorkan segelas air mineral.
“Terima kasih” balas Stifani menerima gelas itu dan meminumnya. Lalu Zeint duduk di sebelah Stifani. Helaan napas terdengar begitu ia menyandarkan badannya pada bangku.
“Apa yang terjadi tadi?” pria ini menatap lurus ke arah bintang-bintang. Sebaliknya, Stifani menatap Zeint dengan sedikit berpikir.
“Entahlah, aku juga tidak tahu kenapa aku selalu merasa tidak nyaman saat ada banyak orang yang tidak dekat denganku di sekelilingku. Kurasa itu sebabnya aku sulit berbaur.” Ucap Stifani sambil menertawai dirinya sendiri. Ia berpikir mengenai betapa konyol dirinya.
“Kau tidakah konyol” ucap Zeint tiba-tiba membuat Stifani terheran-heran.
“Banyak orang yang merasakan hal sama sepertimu dan itu terjadi secara alamiah” Zeint melanjutkan kalimatnya.
Tiba-tiba, muncullah cahaya putih dari atas yang turun ke bawah. Itu adalah bintang jatuh.
“Bintang jatuh!” seru Stifani semangat sambil mengarahkan tangannya ke arah bintang itu.
“Buatlah permohonan, cepat!” Stifani tiba-tiba saja begitu antusias. Ia langsung memejamkan matanya dan membuat permohonan, ‘Semoga aku bisa melihat lebih banyak bintang jatuh lagi’.
Zeint menatap Stifani lantas tertawa pelan yang tentunya mengusik Stifani. Lantas Stifani membuka matanya dan menatap Zeint dengan tatapan ingin membunuh.
“Apa yang kau minta?” kali ini Zeint bertanya masih dengan sisa tawa yang ada.
“Itu rahasia, kalau kuberi tahu nanti tidak akan menjadi nyata. Itu mitosnya” Stifani menjawab dengan nada agak sewot.
“Jika permohonanmu sekonyol itu, kau tidak memohon pun juga akan jadi kenyataan” tutur Zeint membuat kening Stifani berkerut. Perasaan, Stifani tak mengatakan permohonannya. Lantas, apa yang membuat pria di hadapannya ini berbicara seolah ia sudah tahu.
“Memangnya apa permohonanku?” Zeint lantas diam dan dalam sekejap mata dirinya menatap ke arah Stifani dengan ekspresi yang sudah berubah kembali.
“Kenapa kau bertanya padaku?” Zeint kembali bertanya dengan nada datarnya. Ia berbicara seolah hendak menutupi sesuatu atau mengalihkan topik perlahan. Kening Stifani semakin berkerut dengan perubahan sikap Zeint.
“Jangan bilang kau bisa membaca pikiran” celoteh Stifani tiba-tiba. Ia memundurkan tubuhnya pada ganggang bangku seraya berpose seperti sedang berusaha memproteksi kepalanya. Wajahnya tiba-tiba menjadi masam tetapi itu sangatlah lucu.
“Kalau memang bisa kau mau apa” Zeint menanggapinya dengan penuh teka-teki. Lantas ia berdiri dan hendak meninggalkan Stifani sendiri.
“Kau mau ke mana?” Stifani ikut berdiri dari duduknya.“Aku akan beristirahat di dalam. Sebaiknya kau juga begitu” jawab Zeint datar.
“Tapi aku masih mau di sini. Kau temani aku! Kumohon..” Stifani meraih tangan pria itu dan memohon padanya. Entah bagaimana ia bisa jadi seluwes ini dengan seorang pria. Ingin menolak, tapi pria ini tidak tega meinggalkan Stifani sendiri. Zeint menatap ke arah tangan Stifani yang masih menggenggam tangannya. Menyadari pandangan Zeint, Stifani lalu melepaskan tangannya dari pria ini.
Pria ini kembali berjalan melewati Stifani dan mengambil tempat duduk. Lengannya dibentangkan pada sandaran bangku itu. Melihat itu, Stifani kembali tersenyum senang. Ia lantas mengambil duduk di sebelah pria itu dan bersandar menatap langit. Ia membiarkan kepalanya menyentuh lengan pria di sebelahnya ini. Begitupun sebaliknya.
Tak lama kemudian beberapa awan di langit menyingkir sedikit demi sedikit menampakkan siluet bulan secara perlahan hingga muncullah sebuah bulan yang dikelilingi oleh bintang-bintang.
“Andai saja aku adalah bulan itu. Aku ingin sekali memiliki teman-teman yang selalu menemaniku seperti bulan itu. Kupikir bulan itu jauh lebih beruntung dariku” tutur Stifani tiba-tiba. Omongannya benar-benar melenceng jauh dari keadaan mereka sekarang. Ia bicara seolah pada kekasihnya yang sebenarnya bukan. Tepat pada saat Stifani mengatakan itu, puluhan bintang jatuh kembali bermunculan membuat Stiifani kembali sumringah sebab permohonannya terkabulkan.
“Kenapa kau mengatakannya?" Zeint mengambil jeda sejenak.
"Kau lebih baik dari pada itu” cicit Zeint kemudian namun masih dapat tertangkap oleh telinga Stifani. Ia menundukkan kepala saat mengucapkan kalimat terakhirnya. Stifani langsung mengalihkan tatapan dari bintang jatuh itu.
“Selama ini aku terus mencari apa itu sahabat sejati, tapi aku tak pernah yakin aku menemukannya. Maka dari itu terkadang aku ingin menjadi bulan dan menemukan bintangku.” Aku sungguh tak memahami apa yang diucapkan oleh Stifani. Ucapannya terkadang memang agak berantakan dan tidak jelas serta beberapa sulit dipahami.
“Kalau begitu kau menemukan satu bintangmu.” Zeint bersuara dengan nada yang semakin mengecil. Stifani menatap pria itu. Angin malam berhembus pelan menerpa wajah mereka. Perlahan rasa kantuk menyelimuti Stifani ketika menatap wajah pria itu. Lalu, ia tertidur. Jatuh tertidur ke pangkuan pria di sebelahnya. Aku juga tidak paham bagaimana orang tiba-tiba saja bisa langsung tertidur .
“Selamat malam Stifa” pria itu menatap hangat Stifani yang tertidur di atas pangkuannya. Pergelangan tangan mereka saling bertemu.
Sesuatu yang ajaib kemudian terjadi. Dari pergelangan tangan mereka kemudian muncul cahaya yang terus merambat membuat sebuah ukiran masing-masing di tangan mereka.
Pada tangan kiri Stifani terukir sebuah bulan sabit yang masih memancarkan cahayanya dengan terang. Sementara pada pergelangan tangan kanan Zeint terukir sebuah bintang yang juga bersinar terang sama seperti pada milik Stifani. Perlahan cahaya itu meredup dan menyisakan garis tipis-tipis pada pergelangan mereka ketika Zeint mengangkat tangannya.
Suasana di taman ini begitu sepi. Tak ada seorangpun yang melihat mereka di taman ini. Sekali lagi pria ini tersenyum hangat pada gadis yang tengah terlelap di pangkuannya. Diangkatnya gadis itu perlahan lalu dikecupnya kening gadis itu.
PLEASE LET ME KNOW YOUR EXISTENCE..
I know my star will never leave me alone :)
TOLONG KASIH KOMEN TENTANG PERASAAN KALIAN NGEBACA PART INI DONG..
KAMU SEDANG MEMBACA
MAGICAL DREAM: STAR AND MOON
Fantasyнιdυp ιтυ мeмвoѕanĸan ѕaмpaι ĸaυ мeneмυĸan apa yang ĸaυ carι Itulah yang dirasakan oleh Stifani Emira, seorang remaja yang ingin pergi ke dunia baru hasil imajinasinya. Hidupnya selalu berjalan monoton sampai suatu hari, satu kejadian, satu benda, d...