BAB 22: INTEROGASI

47 12 5
                                    

"Aku tidak tahu, hanya saja tadi aku merasa tidak seperti diriku lagi. Rasanya seperti kesadaranku mulai ditarik dan kendali atas diriku melemah. Aku seperti berada di tempat yang sangat gelap sehingga tak ada bedanya saat aku membuka mata tapi aku masih bisa mendengar. Kupikir aku berada di tempat lain yang entah di mana" Nadya mendeskripsikan semua yang ia rasakan. Setidaknya informasi yang satu ini mungkin akan berguna dan satu-satunya yang dapat dipercaya bagi Stifani.

"Lalu, bagaimana kau bisa melihat lagi?" Stifani melanjutkan interogasinya dan narasumber nya pun tidak menyadari hal itu.

"Tidak tahu, aku tadi merasa ada sesuatu yang menepukku dan itu mengejutkanku. Lalu aku tersentak dan seketika aku bisa melihat lagi." Nadya tersenyum pada Stifani.

"Lalu, apa kau pernah melihat Stefan seperti itu?" gadis itu hanya menggeleng sebagai jawaban membuat Stifani menghela napas pelan.

"Jadi, kau tidak pernah melihat Stefan dikelilingi sesuatu yang gelap atau melihat mata pria itu berwarna merah?" tanya Stifani lagi begitu mengingat saat pertama ia melihat pria itu bermata merah menyala seolah haus darah (berasa vampire) dan tadi ia sempat melihat mata normal pria itu.

"Aku tidak yakin sih, tapi dulu aku pernah melihat kak Stefan membentak seseorang yang tidak tahu seperti apa rupanya. Dia terlihat sangat marah ketika orang itu menyampaikan sesuatu yang entah apa. Lalu saat dia berbalik, samar-samar aku seperti melihat sesuatu yang merah menyala dari mata kak Stefan. Tapi dia bilang aku mungkin salah lihat" Stifani seketika menghentikan langkahnya memperhatikan gadis yang kini ada di depannya karena keasikan berjalan.

"Kau tidak salah lihat kak" Stifani menatap Nadya dengan tatapan kosong yang sulit diartikan dan membuat gadis itu berbalik dan mengangkat kedua alisnya tak mengerti.

"Kau tidak melihat rupa orang yang bicara padanya kan?" mendadak raut wajah Stifani lebih serius dari biasanya. Anggap saja menjadi sama datarnya seperti ekspresi Zeint. Gadis itu mengangguk takut melihat raut wajah Stifani yang terlihat tak berekspresi seperti habis digigit drakula.

"Itu artinya kau tidak tahu kalau Stefan adalah bagian dari kegelapan?" aura yang dipancarkan Stifani menjadi lebih dingin dari sebelumnya ada aura berwarna biru tipis di sekelilingnya. Dan ajaib, seperti terhipnotis, Nadya menggelengkan kepalanya tanda ia tidak tahu.

"Kau pasti bercanda kan? Rasanya kau seperti sedang menginterogasiku saja" Nadya menggeleng kuat-kuat menyadarakan kembali dirinya lalu tertawa kecil berusaha mengembalikan situasi. Ia lalu berbalik dan mulai berjalan kembali berharap Stifani mengikutinya di belakang.

"Aku serius kak!" ucap Stifani cepat-cepat seraya menarik lengan Nadya begitu dirinya tersadar kembali. Ekspresinya sekarang terlihat agak ketakutan menunggu reaksi Nadya.

"Kau ini kenapa sih? Kau baik-baik saja kan? Apa kau sakit?" Nadya terlihat tertawa receh berharap kalau yang dikatakan Stifani itu memang tidaklah benar. Namun Stifani justru menggeleng.

"Aku bicara yang sebenarnya kak! Stefan adalah kegelapan!" Stifani mulai menekankan nada bicaranya membuat Nadya langsung menyentakkan tangan Stifani darinya.
"Bicara apa kau! Jangan melantur Stifa! Justru kak Stefan yang ingin menolongmu dari kegelapan dan kau malah menuduhnya sebagai kegelapan itu sendiri?" Nadya berusaha meredam emosinya begitu pula dengan Stifani.

"Dengar kak, aku mengatakan ini karena aku menyayangimu dan aku tahu kau tidaklah jahat. Aku hanya ingin kau tahu yang sebenarnya! Dia sendiri yang mengatakan padaku kalau dia membawaku untuk membuat perjanjian yang artinya dia ingin menukarku. Apakah itu adalah hal baik kak? Kumohon percayalah padaku!" ucap Stifani panjang lebar. Sepertinya ia sudah kehilangan akal dengan mengatakan itu secara blak-blak an. Apalagi, ia dan Nadya baru saja berkenalan hari ini.

Benar-benar tolol!

"Apa bukti yang kau punya sehingga kau menuduh kak Stefan?" Nadya menatap Stifani sengit sementara gadis itu tersentak dengan jawaban Nadya yang berupa pertanyaan itu. Tentu saja, ia tak dapat membuktikan apapun padanya.

"Bukankah kau bilang Stefan tak pernah mengijinkanmu keluar dari tempat ini? Kalau dia memang tulus menyayangimu, ia tak akan pernah mengurungmu seperti ini. Ia bahkan terus meninggalkanmu seorang diri tanpa memberitahu mu alasannya kak. Kau pikir kenapa dia melakukan semua itu? Hanya karena dia takut kau akan mengetahui yang sebenarnya. Dia takut kalau kau tahu dia pergi untuk melakukan kejahatan."

"Kenapa dia harus takut aku tahu yang sebenarnya? Bukankah dia bisa saja mengubah ku jadi kegelapan juga jika dia memang kegelapan? Apalagi waktu itu dia menemukanku waktu masih bayi kan?" astaga, rasanya Stifani sudah mati rasa dengan semua ini. Ia tahu kalau Stefan itu memanglah kegelapan, tapi ia tak bisa membuktikan apapun pada Nadya karena ia juga tidak tahu apa pun. Sekarang, harus jawab apa dia?

"Aku.. aku tidak tahu alasannya" Stifani menunduk sedih membuat Nadya juga menunjukkan ekspresi kecewanya.

"Kalau begitu jangan pernah menuduhnya lagi" ujar Nadya lantas berlalu pergi meninggalkan Stifani.

"Kak Nadya! Aku tahu alasannya" ucap Stifani seketika menghentikan langkah Nadya yang hendak pergi semakin jauh. Ia lalu berlari ke hadapan Nadya berjaga-jaga kalau gadis itu akan pergi. Sementara Nadya hanya menatap Stifani dengan ekspresi tak karuan, marah, sedih, kecewa, dan sebagainya yang disatukan menjadi ekspresi yang menunggu jawaban.

"Dengarkan aku dulu kak! Kalau misalnya Stefan memang bukan kegelapan kenapa ia membawaku ke sini? Untuk menyelamatkanku dari kegelapan? Itu jawaban paling tidak masuk akal yang pernah kudengar kak" ucap Stifani membuat Nadya mengernyitkan dahi nya.

"Apa Stefan sudah tidak waras membawaku ke mari tanpa perlindungan apapun? Memang dia sekuat apa kak? Kegelapan tentu memiliki kekuatannya sendiri dan mereka dalam jumlah yang besar. Sementara Stefan? Dia sendiri hanya denganmu. Apa dia tidak memperhitungkan semua itu? Kau mau mengatakan pengorbanan? Tak ada orang sebaik itu di dunia ini kak! Melakukan sebuah pengorbanan yang sia-sia. Jika dia berkorban dan mati, apa aku tidak akan tertangkap? Tidak mungkin. Kegelapan bisa saja mengepung hutan ini dan menangkapku. Dan kurasa jika dia memang baik, kurasa dia tak akan bertindak sebodoh ini.."

"Dan membiarkanmu meracuni pikiran adikku?" ucapan Stifani terpotong oleh sebuah suara. Stifani dan Nadya lantas menoleh ke arah asal suara dan mendappati Stefan sedang tersenyum miring di atas sebuah pohon.

"Kak Stefan!" Nadya bersorak kegirangan sementara Stifani jadi gelagapan. Stefan lalu meloncat turun ke hadapan Stifani.

"Kau benar, aku memang tidak sebodoh itu membiarkanmu berjalan berdua dengan Nadya" ucap Stefan yang lebih tepatnya berbisik ke telinga Stifani menghapus jarak di antara keduanya. Alhasil, bulu kuduk Stifani berdiri karenanya.

"Kau pikir aku akan membiarkan adikku yang polos ini membenciku karena omonganmu yang tak masuk akal?" Stefan menyeringai lebar ke arah Stifani sambil mengelus puncak kepala Nadya.

"Kejahatan memang selalu pintar memutar balikkan fakta" ucap Stifani ikut tersenyum miring. Kasihan Nadya, dia tidak tahu harus berbuat apa.

"Sepertinya kau sudah mulai berani melawan, gadis kecil. Dan, kurasa kaulah yang memutar balikkan fakta" ucap Stefan lebih sengit lagi. Sepertinya perdebatan ini masih akan panjang.

"Tentu, kau pikir aku sepengecut dirimu?" tanya Stifani menantang dan Stefan justru malah semakin senang menanggapinya. Sekarang, keberadaan Nadya rasanya sudah terabaikan. Kasihan dia!

"Wah, jadi kau bukan pengecut ya? Kalau begitu, bagaimana kalau kita bertarung sekarang?" Stefan menantang Stifani. Bukannya gentar, Stifani justru menyeringai seperti iblis.

"Sudah kubilang, kau itu pengecut! Hanya berani menantang seorang gadis yang bahkan belum sempat belajar bertarung dan kau culik?" Stifani tersenyum sinis.

"Astaga! Ada apa dengan kalian sih?" seru Nadya menginterupsi. Padahal, sebentar lagi ia sudah sepenuhnya akan terabaikan.

"Jika seperti ini, kalian lebih terlihat seperti sepasang kekasih yang sedang bertengkar" ketus Nadya membuat Stifani membelalakkan matanya sementara Stefan tersenyum lebar.

"Sepasang kekasih? Boleh juga" ucap Stefan sambil mendekatkan wajahnya pada wajah Stifani membuat gadis ini tersentak kaget. Keringat dingin mulai bercucuran di wajah Stifani yang justru semakin membuat Stefan merasa senang dan hasilnya,

BUUGHH...

MAGICAL DREAM: STAR AND MOONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang