Setelah mendengar kabar tentang pesawat yang ditumpangi Mitha dan ibunya telah hilang setelah lepas landas, Ajie masih seakan tak percaya dengan kabar tersebut. Malam ini, dia segera membangunkan Dea yang sejak tadi masih tertidur di atas ranjang dalam kamar kosannya.
Mobil melaju dengan kecepatan tinggi menuju Bandara, dan Dea yang sejak tadi hanya diam duduk di samping Ajie.
Ajie menoleh sesaat, dengan rasa sesak didadanya. "Dek..."
"Ya ayah." Anak itu menoleh dengan senyuman, namun cukup buat Ajie kembali merasakan pilu dihatinya.
"Dedek, sayang sama ayah kan?"
"Iya dong yah... Dea, sayang banget ama ayah."
Ajie menghela nafas dan sekilas tampak kedua matanya berkaca-kaca memikirkan tentang semuanya. Ia menyentuh kepala anak itu penuh kasing sayang, lalu segera fokus ke jalan.
10 Menit kemudian, mereka tiba di Bandara, dan terlihat keadaan di Bandara sudah sangat ramai oleh para pengunjung. Ajie segera menggendong Dea dan melangkah dengan tergesa-gesa menuju ke tempat keramaian.
Ternyata keadaan disini penuh dengan duka, dimana semua pihak keluarga para penumpang pesawat yang hilang tersebut sudah pada berkumpul untuk mencari informasi kebenaran hilangnya pesawat tadi siang.
"Turun dulu yah dek..." Ajie menurunkan Dea, lalu memandang ke sekeliling mencari sesuatu yang mungkin saja bisa membantunya memberikan informasi yang lebih detail
Suasana mengharukan malam ini, membuat Ajie hanya bisa menahan nafasnya yang mulai kembali terasa sesak.
Beberapa keluarga para penumpang pesawat Li*n Air terlihat sudah menangis, ada yang histeris, ada juga yang sudah terlihat tak sadarkan diri saat mendengar kebenaran kabar itu.
Tubuhnya mulai terasa bergetar, kedua tangan Ajie mulai basah oleh keringatnya. Dan jantungnya berdetak kencang melihat suasana di Bandara International Sam Ratulangi.
Sekilas ia melirik ke Dea. Anak itu masih saja kebingungan melihat keramaian. Sungguh, anak yang sangat malang. Dimana dengan umur yang masih sangat belia harus di tinggal oleh kedua orang tuanya. Benak Ajie saat ini.
Akhirnya Ajie memberanikan diri bertanya ke salah satu petugas yang memakai seragam yang sama dengan jenis pesawat yang hilang.
Beberapa saat Ajie mendengarkan penjelasan dari pria itu.
Ternyata pesawat itu memang benar telah menghilang setelah lepas landas beberapa menit dari bandara Manado. Dan sampai sekarang pesawat tersebut masih belum bisa diketemukan keberadaannya.
Seketika itu, tubuh Ajie menegang. Masih berusaha menahan rasa sesak yang kembali menderanya. Ia menatap wajah petugas itu dengan mata yang memerah.
"Maaf Pak, dan sampai saat ini pihak perusahaan masih berusaha keras mencari tau dimana letak jatuhnya pesawat ... dan, mohon maaf kembali... kami dari pihak perusahaan sangat menyesal dan turut berduka dengan musibah yang menimpa keluarga bapak."
"Kenapa kalian bisa mengambil keputusan untuk menerbangkan pesawat saat dimana hampir semua perusahaan penerbangan menunda keberangkatan... KENAPAAAA???" Ajie memegang kerah baju petugas itu dengan penuh emosi. Namun, petugas itu hanya bisa terdiam dan wajah penuh penyesalan.
"Maaf Pak..." Hanya itulah kalimat yang bisa di ucapkan petugas itu.
Dea yang melihatnya segera mendekat, lalu menyentuh pinggang Ajie. "Yah... kenapa?"
"Bangsattttt..." Ajie mengumpat, lalu mendorong tubuh petugas itu.
"Maaf Pak,"
"Sudah, pergi sana." Kata Ajie, lalu petugas itu meminta permisi dan meninggalkan Ajie yang masih emosi.
KAMU SEDANG MEMBACA
DON'T GIVE UP - Tj44 √ [Completed]
RomanceCerita ini khusus untuk 18+ Jika belum cukup umur di sarankan segera tinggalkan cerita ini. Jangan lupa kritik & saran sangat di harapkan Jangan Lupa Bahagia Tj44