Sabtu
“kak abis ini ke supermarket dulu ya, bunda tadi titip sesuatu”, ucap Leona saat ia dan Sean baru saja keluar dari studio bioskop.
“he’eh”, jawab Sean,
Keduanya memasuki area supermarket dan mengambil beberapa barang yang dititip oleh bunda Leona. “udah nih cukup?”, tanya Leon.
“udah kak ini aja kok”, jawab Leona sambil berjalan menuju kasir.“biar gue yang bayar”
“gue aja, gue sahabatnya”
“gue calon pacarnya”
“nggak bisa!, gue yang lebih kenal lama sama dia”
“lo cuma sahabat, nggak usah baper”
“lo cuma calon pacar, nggak usah ngarep diterima juga”
“bacot diam lo”
“udah mba biar saya aja yang bayar”, gadis yang direbutkan oleh kedua orang disampingnya akhirnya buka suara dan mengeluarkan beberapa lembar uang kepada kasir.
“LOH SIH”
“lo yang salah, makanya jangan kayak anak kecil! Biasa juga gue yang bayar”
“mulai sekarang nggak usah, karena ada gue”
“kalian bisa diam nggak sih, malu diliat orang. Kalian pikir Cuma ada kalian disini”, sang wanita marah dan meninggalkan kedua lelaki disampingnya pergi.
Sementara Leona dan Sean yang sedari tadi melihat dengan jelas drama didepan mereka, hanya bisa lirik-lirikan sambil menahan diri untuk tidak tertawa.
“kalo aku begitu kamu gimana”, ucap Sean saat mereka sudah dimobil untuk jalan pulang.
“bikin malu kak”“cuma mau cari perhatian cewek sampe segitunya”
“cara orang berjuang untuk orang disayang beda-beda kak”
“jadi ingat kak Tara”, lanjut Leona.
“aku senang sekarang lihat kak Leon sama kak Tara, kak Leon udah nggak nakal lagi sekarang, ayah sama bunda jadi nggak khawatir”
“aku juga senang bisa punya pacar kayak kamu, terlalu sayang kalau di sia-siain”, ucap Sean.
“thanks ya Le udah mau nerima gue meskipun gue tahu gue masih banyak kurangnya”, Sean menggenggam tangan Leona.
“nggak ada yang sempurna kak, saat kita ngejalanin hubungan dengan orang lain, disana kita belajar untuk nerima kekurangan”, ucap Leona yang ntah mengapa selalu berhasil membuat Sean ingin terus memiliki Leona disampingnya.
***
Sabtu
“Eon gue duluan”, ucap Alvin melambaikan tangan kepada Leon yang saat ini sedang berdiri dipinggir lapangan basket bersama Tara.
“yo”, Leon mengangkat tangan kanannya ke arah Alvin.“senin udah ujian kenapa masih main sih”, ucap Tara karena mengingat Leon senin nanti sudah harus berhadapan dengan ujian semester ganjil.
“refreshing dulu, penat seminggu dihadapin rumus terus, lagian cuma seminggu sekali juga kan mainnya”, jelas Leon.
“nanti malam jangan kemana-mana ya, istirahat dirumah”, ingat Tara karena beberapa kali Tara tahu jika Leon terkadang masih nongkrong bersama temannya. Tara tidak pernah melarang, karena ia sadar jika dirinya tidak bisa terus-terusan untuk jalan bersama Leon. Ya Tara masih memiliki batasan waktu, tidak setiap minggu ia bisa keluar rumah untuk jalan bersama Leon.
“siap sayang”, Leon memiting leher Tara dengan lengannya.
“Leon lo keringatan! Jorok!”, Tara melepas paksa dirinya.
“dikit doang, ini udah kering yang”
“udah sana buruan ganti baju, gue tunggu sini”, Tara mendorong pelan Leon untuk menyuruhnya pergi.
“ayo lo juga ikut gue”
“nggak! Gila lo ya, ngapain gue ikut”
“nanti kalau lo disini sendirian diculik gimana? Gue harus jawab apa kalau eyang tanya”, Leon beralasan karena melihat kini hanya tinggal mereka berdua yang masih dilapangan.
“nggak ada yang mau nyulik gue Leon, nggak usah berlebihan”
“siapa bilang nggak ada, kalau gue yang mau nyulik gimana?”
“kayak lo berani aja”, jawab Tara sambil berjalan menuju bangku yang tidak jauh dari mereka.
“kalau gue berani lo mau apa?”, ucap Leon menarik bahu Tara dan membuat Tara terdorong menabrak jaring pembatas lapangan basket. Kini Leon mengunci Tara dengan kedua lengannya di samping wajah Tara.
“Leon minggir, sumpah lo keringatan”, Tara yang kaget mencoba mengalihkan wajahnya dari Leon.
“enggak ada ngaco lo, jangan rusak momen”, Leon bersih keras jika tubuhnya sudah tidak berkeringat lagi.
“yaudah lepasin gue, gue nggak bisa nafas”, Tara beralasan menyingkirkan lengan Leon, namun karena tidak berhasil ia mencoba menerobos dari bawah.
“gue nggak akan lepasin lo”, “lo juga nggak bisa pergi dari gue Tara”, Leon merendahkan tubuhnya, kini Lengan Leon mengalangi kepala Tara. Tara berdiri kembali dan menatap tatapan Leon yang dari tadi tidak lepas dari manik matanya.
“lo lupain ciuman pertama waktu itu”, ucap Leon yang semakin memperdalam tatapannya pada Tara.
“hah???”, Tara tidak bisa lagi berpikir jernih, ia dibuat bengong karena jantungnya yang sangat tidak tahu malu menari disaat yang seperti ini. Tara lengah.
Tanpa menjawab ucapan Tara, kini Leon mendekatkan wajah nya ke wajah Tara, bibir mereka bersentuhan. Leon yang tidak sabar dengan ciumannya ini langsung melumat lembut bibir bawah milik Tara, sementara Tara yang belum merasa siap hanya bisa bengong menerima perlakuan itu dari Leon. Leon melepas ciumannya untuk memberikan waktu agar Tara dapat bernafas.
“sekali lagi ya”, ucap Leon lembut, namun suara itu cukup mampu membuat Tara semakin salah tingkah.
“hah???”, Tara rupanya masih terlalu kaget dengan situasi nya saat ini.
“buka mulut lo”, perintah Leon.
“buat a—”, Tara yang belum menyelesaikan ucapannya untuk bertanya kepada Leon, tersentak kaget saat Leon sudah mendaratkan ciumannya kembali.
Kali ini Leon sedikit agresif, Leon menekan tekuk leher dan pinggang Tara untuk memperdalam ciumannya. Leon melumat secara bergantian bibir atas dan bibir bawah milik Tara dengan gerakan lembut namun intens.
“kalau orang nyium itu dibalas sayang”, ucap Leon saat sudah melepaskan ciumannya.
“caranya?”, jawab Tara dengan polosnya.
“nanti gue ajarin intensif”, Jawab Leon yang langsung meraih tangan Tara untuk berjalan pergi dari lapangan basket.
***
13/8/19
![](https://img.wattpad.com/cover/196671788-288-k405490.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
BEST 3NEMIES!
FanfictionBuat gue nggak masalah mau cowok atau cewek, kalau lo suka ya lo kejer, deketin dia, jangan cuma diam tanpa ngelakuin apapun, mana ada cinta diam-diam itu bahagia, cuma jadi pengagum itu nggak enak, emang lo bahagia saat ngeliat orang yang kita suka...