PFF || Part 9

14 0 0
                                    


"ibu apaan sih bu, ngikutin saya mulu, ibu naksir saya? Inget umur bu!" Faiz mendumel saat tangannya sibuk memasukkan aneka bahan pokok ke dalam kardus

Sudah hampir setengah bulan, wanita itu selalu mengganggunya. Selalu datang ke toko dan merecokinya

Mau dibilang gurunya pun, Faiz tak pernah dia ajar orang tersebut, ahh sial memang hidupnya

"udah berapa lama kamu kerja disini?" tatapan mata wanita itu menyelidik, sungguh Faiz tak suka jika harus ditatap sedemikian rupa, mengesalkan

"ibu jangan kepo hidupnya Faiz deh" tangan Faiz dengan gesit menutup dan menali kardus tersebut, lalu mengangkat dan membawanya ke depan meninggalkan sang guru yang gemas dengan kelakuan anak didiknya tersebut

"bukanya kamu penerima mahasiswa ya? Emang boleh kerja? kalau kepala sekolah tau bisa dicopot biasiswamu Iz" langkah kaki Faiz berhenti sejenak, ya dia tau itu, dia mengerti semuanya, dan dia tau resiko apa yang harus dia jalani.

"asal ibu nggak bicara mah, kepala sekolah nggak akan tau" Faiz melanjutkan jalannya, mengkat kardus tersebut pada jok belakang motor ibu gurunya.

Wanita itu menghela napas, anak didiknya yang satu ini memang benar-benar luar biasa nyebelin dan keras kepala, benar apa yang dikatakan temannya "Iz dengerin ibu ya, kamu itu sudah kelas duabelas, kenapa masih menyibukkan diri dengan urusan ekonomi, udahlah mending fokus belajar, apa nggak sayang kamu kalau dapat nilai buruk?"

Faiz membalik badan matanya tertuju pada wajah guru didepannya ini "nggak usah ingin tau hidup saya dan urusan saya bu, saya akan tanggung jawab dengan prestasi saya kalau itu yang ibu keluhkan, ibu tidak perlu menggurui saya, karena dunia ini telah menggurui saya, ibu jangan ikutan" Faiz tersenyum dan melangkah masuk ke dalam toko

"Faiz bantuin mas handoyo angkatin terligu dari gudang, sini stoknya sudah habis" pemilik toko segera meminta bantuan Faiz saat dilihat anak itu melewatinya

Faiz menghela napas "Iya pak" gudang terletak disebelah toko, sedangkan jika dia ingin ke gudang dia harus keluar dari toko, dan sialnya, guru perempuan itu masih berdiri di depan toko

"Faiz"

"as syi yall" gumamnya saat berjalan keluar dari toko

"ibu tu maunya apa sih? Mau nyuruh Faiz keluar dari toko lagi? Memangnya kalau saya keluar dari toko ibu sanggup biayaain kuliah Faiz nanti, biayain makan dan keperluan sehari-hari Faiz, beliin adek Faiz susu yang harganya muahal?" Faiz menarik napas

"enggak kan bu? Karena saya memang bukan tanggungan ibu, sudah tidak ada bu yang menanggung hidup saya, saya harus belajar mandiri yang dimulai dari sini, ibu tahu tidak seberapa rumit saya mengatur masa depan? Dan ibu dengan gampangnya menyuruh saya melupakan pekerjaan ini? Mohon maaf bu, saya tidak bisa" Faiz pergi dari sana dan meninggalkan wanita itu untuk kesekian kali

Wanita itu hanya bisa menunduk "bukan begitu maksudku iz, kamu punya kakak yang bisa biayain hidup kamu, keza punya ayah dia bukan tanggunganmu" ingin dia meneriaki Faiz, tapi dia takut anak itu jadi semakin membencinya

Akhirnya dia menyerah sudah beberapa kali dia mencoba dekat dengan Faiz tapi selalu gagal, wanita itu meninggalkan toko dengan mengendarai motor matic hitamnya

***

Faiz berjalan mendekati bosnya yang kini tengah sibuk dengan coretan angka dan kertas di tangganya "pak" sapanya

"iya iz ada apa?" pria paruh baya itu mendongak dan melepaskan kacamata yang sendari tadi terpasang dimatanya

"mohon maaf sebelumnya kalau Faiz lancang dan bertanya-tanya mengenai pelanggan bapak, Faiz mau tanya, wanita, ah tidak tapi bu guru yang ngajar di sekolah saya itu kerjanya selain ngajar apa ya pak? Kok perasaan sering banget membeli dari toko ini?" bukan kepo atau apalah, tapi dia hanya ingin tahu saya, meski maknanya sama saja sih

"maksud kamu mbak meriska? Ahh ibunya itu yang ngolah panti asuhan di seberang sana, ayahnya itu petani sukses, punya tanah dimana-mana. Biasanya yang beli belanjaan itu memang pembantunya, tapi nggak tau akhir-akhir ini dia sendiri, mungkin pembantunya masih sibuk"

Faiz tersenyum sungguh tidak salah dia meminta penjelasan bosnya, di toko memang biangnya tukang rumpi, jadi segala jenis berita biasa dapatkan dari sini, dari berita politik hingga berita penceraian artispun bisa mereka temukan, udah nggak perlu surat kabar maupun berita televisi

"dulu kuliahnya juga sama dengan kakak perempuanmu kalau nggak salah, Cuma dia lebih tua saja mungkin kuliahnya beda dua tahun" tambahnya seakan mengingat sesuatu

"oh gitu ya pak, makasih pak infonya" Faiz tersenyum "Faiz pulang dulu pak" pamit Faiz pada pemilik toko

Di depan toko Faiz megangkat tangannya tinggi-tinggi meregangnya tubuhnya yang terasa lelah, hari ini sungguh banyak sekali pekerjaan di toko. Seletah selesai dia segera berjalan menjauhi toko

Bibirnya bersenandung kecil, memang hari ini keza akan tidur dirumah budhenya karena besok bayi itu akan melakukan posyandu atau apalah itu Faiz belum begitu mengerti jadi dia serahkan pada budhenya saja.

Faiz pasti akan sangat merindukan bayi kecil itu

Meriska, meriska, meriska. Nama wanita itu kini terus ada di ingatannya, wanita yang dulu khelia sebut bu riska "gimana kalau sampe dia ngadu?" gumamnya, dan seketika fikiran buruk itu hadir kembali

Fikiran yang selalu tak bisa Faiz kendalikan, bagaimana jika kepala sekolah sampai tahu? Bagaimana jika biasiswanya dibatalkan? Bagaimana jika sampai kepala sekolah memanggil orang tua, dan apa yang akan dia katakan pada budhenya jika dia ketahuan kerja bukannya les

"ahh... sial-sial" Faiz memejamkan matanya, banyak sekali hal yang dia pikirkan

**

Lagi-lagi beberapa lembar seratus ribuan itu lagi yang tergeletak di meja depan tv, Faiz yang melewatinya segera memungut uang tersebut, memang selama ini Faiz tak pernah membuang itu dan selalu mengambilnya. Meski tak pernah dia pakai sekalipun

"buang-buang duit mulu sih lo!" teriaknya pada orang yang kini tengah menyantap makan malamnya tersebut

"biarin uang juga uang gue serah gue lah mau gue apain!"

Kaki Faiz berjalan menuju tempat ayah keza sedang duduk, "terus itu ngapain lo makan gado-gado gue bego? Gue yang beli malah lo embat, emang bangsat lo!" memang sial tu orang, baru saja dai tinggal mandi sebentar sudah raib makanannya

"yah kan gue kira lo beli buat gue, gue kan juga lapar dirumah nggak ada apa-apa" bibirnya tersenyum sembari memasukkan gado-gado itu kembali kemulutnya

Faiz melangkah pergi menuju kamarnya dan berkata "tu orang kapan sih matinya!"

"gue denger lo ngomong apa!"

"sengaja goblog biar yang gue katain denger"

Princess for faizTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang