Unconditional love ; 6

1.3K 90 8
                                    


Hari ini adalah hari Senin. Dimana semua sekolah akan mengadakan upacara bendera sebagai bentuk penghormatan kepada para pahlawan yang telah gugur berjuang melawan penjajah demi memerdekakan Indonesia. Disini sudah banyak siswa-siswi yang mulai berdatangan, mereka memakai seragam putih abu-abu lengkap dengan atributnya. Dan sialnya, Aku lupa membawa dasi.

Kulihat, Alaska tengah berdiri di gerbang sekolah, sembari memperhatikan penampilan siswa-siswi jika mereka tidak memakai atribut lengkap. Aku merutuk kesal, berdecak sebal karena bukan Pak Eko yang julukan sebagai guru terkiler itu. Biasanya, Pak Eko lah yang menanangi masalah siswanya, tetapi satu yang ku herankan, Kenapa Pak Eko tidak mengawasi siswa-siswi di gerbang sekolah?
Biasanya Pak Eko tidak pernah absen setiap senin berdiri di sana.

Lebih baik dimarahi Pak Eko dari pada harus Alaska yang berdiri disana.

Aku masih memperhatikan gerbang dengan pandangan mataku tertuju kepada objek dimana Alaska tengah memarahi siswa yang memakai earphone di telinganya.

Aku tau dia siapa, laki-laki yang terkenal dingin ke semua orang kan? Walaupun dia adalah laki-laki dingin, tetapi dia salah satu laki-laki saingan Alaska.

"Arsen, lepasin earphone lo!"

Arsen, itulah nama laki-laki yang tengah ku bicarakan. Kalian tau Arsen itu siapa? Dia adalah orang yang sering, bahkan hampir setiap hari mendapatkan ungkapan perasaan dari cewe-cewe disini, dan berakhir dengan tolakan secara mentah-mentah darinya.

Arsen melepaskan sebelah earphonenya lalu menatap dingin Alaska. "Nggak mau."

Alaska ku lihat Ia tengah menahan amarahnya. Tampak dari raut wajahnya dan kini Ia mengepalkan kedua tangannya.

"Sampai kapan lo kaya gini!"

Arsen menatap tajam Alaska. "Lo nggak berhak ikut campur urusan gue!"

Banyak tatapan siswa-siswi kepada dua laki-laki tampan itu. Tentu saja, tidak pernah mereka bertemu sapa bahkan bertatapan pun tidak, apalagi berbicara. Dan kalian tau? Itu adalah kalimat terpanjang yang keluar dari bibir Arsen.

"Indri!"

Aku terkejut dengan sapaan mendadak dari Tasya. Tasya menyengir lebar, aku menatapnya gemas. Kenapa hoby Tasya sekarang suka mengkagetkan diriku?

"Serius amat, liat apaan sih?" Tanyanya sembari menatap sekeliling apa yang ku lihat.

"Arsen sama Alaska, tumben?" Ucap Tasya sembari menatap dua laki-laki tampan dengan alis yang bertaut.

"Entah lah, masuk aja yuk!" Aku langsung menarik lengan Tasya, mengajaknya berlari untuk bisa masuk ke gerbang sekolah. Ini waktu yang tepat selagi Alaska sibuk dengan Arsen, ku pikir aku bisa lolos dari Alaska.

Tetapi dewi fortuna tak berpihak kepada ku. Langkah ku terhenti ketika mendengar suara Alaska yang memanggil kami berdua.

"Kalian disana!"

Aku memejamkan kedua mataku ketika langkah Alaska yang mendekat ke arahku. Aku menatap Tasya dengan tatapan isyarat, jika aku tidak mau berurusan dengan Alaska.

Alska menatapku seraya melirik leherku. "Mana dasimu?" Tanyanya dingin.

Aku menggigit bibir bawahku, sekedar berucap saja aku tak bisa, apalagi menatap matanya yang kini menatapku.

"Tinggal dirumah." Ucapku pelan, namun ku pastikan Alaska masih bisa mendengarkannya.

Ku dengar Alaska menghela nafasnya kasar. "Udah berapa tahun sekolah disini? Setiap senin harus memakai atribut yang lengkap, niat sekolah atau nggak, sih? Kalau ngga mau sekolah ngemis aja di jalanan!"

Unconditional love [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang