PROLOG

13.2K 888 86
                                    

Hai, aku memutuskan untuk merombak cerita ini :) karena sudah lama tidak mengetik cerita ini dan aku memiliki ide lain sehingga aku memutuskan untuk mengubah alurnya.

Selamat menikmati cerita ini. Semoga aku bisa konsisten menulisnya ya! 🤗

___

Untuk pindah ke sebuah lingkungan baru, dibutuhkan adaptasi agar nyaman serta sosialisasi untuk kelangsungan hidup.

Jingga lega karena keluarganya akhirnya pindah kembali ke Indonesia setelah menetap di Amsterdam selama 7 tahun belakangan ini karena Daddy nya harus membantu mengurus bisnis di sana.

"Happy?" tanya Daddy menatap Jingga dengan kerlingan dari balik spion tengah. Jingga mengangguk antusias.

"Jelas happy lah, Dad. Akhirnya gak belibet lagi pake bahasa Inggris," celetuk Awan, sang Abang yang kentara paling bahagia meninggalkan Amsterdam.

"Daddy sudah urus kampus kamu, kali ini kamu harus serius belajar," ucap Daddy.

"Siap Dad, percaya deh sama aku," jawab Awan dengan cengengesan.

"Sekolah Jingga, gimana Dad?"

Daddy yang sedang menyetir mengacungkan jempolnya.

"Senin nanti sudah boleh masuk, telat beberapa bulan gak apa-apa kan?"

"Gak apa-apa, Dad," jawab Jingga tersenyum dengan wajah lugunya.

Jingga menikmati suasana ibu kota yang padat, kemacetan di mana-mana, jelas berbeda dengan kehidupannya di Amsterdam. Jingga harus kembali beradaptasi.

🌞

Berkumpulnya kembali keluarganya membuat perasaan Langit sedikit lebih baik. Setelah 4 tahun Ayahnya ditugaskan di Sumatera, akhirnya hari ini beliau kembali dipindahkan ke Jakarta.

"Senengnya bisa kumpul lagi, Abang gak nyusahin Oma kan?" tanya sang Bunda sambil menatap putra sulungnya.

"Enggak, Bunda," jawab Langit, singkat seperti biasanya.

Sekali lagi, Bunda memeluk Langit untuk melepas kerinduannya.

"Ayo pulang, tetap Abang yang nyetir ya, Ayah capek," ajak Ayah. Langit mengangguk lalu mengambil koper milik kedua adiknya.

"Barang-barang abang udah di packing semua?" tanya Bunda saat mereka sudah dalam perjalanan ke rumah Oma.

"Sudah," jawab Langit.

"Abang, nanti antelin adek ke sekolah balu ya?" ucap Bhumi, sang adik bungsu yang berusia 4 tahun dengan ceria.

Langit hanya menganggukkan kepalanya sebagai jawaban.

"Abang kuotanya habis ya?" tanya Dera.

"Kenapa?"

"Ngomongnya irit banget, pakai kartu apa sih?" Dera menatap sang kakak.

"Kaltu apa, kak?" Bhumi menatap sang kakak.

"Anak kecil, diem," ucap Dera. Bhumi melotot sok galak.

"Anak gede gak usah belagu."

"Heh!"

Bunda segera melerai sebelum Ayah turun tangan langsung. Langit tersenyum tipis, akhirnya dia bisa kembali mendengar perdebatan tidak penting kedua adiknya secara langsung, dan ke depannya akan terjadi setiap hari.

🌞

LANGIT JINGGATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang