Irgi kenalin Kevan ke semua keluarga Om Hansa. Gue sengaja gak ikut gabung dan lebih milih buat maen sama Rachel, bayi imut yang selalu bikin gue geregetan."Kok, dia gak takut sama lo?"
Gue noleh begitu denger suara Edrick, dia baru aja dateng padahal acara makan siang udah selesai. Gak tau kenapa tapi gue merasa terselamatkan dengan kedatangan manusia tengil ini.
"Kenapa, muka lo kayaknya bahagia banget." Edrick lihatin ke arah Irgi sama Kevan yang lagi ketawa-ketawa bareng keluarganya Alby. "Lo berasa habis diselamatkan pangeran ganteng, ya?"
Sialan, sejelas itukah ekspresi muka gue. Gue buru-buru lihatin Rachel lagi dan mainin pipinya dia. Edrick malah ikutan jongkok di samping gue.
"Yang ulang tahun mana, gue gak bawa kado, Sa."
"Salah sendiri, bukannya nyari kado malah makan sate."
Dia gak jawab dan malah angkat bahu, berlagak imut.
"Elo kasih tiket pesawat ke Jepang aja, tadi gue kasih Jevan tiket ke Disneyland."
"Oh, jadi elo mau kado kita sepasang gitu?"
Kenapa juga gue mesti ngusulin soal tiket pesawat ke dia.
"Harusnya lo ngomong dari kemarin, jadi gue bisa urusin, 'kan." Dia langsung keluarin ponselnya dari saku, gak tau mau ngapain, pura-pura sibuk.
"Terserah juga sih, elo mau kasih apa,"
Dia malah ketawa denger jawaban gue.
"Om, jangan marah-marah, om. Aku takut." Edrick malah ngajakin Rachel ngobrol sambil ketawa-ketawa dan nyindir gue.
Tuh, 'kan, perasaan kesel gue dengan cepatnya bisa berubah. Lihat dia senyum-senyum ke Rachel gitu bikin gue jadi ikutan senyum.
* * *
Acara makan-makannya udah mau selesai, tapi orang-orang yang di sini masih pada ngobrol gak jelas.
Gue pergi ke dapur buat ambil minum, tapi di sana ada Alby, Eka sama Edrick lagi ngobrol di meja makan.
"By, Esa bilang gue kasih Jevan tiket pulang-pergi ke Jepang aja."
Gue gak berniat buat nguping, tapi karena Edrick bawa-bawa nama gue di dalam obrolannya gak mungkin gue tiba-tiba muncul gitu aja. Gue berdiri di samping lemari yang gak jauh dari tempat mereka duduk, sembunyi sambil denger percakapan mereka bertiga.
"Hahaha ... gue kira dia becanda, Drick." Alby tertawa terbahak. "Terserah elo aja atau sekalian aja liburan elo sama Esa ikut juga."
"Ide bagus, tuh, Drick." Eka yang tadi gue lihat lagi makan langsung setujuin usulan istri tercintanya itu.
Gue sekarang gantian denger Edrick ketawa gak jelas pas denger usulan dari Eka."Boleh tuh, tapi kita mesti jebak dia supaya gak bisa nolak."
"Cie ... udah paham banget kayaknya elo sama Esa." Suara Alby kenceng banget, ngeledekin Edrick.
"Kalo di kantor mereka udah kaya tikus sama kucing, berantem mulu, tapi juga bareng terus." Eka malah tambah ngomporin.
Gue yang denger ucapan Eka langsung tersadar, apa iya, gue sama Edrick kayak begitu.
"Gimana nyokap lo, Drick?" Alby tiba-tiba ngalihin pembicaraan.
"Masih di rumahsakit, By." Edrick jawabin seadanya.
"Elo yang sabar, Drick. Bokap lo udah balik?"
Kenapa tiba-tiba jadi hening setelah Alby tanya soal Papanya Edrick. Gue yang penasaran langsung ngintip lagi ke arah mereka. Yang gue lihat Edrick lagi lihatin tangannya dia ke arah Alby.