Suasana di rumah Alaska membuatku canggung. Pasalnya, dari semua orang yang ada disini hanya diam sembari menatapku kemudian melirikku dengan Alaska."Maaf, Bun. Ada apa ya?" Tanyaku hati-hati. Ku lirik Aqila yang tampak senang dengan kehadiranku. Bahkan gadis kecil ini ikut duduk di pangkuanku.
Bunda Aruni tersenyum. "Ada yang mau Bunda omongin sama kamu." Ku lirik Alaska yang tampak diam membisu. Aku tau tatapan itu, aku ikut merasakannya.
Aku mencintai Alaska, tetapi kenapa di waktu yang tidak tepat?
Disaat aku sudah mulai membuka hati kepada Arsen, ternyata Alaska terluka. Jika saja waktu itu kamu bilang begitu, Al. Maka semuanya akan kembali seperti dulu lagi.
"Ngomongin apa, Bun?" Tanyaku pelan. Aku tau apa yang akan dibicarakan oleh Bunda Aruni, tetapi aku tidak mau Alaska terluka untuk yang kedua kalinya.
Mata Alaska berlinangan. Hanya bisa diam sembari menunduk. Alaska mengusap lembut punggung tangan Aqila.
"Bunda mau jodohin kamu sama Arsen. Bagaimana?"
Ingin rasanya aku memeluk Alaska. Cowok itu menahan air mata yang akan siap meluncur bebas. Ingin rasanya aku menarik tangan Alaska menjauh dari sini, itu akan membuat hatinya bertambah sakit.
Alaska hidup dengan mematuhi ucapan kedua orang tuanya. Disaat seperti ini, aku lah yang tega melukai Alaska. Aku tidak tau harus bagaimana. Tuhan, apa rencana-Mu kali ini?
"Kak Al, kok nangis?"
Ucapan Aqila membuat semuanya menoleh ke arah cowok itu. Sontak, Alaska langsung terkejut ketika Adik bungsunya memperhatikan dirinya.
"Enggak kok, siapa yang nangis?"
Bunda Aruni menatap Alaska dalam. "Kamu nangis?" Cowok itu langsung menggeleng. "Enggak Bun, cuma kelilipan aja."
"Ingat, Alaska. Kamu udah merelakan Indri untuk Arsen, kamu bahkan bilang sendiri sama Bunda." Itu adalah peringatan dari Bunda Aruni. Aku langsung menatap Alaska, seketika hatiku sakit.
Alaska, aku mohon kamu jangan menangis lagi. Maafkan aku, Al.
Aku menatap Arsen. Cowok itu tampak diam menatap Alaska. Entah apa yang terjadi di antara mereka yang jelas keduanya saling diam satu sama lain.
"Maaf."
Satu kata terlontar dari bibir Arsen. Cowok itu tampak kacau. Sedari tadi hanya berdiam lalu menundukkan kepalanya. Arsen hanya diam bak patung yang duduk di samping Bunda Aruni. Sedangkan aku dengan Aqila dan disampingku Alaska.
Aku bingung harus memilih yang mana.
Alaska. Tidak setahun aku mengenalnya, aku bahkan menjalin hubungan dengannya selama tiga tahun. Cowok itu bahkan melindungiku segenap jiwa dan raganya, ada di saat aku susah bahkan cowok itu masih memperdulikan diriku di saat aku masuk UKS waktu itu.
Memori itu terekam dengan jelas. Bagaimana khawatirnya Alaska saat cowok itu mengendap-endap masuk ke ruangan UKS. Kupikir waktu itu Alaska sedang sakit, ternyata cowok itu ingin menjenguk dan melihat keadaanku.
Dan tega nya aku meminta Alaska untuk melupakan semua kenangan manis yang terukir jelas di memori indah itu. Bahkan cowok itu selalu mengikutiku dimana pun dan kapan pun aku berada. Dengan paniknya cowok itu ikut masuk ke kolam renang untuk menyelamatkanku. Mengobati luka di telapak tanganku yang sekarang sudah sembuh.
Alaska berjuang sendiri untuk melindungiku dari mara bahaya di saat aku sibuk berduaan dengan Arsen. Bahkan cowok itu rela mengikutiku sampai ke cafe Fadel dan bodohnya aku tidak mengetahui bahwa Alaska benar-benar terluka dengan lagu yang ku nyanyikan untuknya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unconditional love [End]
Fiksi Remaja[FOLLOW SEBELUM MEMBACA] [Romance + Mistery] Ini adalah tentang perjuangan mendapatkan kasih sayang orang tua yang pernah sirna, tentang bagaimana cara rasa sakit yang mengajarkan arti dari mengikhlaskan dan tentang kamu yang mengajarkanku banyak ha...