Unconditional love ; 3

1.6K 127 10
                                    


Playlist "Bukan Dia Tapi Aku- Judika"

***

Pusing masih mendera di kepalaku. Sedari malam hingga kini, kepalaku berdenyut sakit. Mungkin karena sehabis hujan-hujanan.

Aku memijat pelipisku pelan, memberi salep di kedua pelipisku, lalu memijatnya kembali. Sesekali aku meringis menahan sakit yang kian mendera di kepalaku, hingga Tasya menyadari gelagatku.

"Kamu kenapa? Sedang sakit kok masih dipaksain ke sekolah?" Tanya Tasya khawatir. Aku hanya tersenyum lembut lalu menggeleng kuat, walaupun aku ingin meronta kuat dengan sakit kepala yang ku derita.

"Kalo sakit nggak usah belajar ya? Aku antarin pulang aja gimana?" Tawar Tasya. Aku menggeleng, aku tidak ingin meninggalkan pelajaran hanya karena sakit kepalaku ini. Ku rasa ini hanya sebentar, semoga saja.

"Aku anterin ke UKS, mauya? Aku takut kalo kamu tiba-tiba pingsan" khawatir Tasya. Aku menatap nya sebentar, lalu mengangguk lemah.

Tasya menatap Pak Sean yang tengah menerangkan pelajaran sejarah. Lalu berdiri dari duduknya, membuat semua mata tertuju kepada Tasya.

"Pak? Saya izin untuk nganterin Indri ke UKS, boleh Pak?" Tanya Tasya.

Pak Sean menatapku yang tengah terlihat pucat. Lalu mengangguk. "Boleh, setelahnya kamu balik ke kelas." Titah Pak Sean.

Tasya mengangguk, lalu membawaku keluar dari kelas. Aku sempat menatap Gabriel sekilas,raut wajah Gabriel selalu sulit untuk ku jelaskan. Tasya memapahku berjalan, entah kenapa rasa sakit kepalaku menyerang dengan kuat. Berjalan saja aku tidak mampu, untung saja Tasya dengan sabar memapahku saat ini.

Dari kelasku di tingkat atas, aku bisa lihat kalau kelas 12 IPA 1 sedang bermain basket di lapangan basket. Kelas itu tentu kelas Alaska, kelas yang selalu unggul di bidang apa saja. Sekilas, aku tak sengaja menatap Alaska yang tengah memainkan bola basket dan merebutnya dari lawan mainnya, lalu memasukkannya tepat di ring bola basket.

Seulas senyuman tipis terukir di bibirku. Alaska masih dengan dirinya yang dulu, dirinya yang sangat ku kenal, dengan kehebatannya memainkan Basket dan tak jarang membawa mendali. Suara teriakan menggema di lapangan, kala Alaska berhasil mencetak angka kemenangan. Lagi, aku tersenyum tipis melihatnya.

Hingga tak sengaja mataku dan matanya bertemu kala Alaska mengadahkan kepalanya untuk meneguk air mineral pemberian dari seorang perempuan yang bisa ku tebak, dia menyukai Alaska. Dari gelagatnya, tatapannya, aku tau itu. Bahkan dia pernah melabrakku kala Alaska meninggalkanku sebentar. Aku masih ingat itu, hingga Alaska marah besar kepadanya.

Entah kenapa melihat Alaska, aku merindukan perhatian dan perlakuan manisnya padaku.

"Indri?"

Aku segera memutuskan kontak mataku dengan Alaska, lalu menatap Tasya dengan alis bertaut. Sebelum Tasya menyadari aku yang tengah menatap Alaska, aku mengajaknya untuk lebih cepat menuju ke UKS yang ada di lantai atas yang sama dengan kelasku.

Tanpa ku sadari, tatapan Alaska sedari tadi tak pernah lepas hingga Tasya mengantarkanku ke ruang UKS.

Aku memejamkan mataku. Mencoba untuk tenang, sesekali menghela nafasku pelan. Bahkan dalam mata terpejam pun aku mengingat Alaska yang menatapku tadi. Aku membalikkan tubuhku ke kanan dan ke kiri, mencari posisi nyaman untuk sejenak mengistirahatkan diriku dan hatiku dari luka yang bisa saja datang kepadaku.

***

Aku mengerjapkan kedua mataku, dapat ku rasakan pancaran sinar matahari yang masuk dari celah ventilasi jendela. Aku menatap ke sekeliling ruangan, ternyata aku tertidur di UKS setelah Tasya mengantarkanku. Aku mencoba untuk duduk, tetapi sakit di kepalaku masih menyerang, meski tidak sesakit tadi.

Unconditional love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang