20

1.6K 137 17
                                    


Sekarang sudah hampir pukul tujuh malam dan gue masih di rumah sakit. Edrick bilang dokter menyarankan untuk operasi karena keluarga yang dimiliki mereka hanyalah Edrick, jadi persetujuan Edricklah yang terpenting.

"Tidur?"

Gue mangangguk sembari mengelus kepala Aron yang sekarang ini tidur di pangkuan gue. Dia peluk gue dengan eratnya dan kepalanya bersandar di dada gue.

"Makasih," Edrick tiba-tiba mencium kening gue.

"Makan, gih." Dia pasti belum sempat makan.

Edrick senyum, dia menggenggam tangan kiri gue yang sedang memeluk Aron.

"Gini ya rasanya jadi keluarga, ada suami, ada anak." Dia akhiri kalimatnya dengan senyuman tipis yang seolah-olah menampakkan rasa bangganya. "Aku cemburu,"

"Cemburu apaan?"

"Harusnya aku yang kamu peluk,"

Gue lepasin tangan dia dan gue pukul lengannya, di waktu seperti ini pun dia masih bisa bercanda.

"Aron biar gue bawa pulang, kasihan kalo dia harus tidur di sini."

Edrick seolah gak percaya, dia mengernyitkan alisnya.

"Ya, mau sama siapa lagi kalo bukan gue yang bawa dia pulang."

Sekarang Edrick tersenyum dan jemarinya mengelus pipi gue.

"Aku emang gak salah pilih,"

Gue mengendikan bahu pelan, aneh rasanya kalau dengar dia puji gue dengan hal-hal seperti itu.

"Makan gih, gue biar jagain di sini. Nanti gue balik lagi ke sini bawain baju, biar lo bisa ganti baju."

Dia gak jawab dan sekarang dia peluk gue dengan Aron yang masih menempel di tubuh gue.
"Makasih, makasih banyak, sayang."

* * *

Dalam keadaan seperti ini gue harus bisa menahan emosi dan keegoisan yang ada dalam diri gue, mungkin gak seharusnya gue menolak kehadiran Aron dan mempersulit keadaan Edrick.

Gue memperhatikan Aron yang masih terlelap tidur di kursi penumpang bagian belakang. Gue gak tega melihat Aron yang nasibnya begitu malang, dia menjadi korban keegoisan orang dewasa yang seharusnya lebih tau dalam menyikapi sebuah masalah.

Apa yang akan terjadi kalau satu-satunya orang yang dimiliki Aron saat ini pergi meninggalkan Aron selama-lamanya. Gue gak bisa bayangin akan seperti apa nantinya, apa gue tega menitipkan Aron dipanti asuhan, apa gue tega berbalik dan berpura-pura kalau gue gak peduli dan gak mau urus dia hanya karena keegoisan gue.

* * *

Aron masih terlelap tidur, gue dengan hati-hati membuka pintu mobil dan melepas sabuk pengaman yang melingkar di tubuh Aron. Gue menggendong dia di depan dada dan masuk ke rumah.

Gue harus bersiap dengan respon keluarga gue saat melihat gue yang tiba-tiba mrmbawa pulang seorang anak kecil.

"Loh, siapa yang kamu bawa pulang?"

Mama, Papa dan Eza sedang menonton televisi di ruang tengah, mereka bertiga serempak menoleh ketika gue masuk dan hendak menaiki anak tangga menuju lantai dua.

"Nanti Esa cerita, Mama bisa bantu Esa buka pintu kamar?"

* * *

Malam ini Aron tidur di kamar gue, gak ada kamar kosong lagi dan kalaupun ada mungkin dia gak akan mau tidur sendirian.

"Euh ..."

Gue berniat buat mandi sebelum akhirnya Aron terbangun.

"Kita di mana?"

Who Feels Love?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang